Oleh : Izzatil Khasanah
(Pemerhati Keluarga dan Generasi)
Keputusan Presiden memberikan izin
investasi untuk industri minuman keras (miras) atau beralkohol dari skala besar
hingga kecil di 4 Provinsi di Indonesia dengan tetap memperhatikan budaya
kearifan lokal mendapat penolakan dari berbagai golongan.
Sebab kebijakan itu dinilai bakal
menyebabkan kerusakan hingga kerugian pada masyarakat (www.teras7.com/2/3/2021).
Hal senada juga disampaikan oleh
Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kalimantan
Selatan (Kalsel) H Muhammad Lutfi Saifuddin menolak pembukaan investasi minuman
keras (miras) yang dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun
2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.
Dalam Perpres itu, pemerintah
memperbolehkan pemodal asing berinvestasi di industri miras di Papua, Nusa
Tenggara Timur (NTT), Bali, dan Sulawesi Utara. Menurutnya, pemerintah seharusnya
melarang peredaran miras karena sudah ada larangan dari agama. Namun,
pemerintah justru membuka investasi untuk industri miras (klikkalsel.com/2/3/2021).
Siapa yang tidak tahu Indonesia
negeri mayoritas muslim? Negeri yang katanya beradab bahkan Islam Indonesia
menjadi model Islam di dunia.
Semua pernyataan diatas adalah
bentuk penolakan. Namun secara jelas, kebijakan yang diterapkan oleh penguasa
terus menunjukkan ke arah kapitalisme.
Bagaimana tidak? Belum juga RUU
larangan minol (minuman beralkohol) yang penuh intrik digolkan, muncul Perpers
yang melegalkan investasi miras.Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan
Presiden (Perpres) 10/2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Beleid yang
merupakan aturan turunan dari UU 11/2020 tentang Cipta Kerja ini telah
ditandatangani Presiden dan mulai berlaku per tanggal 2/2/2021. (gelora.co,
25/2/2021)
Industri minuman keras masuk
sebagai daftar positif investasi (DPI) urutan ke-31. Penanaman modal dapat
dilakukan pada provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, dan Papua
dengan memperhatikan budaya dan kearifan setempat. Lantas, apakah hal ini dapat
dibenarkan? Mengingat miras kerap kali menjadi pemicu banyaknya terjadi tindak
kejahatan, terlebih lagi 100% haram bagi umat Islam.
Bukankah penguasa negeri ini
muslim? Mayoritas rakyatnya juga muslim. Mengapa tetap diputuskan kebijakan ini?
Siapa yang diuntungkan dan siapa yang dikorbankan?
Pemerintah tidak menghiraukan lagi
kebaikan dan kemaslahatan serta kesejahteraan bagi masyarakat luas. Dampak
buruk dari meluasnya peredaran miras tak menjadi perhitungan mereka. Yang
penting “fulus” terus mengalir dengan deras ke kantong-kantong para kapitalis
dan demi sokong ekonomi negara.
Dengan legalitas ini, publik makin
ketar-ketir karena peredaran miras akan makin masif di tengah masyarakat. Lewat
Perpres, industri haram ini dilindungi negara, sementara perlindungan atas
keselamatan dan kebaikan generasi dipertaruhkan.
Inilah salah satu kekacauan yang
terjadi ketika negeri tak dipimpin pemimpin yang taat syariat dan menerapkan
sistem Islam. Begitu mudah menetapkan kebijakan yang bertentangan dengan hukum
Allah. Padahal, sudah jelas haram dalam Islam.
Tapi inilah yang terjadi, negeri
mayoritas muslim terbesar ini telah lama meninggalkan Islam sebagai aturan
kehidupan. Penguasanya lebih condong memilih hukum yang diambil dari
keputusan manusia, tak memandang halal atau haram.
Penguasa hanya memandang investasi
semata, untung rugi yang utama. Meski Nabi saw. telah bersabda,
“Allah melaknat minuman keras,
orang yang mengonsumsinya, yang menuangkannya (kepada orang lain), penjualnya,
pembelinya, pemerasnya, orang yang meminta untuk memeraskannya (membuat minuman
keras), pembawanya, orang yang meminta untuk membawakannya, dan orang yang
memakan hasil dari penjualannya.” (HR Abu Daud dan Al-Hakim)
Umar bin Al-Khaththab ra.
menjelaskan bahwa khamr (minuman keras) dapat menutupi dan menghalangi
akal untuk berpikir dengan jernih. Selain itu, sebab keharamannya ialah dapat
memabukkan.
Hanya sistem Islam yang di
terapkan secara kaffah yang mampu menjaga manusia dari segala keharaman dan
membantu mengamalkan kebaikan. Khalifah tak akan memberi ruang sedikit pun
bagi perbuatan haram untuk dilakukan.
Tidak akan ada industri minuman
keras yang berani berdiri. Tidak akan ada investasi haram yang menjadikan
rakyat serta generasi rusak. Khalifah dan seluruh jajarannya akan menjadikan
negeri berkah penuh rahmat jauh dari maksiat. Insyaallah.