Oleh: Hamnah B. Lin
Seakan mematikan kebakaran dengan menyiram bahan bakar, bukanlah membuat mati api, namun malah makin mengobarkan kebakaran. Inilah yang terjadi pada umat, umat menghadapi berbagai permasalahan, bukannya menyelesaikannya dari mulai akarnya, namun malah justru makin memperuncing permasalahan. Utamanya permasalahan terkait kebijakan-kebijakan yang dibuat penguasa. Yang notabene kebijakan ini menjerat setiap umat untuk menjalankannya. Karena saat ini dunia telah diatur oleh aturan Kapitalisme, tak terkecuali Indonesia sebagai negeri yang berpenduduk muslim.
Kapitalisme tegak dengan bertumpu pada tiga hal. Pertama: memisahkan urusan kehidupan dengan agama. Kedua: menjadikan manfaat sebagai tolok ukur perilaku dan segala sesuatu. Ketiga: mengukur kebahagiaan berdasarkan pemenuhan kemanfaatan yang bersifat materi saja.
Dengan ini pula barat dan beberapa negeri muslim sebagai pengemban atau penjaja ideologi kapitalisme memandang perempuan. Mereka meminggirkan agama untuk mengatur masalah perempuan, mereka menilai kemuliaan perempuan dengan ukuran kemanfaatan secara materi saja, nilai kemuliaan perempuan ada pada wajah cantiknya saja. Perempuan yang bisa memberikan kontribusinya dalam ekonomi, itu merupakan kemuliaan baginya. Intinya perempuan menjadi mulia dan ideal jika bisa memberikan kemanfaatan fisik(materi) kepada semua pihak. Inilah pandangan kapitalis terhadap perempuan.
Kalau kita mau lebih teliti, sebenarnya itu adalah perangkap yang diciptakan kapitalis atas nama kemuliaan perempuan. Namun, alih-alih menjadi mulia dan maju, justru fakta berbicara para perempuan ini makin hina dan jauh dari tuntunan syariah, dimana ketundukan terhadap syariat atau aturan Allah SWT sejatinya adalah kewajiban atas setiap muslim.
Maka Islam sebagai agama sekaligus pedoman dalam kehidupan kita, telah mengatur secara sempurna, bagaimana mengatur urusan perempuan. Mulia sendiri adalah sebuah predikat yang sangat tinggi. Mulia tidak bisa diberikan kepada sembarang manusia, juga sepatutnya tidak ditentukan oleh manusia itu sendiri. Karena, pandangan manusia itu terbatas, serba lemah dan juga bisa keliru.
Oleh karena itu, ukuran kemuliaan perempuan harus berasal dari penciptanya, yaitu Allah SWT. Dialah yang menciptakan perempuan dan yang memahami tujuan dari penciptaannya. Jika tujuan penciptaan manusia adalah untuk menyembah Allah SWT maka derajat kemuliaan manusia seharusnya ditentukan dari seberapa besar ia dapat menghambakan dirinya di hadapan Sang Khalik. Maka dari sinilah konsep takwa seharusnya menjadi tolok ukur kemuliaan seseorang. Karena, takwa hakikatnya adalah ketundukan seorang hamba di hadapan Allah SWT. Sebagaimana Firman Allah SWT dalam QS. Al-hujurat [49]: 13, yang artinya: "Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kalian. Sesungguhnya Allah Mahatahu lagi Maha Mengenal".
Maka ketika Islam mengukur kemuliaan perempuan dari ketakwaannya, penampilan fisik bukanlah menjadi patokannya. Kecantikan juga adalah bagian dari qadha dari Allah SWT, yang itu berarti manusia hanya bisa pasrah dengan ketetapan itu. Tentu menjadi tidak adil jika kemudian kecantikan menjadi tolok ukur, karena Allah telah memberikan kecantikan pada sebagian dan tidak kepada sebagian. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah tidak memandang rupa/fisik dan harta kalian, tetapi Allah memandang hati dan amal kalian". (HR. Muslim)
Perempuan dengan tugas utamanya menjadi ibu serta pengatur dan penjaga rumah tangga, lewat inilah sejatinya Islam ingin memuliakan perempuan. Islam juga memuliakan perempuan dengan menjamin hak-haknya sebagai manusia. Islam menjamin hak perempuan untuk dilindungi kehormatan, akal, harta, jiwa, agama, keamanannya, mendapat pendidikan, kesehatan, kesejahteraan dan hak politiknya.
Pertama, jaminan terhadap kehormatan. Melalui hukum-hukum yang menyangkut pergaulan antar lawan jenis, Islam telah menjaga perempuan agar kehormatannya terlindungi. Diantaranya, Islam mewajibkan perempuan untuk menutup aurat, mengenakan jilbab dan kerudung jika keluar rumah, menundukkan pandangan, tidak tabaruj, tidak berkhalwat, bersafar lebih dari sehari semalam harus disertai mahram, dan lain-lain. Hukum-hukum ini bukanlah bentuk pengekangan terhadap perempuan, namun justru Islam ingin memuliakannya, karena perempuan dapat beraktifitas dengan tenang dan tanpa ancaman. Sebab, mereka yakin bahwa Allah SWT akan melindunginya, karena dia telah terikat dengan aturan Allah SWT.
Kedua, jaminan kesejahteraan. Saat perempuan mendapatkan tugas utama sebagai ibu dan pengatur rumah tangga, maka perempuan tidak lagi dibebani tugas untuk bekerja menghidupi dirinya sendiri. Karena tugas itu telah dibebankan kepada lelaki-suaminya, ayahnya ataupun saudaranya. Namun, perempuan tetap boleh bekerja dan memainkan peran lain dalam kehidupan bermasyarakat. Misal dokter, guru, perawat, hakim, polisi perempuan adalah pekerjaan yang bisa ditekuni oleh perempuan.
Ketiga, jaminan untuk memperoleh pendidikan. Dalam Islam menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap orang. Bahkan bagi para muslimah penting untuk memiliki pendidikan Islam, sebagai sumber pengetahuan pertama bagi anak-anaknya.
Keempat, jaminan berpolitik. Perempuan telah diperintahkan oleh Islam untuk beraktivitas politik dan beramar makruf nahi mungkar kepada penguasa (QS. Ali imran 3: 104). Permpuan dalam Islam berhak memilih pemimpin yang menjalankan syariat Islam yakni Khilafah, memilih dan dipilih menjadi anggota majelis umat, atau menjadi bagian dari partai politik Islam. Namun, perempuan tidak boleh menjabat yang berkaitan dengan kekuasaan pemerintahan.
Kelima, jaminan untuk kelangsungan keturunan. Melalui hukum-hukum tentang nasab, Islam telah memuliakan perempuan untuk memperoleh keturunan yang syah. Yakni melalui pernikahan Syar'i, perempuan mendapatkann hak-haknya sebagaimana laki-laki mendapatkan hak-haknya dari istrinya
.
Keenam, jaminan ketika perempuan berada di ruang publik. Islam memuliakan perempuan dengan jaminan di bidang peradilan. Islam juga membolehkan perempuan untuk berjihad.
Begitu sempurna Islam mengatur perempuan, demi menjaga kemuliaan perempuan sendiri. Namun seluruh aturan itu akan bisa terlaksana jika sistem peraturannya menggunakan Alquran dan Assunnah. Karena kesempurnaan dalam mengatur perempuan hanya berasal dari Allah SWT. Adalah Khilafah, sistem pemerintahan Islam yang berlandaskan Alquran dan assunnah dalam membuat aturan negara, individu dan masyarakatnya.
Wallahu a'lam biashawwab.