Oleh: Linda Maulidia, S.Si*
Berbagai kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan terus terjadi. Sebanyak 77 kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan, telah ditangani dan diselesaikan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), di bawah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Banjarmasin, sepanjang tahun 2020.
Sementara di tahun 2021, telah diselesaikan 2 kasus, dan ada 2 lagi yang dirujuk ke tingkat Provinsi Kalimantan Selatan, lantaran berada di luar Banjarmasin. Kemudian ada 9 yang masih berjalan, dari total 13 laporan hingga bulan Februari.
Dari jumlah kekerasan di atas, ditegaskan Khusnul bukanlah angka sebenarnya. Karena ketika dilihat di lapangan, ia yakin masih banyak yang tidak diketahui dan belum dilaporkan. Untuk itu harapnya, kesadaran dan kepedulian masyarakat sangat diperlukan, guna mengurangi kasus kekerasan ini. (Jurnal Kalimantan.com, 26/02/2021)
Untuk mencegah kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Balangan, Kalimantan Selatan membentuk forum Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) tingkat desa.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak pada DPPPA Balangan, Mulidiah, Senin (29/3/2021)
mengungkapkan, di Balangan masih terjadi kasus kekerasaan terhadap anak. “Dengan adanya PATBM inilah kami berharap, perlindungan terhadap anak oleh masyarakat atau berbasis masyarakat bisa terwujud. Peran serta masyarakat menjadi satu keharusan, karena persoalan perlindungan terhadap anak ini menjadi tanggung jawab kita semua,’’ ujarnya. (BanjarmasinPos.co.id, 29/03/2021)
Kekerasan terhadap anak bukanlah hal baru di tengah masyarakat kita. Apalagi di tengah pandemi yang tuk kunjung usai, kekerasan kian merebak. Persoalan ikutan sebagai dampak dari pandemi, baik semakin beratnya beban ekonomi, tekanan dan tuntutan tugas sekolah, dimana orang tua harus ikut berpikir keras dalam mengajari anak-anak mereka karena sistem pembelajaran jarak jauh yang masih diterapkan.
Ditambah lagi banyaknya masalah seputar pendidikan di masa pandemi, ketidaksiapam orang tau, anak, dan guru atau dosen dalam pembelajaran daring,.hingga kesulitan fasilitas, menyebabkan meningkatnya tekanan dan kekerasan terhadap anak.
Jika kita berbicara mengenai kondisi ekonomi umat kini, kesulitan demi kesulitan terus melingkupi. Mulai dari banyaknya terjadi PHK, sulitnya para suami mencari pekerjaan yang layak, harga kebutuhan pokok yang melesat tajam, dan kebutuhan-kebutuhan lain yang tak sedikit.
Hingga kemudian para ibupun ikut berjibaku mencari tambahan penghasilan. hingga urusan anakpun ikut terseret dalam permasalahan. Oleh karena itulah, maraknya kasus kekerasan terhadap anak ini sejatinya karena lalainya negara memberikan keamanan pada anak. Dan ini akibat sistem Kapitalisme yang diterapkan negeri ini.
Depresi karena tekanan kehidupan yang dialami oleh masyarakat termasuk orang tua, juga ikut andil dalam menambah kasus kekerasan anak. Sehingga anak, seringkali menjadi korban kemarahan dan kekecewaan orang tua atau orang disekitarnya akibat beratnya beban pikiran mereka.
Kasus kekerasan terhadap anak ini menunjukkan adanya kegagalan sistemis dari sistem kapitalisme sekuler melindungi keluarga dan anak-anak. Semuanya berpulang pada sistem kapitalisme-sekuler.
Sekularisme dengan paham-paham turunannya yang batil seperti liberalisme dan materialisme memang meniscayakan kehidupan yang serba sempit dan jauh dari berkah. Terbukti, hingga kini dunia terus dilanda krisis, terlebih adanya pandemi ini, semakin membebani mayoritas keluarga muslim dengan kehidupan yang serba sulit.
Sungguh berbeda dengan paradigma Islam yang menjadikan anak sebagai calon generasi penerus peradaban. Islam mewajibkan negara menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok anak, termasuk pendidikan, kesehatan, dan keamanannya.Islam sudah memiliki mekanisme sempurna yang dapat menjamin kesejahteraan anak sepanjang hidupnya.
Dalam sistem Islam, negara berkewajiban mendorong setiap individu warga negara untuk taat terhadap aturan Allah SWT. Negara juga mengharuskan penanaman akidah Islam pada diri setiap individu melalui pendidikan formal maupun nonformal melalui beragam sarana dan institusi yang dimiliki negara.
Pada aspek ekonomi, Islam mengharuskan negara menyediakan lapangan kerja yang cukup memadai dan layak, serta mendorong para kepala keluarga (ayah) untuk dapat bekerja dan mampu menafkahi keluarganya. Para ibupun dapat mengurus rumah tangga, juga mengasuh, menjaga, dan mendidik anak-anaknya tanpa kekhawatiran. Tidak akan ada anak yang telantar ataupun orang tua yang stres karena tuntutan ekonomi yang sering memicu munculnya kekerasan anak oleh orang tua.
Pada ranah hukum, negara akan memberikan sanksi yang tegas dan keras terhadap pelaku kekerasan maupun kejahatan terhadap anak, baik fisik maupun seksual. Di mana sanksi tersebut mampu memberikan efek jera bagi pelaku dan orang lain.
Secara keseluruhan, sistem Islam akan menciptakan suasana kondusif bagi perlindungan terhadap anak dari berbagai faktor pemicu kekerasan. Didukung oleh penerapan seluruh bagian sistem Islam. Mulai jaminan kebutuhan pokok yang diberikan kepada seluruh warga negara per individu. Yaitu terkait kebutuhan pangan, sandang dan papan.
Juga kebutuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan. Serta ditopang oleh sistem hukum yang benar yakni sistem hukum Islam, maka seluruh rakyat merasakan ketenangan dan ketentraman dalam kehidupannya. Termasuk terpenuhinya seluruh hak-hak anak.
Wallahu A'lam Bishshawab
*(Pemerhati Ibu dan Generasi)
Tags
Opini