Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Keluarga Dan Sosial
Baru-baru ini Kementrian Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan anak (PPPA) Mengatakan bahwa setiap daerah baik provinsi, kabupaten maupun kota harus lebih gencar mewujudkan langkah kongkret menurunkan angka perkawinan anak. Bahkan, Deputi tumbuh kembang anak kementrian PPPA, Lenny N.Rosalin, di acara dialog bertema pencegahan perkawinan anak secara virtual yang diselenggarakan pada 15 pebruari 2021 kemarin mengatakan masalah perkawinan anak menjadi masalah yang sangat kritikal. Hal ini dikarenakan banyak sekali daerah yang masih menunjukkan angka tinggi untuk jumlah perkawinan anak nya. (www.kompas.com, 15/2/2021)
Masih dari sumber yang sama, saat ini Indonesia tercatat berada di perangkat ke 7 dunia dan ke 2 di Asean dengan angka perkawinan anak tertinggi. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sepakat untuk menaikkan batas usia minimum perempuan untuk menikah dari 16 hingga 19 tahun dalam upaya untuk mengekang angka perkawinan anak. India memiliki angka absolut pernikahan anak tertinggi di dunia, hal ini dikarenakan beberapa faktor, termasuk kurang nya akses terhadap pendidikan dan norma gender yang kaku. Berbagai penelitian menyarankan setidak nya ada tiga tindakan yang diperlukan, yang pertama menyediakan akses pada pendidikan formal, kedua mengedukasi anak muda tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi seksual dan yang ketiga mempromosikan kesetaraan gender di tingkat akar rumput.
Di dalam Islam, menikah merupakan sunnah Rasul dan tidak disebutkan berapa batas usia ideal untuk perkawinan, namun sudah harus mencapai umur baligh. Pada saat anak-anak remaja telah siap maka secara otematis wajib menikahkannya. Namun kembali lagi kepada pemahaman mereka akan tanggung jawab dalam berumah tangga dan hukum syariat, untuk membentuk ketaatan kepada Allah SWT maka untuk mewujudkan keluarga yang taat haruslah di mulai dari pendidikan rumah serta lingkungan yang taat pula. Dalam hadist Rosul SAW bersabda “Wahai para pemuda! Siapa saja di antara kalian yang sudah mampu maka menikahlah, karena pernikahan itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Jika belum mampu maka berpuasalah, karena berpuasa dapat menjadi benteng (dari gejolak nafsu),” Hadis Riwayat Al-Bukhari dan Muslim.
Kemampuan dalam menikah bukan hanya sebatas keinginan untuk memenuhi kebutuhan biologis semata tapi harus memahami bahwa pernikahan adalah melaksanakan kewajiban setelah menikah seperti kewajiban suami terhadap istri dan anak-anaknya maupun kewajiban istri terhadap suami dan anak-anaknya. Menikah di dalam Islam adalah salah satu juga mencegah berhubungan secara bebas seperti yang banyak terjadi saat ini yang pada ujung-ujungnya juga berhubungan seperti suami istri yang banyak di lakukakn remaja-remaja saat ini. Yang mengakibatkan aborsi yang begitu meningkat belum lagi dosa yang harus ditanggung karena perbuatan dosa tersebut.
Inilah mengapa Islam sangat menjaga pergaulan antara laki-laki dan perempuan (lawan jenis) karena untuk melindungi terjadinya perbuatan dosa akibat dari pergaulan bebas (zina). Allah SWT berfirman sebagai berikut “ Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”. Q.S. Al-Israa’:32
Solusi dalam islam adalah melindungi anak-anak dan remaja dalam pergaulam bebas Sejarah gemilang sistem Islam terbukti mampu menjamin semua itu, Langkah nyata yang tepat untuk melakukan evaluasi mendasar yang menyeluruh terhadap hasil kebijakan terkait perlindungan anak. Bila banyak kebijakan yang kontradiktif dan kontraproduktif dengan misi perlindungan anak,selayak nya semua pihak berkomitmen untuk melakukan perubahan. Perubahan tersebut bukan sekedar revisi perundang undangan anak atau menggagas peraturan baru, namun yang dibutuhkan adalah perubahan sistem yang mendasar.
Islam, sebagai jalan hidup yang sempurna memiliki sistem yang menjadi pelindung umat. sistem itu menjamin kebutuhan dasar umat hingga terwujudnya kesejahteraan, ksistem islam tidak akan berkompromi dengan kepentingan materi dan membiarkan merebak nya pemikiran maupun perilaku rusak, seperti kekerasan dan kepornoan di tengah umat. Islam terbukti kompatibel mengayomi negara plural sejak Rasul memerintah madinah.
Maka, masalah perkawinan anak, tidak bisa diselesaikan dengan satu sudut pandang saja. Karena penyebabnya sangat komplek dan terkait sistem. Maka mengebiri bahkan mengkriminalisasi pernikahan dini, justru akan menambah masalah tanpa mendatangkan solusi.
Wa’allahualam bi ash shawab