Oleh : Luthfi K.K*
Partai Politik dimaknai sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama, namun dalam kenyataannya ternyata juga bisa terjadi perbedaan pendapat dalam masalah internal parpol yang sampai bisa menyebabkan kekisruhan dalam pemerintahan.
Partai Demokrat terancam mengalami dualisme setelah segelintir kader dan mantan kader menggelar Kongres Luar Biasa di Deli Serdang, Sumatera Utara. KLB Demokrat itu mengangkat Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menjadi Ketua Umum Partai Demokrat periode 2021-2025. Mahfud MD menyatakan, pemerintah saat ini masih menganggap peristiwa KLB Sumut sebagai persoalan internal PD. Sebab, belum ada laporan atau permintaan legalitas hukum baru kepada pemerintah dari Partai Demokrat (detik.com).
Peran parpol secara umum yakni menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat dan mengaturnya sedemikian rupa, sehingga urusan rakyat akan segera terpenuhi dan terselesaikan.
Jika yang diurusi bukanlah urusan rakyat tapi malah urusan bagaimana naik jabat nambah kekuasaan, bagaimana bisa mereka meneyebut dirinya wakil rakyat? Lalu siapa yang akan menjadi korban dari buah dualisme yang terjadi di parpol ini? Pastilah rakyat, kenapa? Karena mereka sibuk dengan urusan mereka sendiri. Kalau sudah begini bisa jadi nantinya pembubaran diri dari partai itu sendiri.
Kenapa hal itu bisa terjadi? Maka akan dikembalikan bagaimana falsafah partai itu bisa terbentuk atau lahir, jika falsafahnya yang diambil sudah salah, mengambil demokrasi sebagai landasannya, sedang demokrasi berinti pada kekuasaan milik rakyat dan kedaulatan milik rakyat.
Jika kekuasaan milik rakyat, partai akan mengandalkan suara rakyat untuk menang dalam kompetisi pemilu, kedaulatan milik rakyat, wakil rakyat yang berasal dari partai tadi akan membuat kebijakan di kursi dewan, tentu saja kebijakan yang menguntungkan partai bukan rakyat.
Kemudian metode dan tujuan yang hanya melirik kekuasaan, bagaimana cara mendapatkan kekuasaan dengan menarik perhatian rakyat, mengambil suaranya agar dukungan semakin lebar, ketika sudah naik pada jabatannya rakyat dilupakan. Orang-orang yang berada di partai yang tak sejalan visi dan misinya, tentu saja mudah bagi partai ini untuk tercerai-berai. Kalau sudah begini masih pantaskah menyebutnya sebagai partai politik?
Yang benar-benar dibutuhkan rakyat adalah partai yang ikhlas mendukung mereka. Partai yang aktivitasnya beramar makruf nahi mungkar. Partai yang bagaimana? Tertu saja partai yang falsafah berdirinya jelas, yakni Akidah Islam. Landasan yang kuat karena Islam merupakan wahyu dari Allah, tentu saja yang dilahirkan darinya berasal dari Allah saja tidak terpengaruh pada pemikiran manusia yang berubah-ubah. Sehingga tujuan serta metode yang digunakan mencapai tujuan akan selaras dengan falsafah partai. Para aktivis yang masuk dalam parti seperti ini tentu saja aktivis yang hanya mengharap ridhanya Allah semata saja, jadilah visi dan misi mereka satu. Ketika terjadi pertikaian akan saling mengingatkan dan menasehati.
Ketika partai yang terbentuk sudah sesuai dengan falsafahnya yakni Akidah Islam, maka fungsi partai akan berjalan dengan semestinya. Menyalurkan berbagai permasalahan rakyat dan menyelesaiakannya dengan kebijakan yang sesuai Islam. Serta mengingatkan penguasa ketika kebijakan yang dikeluarkan membelok dari hukum syara’. Ketika semua sejalan dengan syara’ kemakmuran, kesejahteraan akan mudah didapatkan. Wallahu a’lam bisshawab.
*Aktivis Muslimah Tulungagung
Tags
Opini