Prostitusi Anak Makin Marak. Dimana Peran Negara?



Oleh Fatimah Ummu Aqilah



Lagi dan lagi. Sungguh miris mendengar kabar seperti ini. Penggerebekan kasus prostitusi online kembali terjadi.

Kali ini terjadi di hotel Alona milik seorang pesohor negeri Cynthiara Alona. Terdapat sekitar 15 anak dibawah umur yang menempati 30 kamar hotel bersama para lelaki hidung belang. 


Dilansir dari laman resmi CNN Indonesia 19/03/2021, anak-anak dibawah umur tersebut berusia sekitar 14 sampai 16 tahun. Saat ini, belasan anak itu telah dititipkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani di bawah naungan Kementerian Sosial.


Dengan alasan sepi pengunjung karena Covid-19 19,  Sang selebritis menjadikan hotel yang sebelumnya sebagai tempat kost itu, diubah menjadi tempat maksiat agar  biaya operasional hotel tertutupi.


Berlindung Dibalik Pandemi

Pandemi Covid-19 yang setahun belakangan ini melanda dunia, memang meninggalkan berbagai peristiwa yang beraneka ragam. Suka dan duka.


Tidak jarang, wabah Covid-19 ini dijadikan sebagai alasan sebagian orang untuk menghalalkan berbagai macam cara untuk mendapatkan keuntungan. Termasuk kasus prostitusi online.


Sebagian dari mereka yang tidak memahami syariat, apapun akan dilakukan. Tidak peduli halal atau haram. Asal mampu bertahan hidup di tengah kesempitan ekonomi yang kian menghimpit.


Pentingnya Peran Negara

Kemaksiatan termasuk didalamnya perzinahan, adalah aktivitas yang jelas-jelas mendatangkan murka Allah Swt. Rasulullah saw. bersabda:

إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِيْ قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ

"Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri". (HR al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani).


Oleh karena itu, berbagai upaya untuk menolak kemaksiatan tersebut wajib dilakukan. Namun demikian, kerasnya penolakan masyarakat terhadap berbagai macam kasus seperti ini tidak serta merta menghentikan praktik kemaksiatan yang ada.


Adanya bekingan yang kuat dari oknum aparat atau dengan alasan telah membayar pajak pada petugas berwenang membuat kasus-kasus semacam ini tidak tersentuh hukum.


Oleh sebab itu, negara sebagai penanggung jawab dan penjaga moralitas masyarakat wajib berada di garda terdepan untuk menghilangkan segala bentuk kemaksiatan.


*lKapitalisme Biang Kemaksiatan


Tidak bisa dipungkiri, saat ini kita hidup di tengah-tengah kungkungan sistem yang tidak Islami. Berbagai kemaksiatan termasuk didalamnya perzinahan masuk dalam pusaran bisnis yang menggiurkan.


Gaya hidup hedonisme dan konsumtif yang dipertontonkan di berbagai media,  mendorong individu -yang tidak memiliki pondasi agama yang baik- melakukan apapun demi untuk memenuhi tuntutan gaya hidupnya. Termasuk menjajakan diri sendiri. Naudzubillahi min dzalik.


Sistem kapitalisme yang berpijak pada asas sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan), tidak menjadikan halal dan haram sebagai standar perbuatan. 

Selama menguntungkan dan tidak merugikan orang lain, perbuatan apapun meski dilarang oleh agama akan tetap dilakukan.


Akibatnya, kasus prostitusi online seperti ini akan terus ada selama ada yang membutuhkan dan menguntungkan pihak-pihak tertentu.


Kembali Kepada Sistem Islam


Berharap kepada sistem kapitalisme untuk menyelesaikan berbagai kemaksiatan, ibarat mengharapkan ikan untuk hidup di darat. Sesuatu yang mustahil terjadi.


Oleh karena itu, kembali kepada aturan Islam adalah harga mati bagi seorang muslim. Karena hanya Islam saja yang mampu menuntaskan berbagai macam problematika manusia.


Dalam Islam, individu masyarakat akan dibentuk menjadi masyarakat yang takwa. Hanya takut kepada Allah Swt. Sehingga tidak berani melakukan kemaksiatan.


Masyarakat pun akan menjadi masyarakat yang peduli dengan kondisi sekitar. Peka terhadap apa yang terjadi di lingkungan tempat tinggalnya. Sehingga amar makruf nahi mungkar berjalan dengan baik.


Namun yang lebih penting adanya peran negara melalui sanksi yang tegas pada pelaku kemaksiatan. 


Dalam Islam, para pezina jika dia belum menikah akan dihukum cambuk 100 kali. Lalu diasingkan selama satu tahun.

Rajam sampai mati diberlakukan pada pelaku zina yang telah menikah.

Sanksi yang tegas akan diberikan kepada mucikari dan siapapun yang telah memfasilitasi perzinahan tersebut.


Hukuman tersebut diberikan secara tegas, tidak pandang bulu dan eksekusi hukumannya disaksikan oleh khalayak ramai sebagai efek jera bagi yang lain agar tidak melakukan hal yang serupa.


Inilah hukuman yang Allah Swt tetapkan. Tidak ada sedikitpun belas kasihan pada pelaku kemaksiatan terlebih lagi pada orang-orang yang melibatkan anak-anak dibawah umur. 


Sedangkan anak-anak dibawah umur yang menjadi korban jika mereka dipaksa berzina akan dilakukan recovery mental dan pendampingan yang maksimal oleh negara untuk menyembuhkan trauma mereka hingga mereka dapat melanjutkan hidupnya kembali dengan normal.


Selain sanksi yang tegas, Islam pun akan menjamin pemenuhan hak-hak hidup masyarakat. 


Penerapan sistem ekonomi Islam akan menjamin pemerataan distribusi bahan pangan terlebih di masa pandemi. Dengan harga yang terjangkau dan berkualitas. Sehingga tidak ada alasan bagi warga negaranya untuk melakukan kemaksiatan karena tuntutan perut yang tidak terpenuhi.


Begitulah Islam menyelesaikan kemaksiatan yang ada di tengah masyarakat. Hal ini bukan sekedar halusinasi namun terbukti pernah diterapkan sejak 14 abad yang lalu.


Wallahu a'lam bishshawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak