Oleh: Siti Maisaroh (Pemerhati Umat)
Bencana, pelajaran agama yang hanya mengisi waktu satu jam pelajaran di sekolah akan dihilangkan.
Bagaimana tidak sebelumnya dengan kebijakan SKB 3 Menteri yang mengundang polemik berkepanjangan tentang penggunaan pakaian keagamaan di sekolah yang pada salah satu pasalnya menjadikan jilbab bagi siswi muslimah hanya pilihan tidak lagi kewajiban.
Kini kembali publik dibuat terkejut dengan adanya kebijakan yang baru-baru ini dibuat Kemendikbud.
Betapa tidak, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan keterkejutannya melihat perencanaan Peta Jalan Pendidikan Nasional 2020-2035 yang diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Dalam draft terbaru, frasa agama dihilangkan dan digantikan dengan akhlak dan budaya. Tokoh agama, termasuk Ormas, MUI, sangat terkejut dengan konsep ini.
Menurut MUI, di satu sisi para ulama menginginkan dan senantiasa mensosialisasikan umat agar menjadi umat yang taat beragama, salah satunya ya dengan pendidikan agama di sekolah. Namun dengan adanya kebijakan ini, tentu sangat tak sejalan dengan bangsa yang berketuhanan, (Republika.co.id, 7/3/2021).
Hal senada juga disampaikan oleh ustadz Hilmi Firdaus seorang praktisi pendidikan, pemilik sekolah dan pengasuh Ponpes yang sangat keberatan jika frasa agama dihapus dari peta jalan pendidikan nasional 2020-2035 yang diganti dengan pelajaran akhlaq dan budaya, sebab menurutnya cakupan pelajaran agama itu luas bukan saja tentang akhlak, namun tentang ketaatan pada aturan Allah SWT. Dia pun menyerukan untuk menolak kebijakan tersebut dan mengajak seluruh komponen untuk gaungkan tagar tolak penghapusan frasa agama, (Mantra Sukabuminews, 8/3/2021).
Ya, kebijakan Kemendikbud ini memang tak berdasar, maka harus dikritisi dan ditolak, sebab agama merupakan tiang bangsa, tanpa adanya agama, bangunan atau pendidikan yang sudah berjalan akan jatuh dan roboh.
Konsep yang diusung Kemendikbud disebut hanya menyebutkan permasalahan yang berkenaan dengan akhlak dan budaya di Indonesia. Muatan agama, yang sejatinya sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945, tidak lagi menjadi patokan dasar.
Tentu saja kebijakan ini sangat membahayakan generasi muda harapan bangsa ke depan. Lambat laun generasi akan semakin jauh dari ajaran agamanya, yang ada pendidikan agama seperti saat ini saja kerusakan moral dan kenakalan remaja marak terjadi tanpa terkendali.
Apalagi dengan menghapus pendidikan agama di sekolah, akan seperti generasi bangsa ini ke depannya. Maka dengan ini meminta kepada pihak terkait dan khususnya Kemendikbud untuk segera meninjau dan membatalkan kebijakan yang telah dibuat.
Tak patut jika ada sekularisasi yang memisahkan agama dari ranah publik apalagi di sektor pendidikan di negeri yang mayoritas Muslim ini. Hendaknya pendidikan agama lebih dikentalkan untuk membentuk pribadi insan beriman dan bertakwa, bukan malah justru dihilangkan.
Bukankah agama yang akan membentuk individu takwa, berakhlak dan berkepribadian Islam, cerdas dan sholeh? tidakkah peradaban mulia saat Islam menjadi pemimpin dunia yang menerapkan sistem pendidikan Islam telah nyata dan sukses membentuk generasi emas peradaban?
Sistem pendidikan Islam tegak di atas asas akidah Islam yang sahih dan kokoh. Di mana Islam mengajarkan bahwa seorang muslim memiliki keyakinan bahwa manusia, kehidupan dan alam semesta adalah ciptaan Allah Ta’ala. Dan bahwa apa yang ada sebelum kehidupan dunia, serta apa yang ada setelahnya, berkaitan dengan apa yang dilakukan manusia di dunia. Yakni dalam bentuk hubungan penciptaan dan pertanggungjawaban kelak di akhirat.
Maka akidah inilah yang menjadikan kehidupan ini harus berjalan sesuai syariah, kehidupan saling berhubungan dengan keakhiratan. Semua sistem kehidupan sejalan dengan sistem aturan Ilahi, termasuk dalam konteks sistem pendidikan, akidah ini mengarahkan visi pendidikan Islam sebagai washilah untuk melahirkan profil generasi terbaik yang paham tujuan penciptaan. Yakni sebagai hamba Allah yang berkepribadian Islam dan sebagai khalifah yang punya skill dan kecerdasan untuk membangun peradaban cemerlang.
Sistem pendidikan Islam bukan saja akan membekali siswanya dengan berbagai keterampilan dan keahlian di berbagai bidang kehidupan masyarakat. Namun, juga mampu berdikari menciptakan peluang usaha. Kurikulum dibuat untuk mewujudkan tujuan pendidikan yang sahih. Yaitu, lahirnya manusia berkepribadian Islam, menguasai tsaqafah Islam dan ilmu-ilmu kehidupan.
Visi inilah yang kemudian diturunkan dalam kurikulum pendidikan Islam di setiap tingkatannya, berikut metoda pembelajarannya. Yang dalam penerapannya di-support penuh oleh negara dengan berbagai sarana dan prasarana penunjang. Termasuk para pendidik yang punya kapasitas dan kapabilitas mumpuni.
Bahkan negara akan mendukung sedemikian maksimal, hingga para guru, para ilmuwan dan peneliti diapresiasi dengan gaji dan insentif yang tinggi. Begitupun dengan para siswanya.
Merekapun diberi fasilitas serba gratis, yang membuat mereka benar-benar fokus dalam tugasnya masing-masing. Baik sebagai pendidik dan arsitek generasi, maupun sebagai pembelajar yang siap berkhidmat untuk umat dan peradaban.
Sejarah telah mencatat bagaimana sistem Islam dengan sistem pendidikannya telah sukses dan terbukti berhasil mencetak para ilmuan dan tak hanya sholeh dalam hal akhirat, namun juga cerdas dan terampil dalam hal duniawi. Maka jika ada kebijakan yang malah menghilangkan pendidikan agama di sekolah, bukan sebuah kebaikan bagi bangsa ini, justru hanya akan mengahancurkan generasi muda bangsa.
Wallahu a’lam bishshawab.