Upaya menghapus Identitas generasi muslim dalam Moderasi Pengajaran Sejarah Islam



Oleh : Ummu Sabiya Ufairah

 

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengenal sejarahnya”, begitu kutipan yang pernah diucapkan oleh Presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno. Dan jika dimaknai maka kutipan tersebut mengandung arti bahwa sejarah merupakan hal yang sangat penting untuk membangun bangsa yang besar.

 

Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam maka sudah seharusnya mempelajari sejarah Islam agar dapat membangun bangsa yang besar dengan belajar dari sejarah Islam yang ada.

 

Pengajaran sejarah Islam sudah sepatutnya diberikan sejak pendidikan sekolah dasar. Dalam workshop Pengembangan Kompetensi Guru Sejarah Kebudayaan Islam MA/MAK, Kementerian Agama menyampaikan bahwa penyampaian sejarah Islam kepada siswa agar diberikan secara komprehensif dengan harapan siswa mampu memahami sejarah Islam masa lalu secara utuh (kemenag.go.id, 26/02/2021).

 

Namun apa yang terjadi saat ini?, kurikulum Pendidikan sejarah Islam tidak diberikan secara utuh dan menyeluruh, banyak sejarah-sejarah Islam yang tidak masuk kedalam kurikulum, salah satunya adalah sejarah kekuasan Islam dan Khilafah. Apakah para siswa dijelaskan terkait bagaimana kejayaan Islam dalam naungan khilafah, sejarah islam yang ada apakah harus diimplemantasikan dalam masa kini atau hanya sebatas cerita sejarah saja?.

 

Sehingga walaupun pemerintah menggaungkan untuk mengajarkan para siswa sejarah Islam yang komprehensif, hal tersebut tetap tidak dilakukan. Terbukti bahwa sampai saat ini para generasi lebih sibuk memantaskan diri agar dilirik oleh korporasi daripada menjadi pemimpin yang peduli urusan umat manusia dan negara serta membawanya dari kegelapan ke cahaya seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT.

 

Padahal dengan keutuhan sejarah Islam yang disampaikan, dapat merubah pola pikir dan pola sikap generasi islam, agar dapat mengikuti apa yang dicontohkan oleh baginda Rosulullah SAW. Namun saat ini kurikulum Pendidikan, termasuk Pendidikan sejarah masih dicengkeram oleh sistem kapitalisme, sehingga prioritas dalam pendidikannya bukan untuk menciptakan generasi bermental pemimpin yang peduli urusan umat, namun ditujukan menjadi pekerja ahli sehingga menguntungkan korporasi.

 

Untuk itu umat harus mewaspadai rancangan sistematis ini yang akan menjauhkan dari kebangkitan dan kembali tegaknya khilafah. Output generasi didik saat ini hanya akan disuguhkan untuk korporasi demi keuntungan semata, tentu paradigma seperti ini tidak ada ditemukan dalam Pendidikan secara Islam. Islam benar benar menyadari bahwa Pendidikan adalah sebuah investasi masa depan, maka visi politik Pendidikan islam adalah membentuk dan membangkitkan generasi muda menjadi insan yang berkualitas untuk memimpin umat manusia dan negara serta membawanya dari kegelapan ke cahaya seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT.

 

Visi mulia ini dibangun berdasarkan tujuan Pendidikan yang shahih dalam Islam, diantara yaitu:

1.       Membentuk kepribadian islam;

2.       Menguasai pemikiran islam dengan handal;

3.       Menguasai ilmu ilmu terapan, yakni ilmu, pengetahuan dan teknologi; dan

4.       Memiliki keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna.

 

Pembentukan kepribadian Islam akan menjadikan generasi memiliki pola pikir dan pola sikap sesuai dengan Syariah islam, untuk itu materi pembelajaran Sejarah Islam ini harus dilakukan pada semua jenjang Pendidikan yang sesuai dengan proporsinya melalui berbagai pendekatan, salah satu caranya adalah dengan menyampaikan pemikiran islam (tsaqafah islam) kepada para siswa.

 

Visi ini tidak akan terealisasi kecuali dengan peran negara, oleh karena itu Islam pun menetapkan Pendidikan termasuk salah satu kebutuhan dasar publik yang mutlak ditanggung oleh negara, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan dengan sistem Pendidikan yang digunakan, negara berkewajiban menyediakan fasilitas dan infrastruktur Pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung sekolah, laboratorium, buku-buku pelajaran dan hal lain sebagainya. Selain itu negara juga yang akan memastikan persoalan yang berkaitan dengan kurikulum, akreditasi sekolah maupun perguruan tinggi, metode pengajaran dan bahan bahan ajarnya agar sesuai dengan Islam, bahkan akan mengupayakan Pendidikan dapat diperoleh rakyat dengan mudah dan gratis.

Rasulullah SAW, bersabda “Seorang Imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyatnya dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas segala urusan rakyatnya”.(HR al-Bukhari dan Muslim)

 

Kehidupan keseharian para siswa dan guru dijamin sepenuhnya oleh negara, fasilitas sekolah disediakan, negara pun akan memanfaatkan keterampilan dan pemikiran yang luar biasa dari generasi terbaik untuk pengembangan negara, dengan itu kemampuan berharga mereka tidak disia siakan atau dibajak oleh pemerintah asing. Suasana yang dibangun di tengah-tengah masyarakat adalah fastabiqul khairat (berlomba dalam kebaikan), dengan senang hati, rakyat ingin membangun negara untuk mewujudkan kemaslahatan, maka tidak heran jika dalam peradaban islam akan ditemui banyak sekali orang orang yang polymath bahkan keilmuan mereka dijadikan sebagai dasar peletakkan ilmu modern saat ini, seperti Al Zahrawi yang mewariskan ilmu bedah, Al Khawarizmi yang menemukan angka 0 yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu algoritma saat ini dan masih banyak lagi.

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak