Oleh: Rindoe Arrayah
Kembali, masyarakat dikejutkan dengan kasus prostitusi yang melibatkan anak-anak didalamnya. Mereka menjadi korban atas janji yang seolah menguntungkan. Kasus ini semakin tinggi dari tahun ke tahun. Jumlah anak-anak yang dilibatkan dalam protitusi terus meningkat.
Polda Metro Jaya menggerebek sebuah hotel milik artis Cynthiara Alona di Tangerang Kota, Banten. Setelah ditelusuri lebih jauh, ternyata hotel tersebut menjadi sarang prostitusi anak.
Penggerebekan itu dilakukan pada Selasa (16/3/2021). Saat melakukan penggerebekan, polisi mengungkap 30 kamar di Hotel Alona penuh terisi anak-anak korban eksploitasi seksual. Sebanyak 15 anak di bawah umur pun diamankan.
"Korban ada 15 orang, adalah semua anak di bawah umur yang rata-rata 14, 15, 16 tahun," ungkap Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus kepada wartawan di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (19/3/2021).
"Motifnya di masa COVID ini hunian hotel sepi, sehingga biar operasional bisa berjalan ini yang terjadi. Ini yang dia lakukan dengan menerima kasus-kasus untuk melakukan perbuatan cabul di hotelnya sehingga biaya operasional hotel bisa berjalan. Ini motif menurut tersangka," ungkapnya Yusri (detik.com, 21/3/2021).
Jika melihat fakta yang sungguh menyesakkan dada, maka penyelamatan generasi tak sepenuhnya tanggung jawab keluarganya semata. Namun, masyarakat dan negara pun memiliki peran yang sama. Ketiganya perlu dioptimalkan perannya. Jika peran ketiga aspek ini berkurang, bahkan hilang, para generasi bisa salah arah menentukan jati diri.
Kondisi pandemi yang tidak bisa diprediksi kapan akan berakhir memberi pengaruh yang sangat luar biasa pada perekonomian keluarga. Hal inilah yang menjadikan para ibu ikut terjun membantu ayah mencari penghasilan tambahan.
Bermula dari sini pula yang mengakibatkan anak-anak kurang mendapatkan perhatian penuh dari kedua orang tuanya. Akhirnya, anak-anak mencari pelarian pada hal-hal yang mengkhawatirkan. Hidupnya sangat disibukkan dengan handphone. Mereka sudah terbius dengan media sosial yang seolah bisa memberi ketenangan di saat mereka butuh perhatian.
Selain keluarga, masyarakat juga memiliki peran penting. Kondisi masyarakat yang tak acuh, terkesan individualis tak lagi memerhatikan dan mengontrol anak-anak yang terlihat jauh dari agama atau yang berkelakuan menyimpang.
Lebih parahnya, masyarakat saat ini justru memengaruhi kondisi anak ke sikap negatif. Masyarakat hedonis memengaruhi pergaulan anak-anak sehingga membuat mereka ingin hidup glamour.
Masyarakat kapitalis yang menilai semua dengan uang tak akan menolong orang yang kesusahan dengan cuma-cuma. Ini tentu memaksa mereka mendapatkan uang dengan segala cara. Ibaratnya, tanpa uang mereka tak bisa hidup tenang.
Negara juga memiliki peran luar biasa. Kebijakan negara yang seringkali berganti dalam menangani pandemi serta tidak diikuti perhatian kebutuhan dan kesulitan rakyat, makin menambah sulit keadaan. Apalagi negara tidak maksimal memenuhi kebutuhan masyarakat. Riba telah menjerat negara dalam memenuhi kebutuhan di masa pandemi. Hingga akhirnya negara terus masuk ke jebakan utang.
Kekayaan alam yang harusnya dapat dipakai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, malah dikelola asing. Hasil tambang, hutan, dan lautan banyak dinikmati asing. Kalaupun dimanfaatkan negara, malah diekspor ke luar demi memperbanyak cadangan devisa. Rakyat tak mendapat sediki pun, nasib rakyat jadi tak terpenuhi.
Semua itu karena penerapan demokrasi. Demokrasi membuat wakil rakyat seenaknya membuat aturan. Atas inisiatif benar dan salah menurut pandangan akal, mereka memutuskan aturan. Tak peduli aturan itu menyengsarakan rakyat miskin. Kebenaran dalam demokrasi menjadi relatif. Walhasil beda pemimpin akan menghasilkan kebijakan yang berbeda pula. Semua tergantung kepentingan.
Wajar jika anak-anak mereka kesulitan dalam biaya sekolah, bahkan untuk memenuhi kebutuhan peralatan sekolah. Bantuan ke sekolah juga terbatas, karena keuangan negara tak mencukupi memenuhi semua kebutuhan. Itu pun negara mendapatkannya dengan jalan utang riba.
Itulah buah demokrasi, yang menjadikan untung rugi materi sebagai solusi. Anak-anak pun terpengaruh memilih cara instan untuk menyelesaikan masalah mereka. Tak memandang baik atau buruk, benar atau salah.
Khilafah sebagai sistem pemerintahan Islam tentu berlawanan dengan demokrasi. Khilafah memiliki landasan akidah Islam. Di mana segala kebijakan Khilafah lahir dari aturan Islam. Aturan yang dibuat berdasar Al-Qur’an dan Sunah.
Abdullah bin Umar berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Kalian semua adalah pemimpin dan bertanggung jawab terhadap rakyat yang dipimpinnya. Seorang raja memimpin rakyatnya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya itu. Seorang suami memimpin keluarganya, dan akan ditanya kepemimpinannya itu. Seorang ibu memimpin rumah suaminya dan anak-anaknya, dan dia akan ditanya tentang kepemimpinannya itu. Seorang budak mengelola harta majikannya dan akan ditanya tentang pengelolaannya. Ingatlah bahwa kalian semua memimpin dan akan ditanya pertanggung jawabannya atas kepemimpinannya itu.” (HR Bukhari)
Khalifah sebagai seorang pemimpin menyadari kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan. Ia memahami tugas pemimpin adalah mengurusi urusan rakyat. Tentu semua itu harus disandarkan pada aturan Islam.
Sehingga, untuk menjaga generasi, Khalifah akan memaksimalkan peran keluarga, masyarakat, dan negara. Dalam Islam, keluarga memiliki fungsi pendidikan pertama. Keluarga yang memiliki iman akan mendidik anak-anaknya agar ketika dewasa mampu membedakan benar dan salah dari sudut pandang syariat.
Dalam memenuhi kebutuhan, ayah akan bertindak sebagai kepala keluarga. Ayah akan mencari pekerjaan yang halal untuk memenuhi kebutuhan. Sedang ibu akan menjalani perannya sebagai al umm warabatul bait. Ibu akan mendidik anak-anaknya. Dengan begini, keluarga akan berjalan sesuai koridor Islam.
Dari sisi masyarakat, perannya adalah pengontrol, baik kebijakan pemerintah maupun individu. Jika ada anak yang memiliki perilaku berlawanan dengan hukum syara’, masyarakat akan mengingatkannya. Masyarakat juga akan selalu mengontrol dan mengingatkan kebijakan pemerintah jika bertentangan dengan hukum syara’ atau menzalimi rakyat.
Khalifah sendiri akan menerapkan aturan sesuai syara’. Masalah pemenuhan kebutuhan rakyat seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan akan diperhatikan. Pendidikan akan dipenuhi secara gratis baik sarana maupun prasarananya. Hingga perlengkapannya jika harus melakukan PJJ.
Dana yang dipakai adalah uang yang berasal dari baitulmal. Baitulmal sendiri mengumpulkan uang dari pengelolaan SDA oleh negara. Selain itu baitulmal juga mengumpulkan harta dari jizsyah, kharaj, maupun fai.
Sistem pendidikan juga dibuat berdasarkan Islam. Keimanan kepada Allah dijadikan sebagai landasan setiap pelajaran. Hal ini dapat menguatkan anak-anak agar tidak terpengaruh dunia yang fana.
Di samping itu, Khilafah juga akan menyiapkan aturan tegas. Jika ada yang melanggar syariat Islam, tak segan untuk langsung ditindak. Seperti hukuman cambuk bagi pezina yang belum menikah dan hukuman rajam bagi pezina yang sudah menikah. Sehingga orang-orang hidung belang tak berani lagi memanfaatkan anak-anak yang tak berdosa.
Dari pemaparan fakta di atas, telah nyata adanya, jika syari’at Islam adalah solusi satu-satunya dalam memecahkan berbagai problematika, termasuk masalah prostitusi. Untuk itu, mari senantiasa istiqamah di jalan dakwah agar Islam bisa diterapkan kembali menjadi sistem kehidupan yang akan mengantarkan manusia pada keberkahan.
Wallahu a’lam bishshowab.