Oleh : Lilik Yani (Muslimah Peduli Generasi dan Peradaban)
Masuk tahun kedua negeri ini diuji pandemi. Jumlah korban masih tak terkendali. Hingga diadakan pembatasan kegiatan untuk mengantisipasi. Selain itu pemerintah membuat kebijakan berupa vaksinasi. Sebagai bentuk kepedulian pada masyarakat negeri. Mengapa vaksinasi yang sudah dianggarkan dengan biaya tinggi, namun ditolak oleh sebagian umat?
Dilansir dari Sindonews.com - Anggota Komisi IX DPR , Saleh Pertaonan Daulay menyatakan temuan lembaga survei Indikator Politik yang menyebutkan sebanyak 41% masyarakat tak bersedia divaksin dianggap temuan yang serius.
"Ternyata ada banyak masyarakat tidak mau divaksin. Jumlahnya mencapai 41 persen. Karena itu, temuan ini tidak boleh dianggap remeh. Pemerintah harus bekerja keras untuk meyakinkan masyarakat agar ikut vaksinasi," ujar Saleh kepada wartawan, Senin (22/2/2021)
Melihat banyaknya temuan itu, mengindikasikan bahwa kampanye pemerintah soal program vaksinasi masih belum sepenuhnya tersosialisasikan dengan baik dan belum sepenuhnya dipahami dengan baik. "Makanya, mereka tadi takut nggak mau divaksin. Sosialisasi penting sekali agar semua masyarakat ini paham," ucapnya
Ketua Fraksi PAN di DPR ini berharap, masyarakat perlu untuk mengikuti vaksinasi COVID-19. Sebab, kata dia, anggaran besar yang telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk menangani pandemi COVID-19 di tanah air tidak terbuang cuma-cuma.
"Ini penting sekali loh orang ikut vaksinasi ini. Karena jumlah anggaran untuk vaksinasi itu besar. Terakhir menkes paparan di Komisi IX angkanya mencapai Rp134 triliun sekian. Jadi angka itu untuk vaksinasi dan seluruh hal yang berkaitan dengan itu luar biasa besarnya. Jadi harus efektif. Harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Harus betul-betul seusai target yang dicanangkan oleh pemerintah," jelasnya.
Melihat fakta yang terjadi, bagaimana pemerintah menanggapi hal ini? Apakah sudah maksimal melakukan sosialisasi vaksin, atau perlu ditingkatkan lagi. Saatnya evaluasi, mengapa masyarakat yang pada umumnya takut jika terinfeksi virus Corona atau covid-19, namun mengapa ketika ditawarkan vaksin justru ditolak?
Sindonews.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa sosialisasi vaksinasi Covid-19 kurang. Di samping itu, dalam proses sosialisasi memang penuh tantangan.
"Kita jelasin di medsos, mereka enggak buka medsos. Kita jelasin di TV ya mereka pas gak liat tv. Ini juga sulit kadang-kadang. Tapi memang betul, sosialisasi itu memang kurang," katanya dikutip dari akun Youtube Sekretaris Presiden, Sabtu (20/2/2021).
Jokowi mengatakan seringkali sosialisasi yang dilakukan sebatas menyampaikan bahwa vaksin COVID-19 halal dan aman. Padahal ternyata ada hal lain yang perlu dipertimbangkan. Salah satunya masalah psikologis.
Pentingnya Sosialisasi agar Masyarakat Paham
Kebijakan baru yang akan diterapkan tak akan maksimal tanpa ada sosialisasi. Meskipun sudah sosialisasi jika tidak serius, masyarakat banyak mengabaikan. Tidak berarti menolak, hanya karena tidak paham saja. Mana mungkin orang tidak paham mau melakukan. Yang sudah paham saja banyak yang melanggar. Apalagi yang tidak paham. Kalau pun mau melakukan hanya karena ikut-ikutan orang lain.
Jangankan masalah vaksinasi yang tergolong kebijakan baru. Yang termasuk kebijakan lama, macam 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, menghindari kerumunan, masih banyak yang melanggar.
Itu kebijakan penting yang harus ditunaikan setiap individu. Yang sudah disosialisasi sejak lama dan sering diulang, sudah dipahami juga oleh masyarakat tentang pentingnya 3M demi pencegahan atau menekan penyebaran virus Covid-19. Namun mengapa banyak yang mengabaikan? Hingga penularan banyak terjadi. Tersebarnya paparan tak bisa dihindari.
Jika 3M yang merupakan kebijakan lama harus terus disosialisasi, apalagi kebijakan baru tentang vaksinasi. Mana paham masyarakat awam akan pentingnya vaksinasi jika tidak dijelaskan. Orang dewasa tak cukup diberitahu, kalau divaksin itu tidak sakit, kok. Aman, tidak membahayakan. Sedangkan untuk yang muslim ditambahi, vaksin ini halal kok.
Nah, tentunya bukan sekedar itu. Apakah vaksinasi itu? Terbuat dari apa? Manfaat yang akan didapatkan apa setelah divaksinasi? Ada efek samping atau tidak? Dikenai biaya tidak kalau divaksin? Kalau ada penyakit lain, boleh tidak jika divaksin? Pentingnya vaksin itu apa? Sekedar pencegahan diri atau ada manfaat bagi orang lain? Syarat vaksin itu apa? Harus dilakukan swab dulu atau tidak? Jika dilakukan swab dikenakan biaya atau tidak? Bagaimana kalau divaksin ternyata OTG? Apakah setelah divaksin dijamin kebal dari paparan virus Covid-19?
Selain masalah tehnis juga masalah psikis yang dipahamkan. Untuk memahamkan perlu sosialisasi di masyarakat. Tidak semata harus dokter atau para nakes di RS. Mereka sudah disibukkan merawat pasien yang overload.
Pemimpin negeri, wali, pemimpin agama, akademisi, intelektual, guru, pegawai pemerintah, kader PKK, dan berbagai kalangan yang sudah memahami. Hendaklah ikut membantu sosialisasi vaksinasi. Agar masyarakat paham, tidak berfikir negatif. Hanya perlu dipastikan bahan yang dipakai membuat vaksin adalah halal.
Selain itu perlu dijelaskan bahwa vaksin bukan untuk kuratif atau pengobatan Covid-19 tapi hanya sebagai preventif atau pencegahan. Agar tidak semakin banyak terjadi penularan. Jadi jika setelah divaksin ternyata ada yang positip, bisa saja terjadi.
Dalam hal ini menjadi tugas negara untuk menjamin vaksin yang diberikan dalam kondisi aman, tidak berbahaya bagi penerima vaksin. Masyarakat tidak dibebani biaya, baik untuk vaksinnya maupun pemeriksaan swab sebelum vaksin dilakukan. Jangan karena mahal lalu tidak dilakukan skrining yaitu test swab sebelum vaksin dilakukan.
Bagaimana pemerintah Islam menangani wabah agar tidak semakin menyebar?
Pemerintah Islam tidak sibuk debat membuat kebijakan yang membutuhkan waktu lama. Karena wabah bergerak sangat cepat jadi pemerintah harus sigab melakukan tindakan. Ada contoh dari Rasulullah saw dan sahabat yang dulu berhasil menangani wabah tanpa ribet.
Tindakan cepat di awal tanpa menunda yaitu karantina atau lockdown. Semua pintu ditutup agar tidak ada orang luar yang masuk, atau yang di dalam keluar. Yang sakit dipisahkan dari orang sehat. Orang sakit diberikan pengobatan fasilitas memadai agar segera sehat bisa aktivitas kembali.
Sedangkan yang sehat diberikan imunitas dengan makanan bergizi, juga vaksinasi.
Vaksin diberikan dengan cara yang benar, prosedur dan tehnik yang benar, bahan pembentuk vaksin juga dipastikan baik dan halal. Dalam hal ini vaksin dipergunakan sebagai tindakan preventif saja, mencegah agar wabah tidak semakin parah.
Sedangkan wilayah yang aman tetap beraktivitas seperti biasa, baik itu pendidikan, pemerintahan, perekonomian, semua berjalan wajar. Sehingga tidak terjadi ekonomi defisit apalagi inflasi.
Demikianlah jika aturan Islam yang diterapkan dalam pemerintahan. Pemimpin akan sungguh-sungguh menjaga masyarakat. Nyawa seorang muslim sangat berharga dibandingkan dunia seisinya. Jadi harus dijaga semaksimal mungkin.
Jika aturan Islam sedemikian bagusnya meriayah kesejahteraan umat, masihkah mencari alasan untuk menolaknya?
Wallahu a'lam bish shawwab
Tags
Opini