Oleh: Ilvia Nurhuri
(Mahasiswi dan Aktivis Dakwah)
Tidak terasa virus corona sudah setahun lamanya ada di negeri Indonesia, bukannya beranjak pergi tetapi malah muncul varian baru sebagai hasil mutasinya yakni virus corona B117.
Dikutip dari Kompas.com (16/03/21) “Varian baru virus corona Inggris atau yang disebut virus Kent - B.1.1.7 - sudah masuk Indonesia. Di negara-negara lain, varian baru Covid-19 terus bermunculan. Seperti varian yang diduga memicu lonjakan kasus di wilayah Amazon Brasil muncul di Minnesota.”
Dengan begitu pastilah keadaan di negeri ini menjadi sangat kacau, sudah dipusingkan dengan virus corona yang tak hilang-hilang ditambah dengan virus varian baru yang ternyata lebih berbahaya.
Dikutip dari detiknews (16/03/21), “Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil mengumumkan dua warga Kabupaten Karawang positif virus Corona varian baru B117. Epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menyebut ancaman virus Corona B117 ini cukup serius. Menurut Dicky, virus Corona B117 lebih cepat menular ketimbang COVID-19 yang sudah lama menyebar di Indonesia. Tingkat kematiannya pun cukup tinggi.”
Tetapi dengan keadaan yang meresahkan seperti ini justru ada pernyataan pemerintah agar masyarakat tidak khawatir. Dikutip dari cnnindonesia.com (16/03/21) “Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta masyarakat tak khawatir dengan keberadaan mutasi virus corona B117 yang sudah terdeteksi masuk ke Indonesia. Ia mengklaim varian virus ini tak lebih berbahaya dari sebelumnya.”
Dengan keadaan seperti ini membuktikan harapan rakyat akan berakhirnya virus corona ini menjadi pupus. Tetapi hal ini wajar karena sejak awal penanganan pandemi solusi-solusi yang diterapkan ke masyarakat jauh daripada yang diharapkan yaitu harapan untuk menyelesaikan masalah tetapi faktanya tidak menyelesaikan masalah. Misalnya saja tidak diterapkan lockdown lokal di wilayah pertama terdeteksi pasien terinfeksi covid-19, bahkan warga asing masih bebas keluar masuk di negeri ini, pariwisata dibuka lebar, penerapan new normal tanpa melakukan isolasi secara masif dan gratis sehingga impor tenaga asing masih terjadi di masa pandemi.
Semua ini memperlihatkan secara jelas bahwa perlindungan terhadap keselamatan masyarakat dinomorduakan dan tidak diprioritaskan, sementara kepentingan ekonomi yang bersifat materi atas nama menyelamatkan ekonomi lebih diutamakan. Inilah yang dinamakan sistem kapitalisme yaitu sistem yang secara sadar diterapkan di tengah masyarakat yang dijadikan keuntungan materi di atas segalanya, karena itu selama sistem ini masih diterapkan maka semua permasalahan masyarakat termasuk persoalan pandemi tidak akan terselesaikan dengan tuntas.
Sistem rusak ini sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam terbukti mampu mengatasi persoalan pandemi ini tergambar jelas pada masa Rasulullah dan para sahabat. Pada saat itu terjadi wabah di Syam pada masa Umar bin Khattab. Khalifah Umar bin Khattab melarang orang masuk ke wilayah terkena wabah sekaligus melarang orang Syam keluar dari wilayahnya. Kebijakan itu diambil oleh Umar atas hadist Rasulullah .
Rasulullah saw bersabda: “Tha’un (wabah penyakit menular) adalah suatu peringatan dari Allah SWT untuk menguji hamba-hamba-Nya dari kalangan manusia, maka apabila kamu mendengar penyakit itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid).
Itulah yang dilakukan oleh Khalifah pada saat itu yang memperhatikan rakyatnya, yang tak mementingkan masalah ekonomi atau kepentingan lainnya, beliau hanya melindungi rakyat dan memutuskan kebijakan hanya dengan tuntunan syariat.
Dengan demikian pemimpin dan kebijakan seperti ini tidak akan lahir dari sistem rusak buatan manusia seperti pada saat ini, akan tetapi muncul dari sistem yang baik dan benar yang berasal dari Al-Khaliq yakni sistem Islam.
Wallahualam bi shawab.
Tags
Opini