Nasib Pahit Si Asin

Oleh: Yuke Octavianty

Pemerintah telah membuka keran impor garam. Hal ini diputuskan dalam rapat Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi beberapa waktu lalu, sebagaimana disebutkan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono di Indramayu pada Ahad (14 Maret 2021).

Kebutuhan garam nasional sendiri pada 2021 diperkirakan oleh Kementerian Perindustrian mencapai 4,6 juta ton. Menurut Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam, tidak menutup kemungkinan adanya kebutuhan garam yang terus meningkat setiap tahun. Dari total produksi 4,6 juta ton, 53%-nya merupakan kebutuhan sektor Chlor Alkali Plant (CAP) yang meliputi industri petrokimia, pulp, dan kertas, demikian ungkapnya.

Kebijakan tersebut memicu berbagai pertentangan. Salah satunya, Peneliti Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan (Pustek) UGM Putut Indriyono (16 Maret 2021) mengungkapkan kekecewaannya. Rencana kebijakan pemerintah untuk membuka impor garam adalah kebijakan yang bersifat reaktif jangka pendek dan tidak konstruktif. Menurutnya, pemerintah tidak melihat sisi strategi pengembangan industri garam nasional jangka menengah dan panjang, cenderung mengambil kebijakan impor dengan hanya merespons kecenderungan permintaan pasar. Impor dengan strategi seperti ini hampir 100 % tak efektif dan terus berulang. Dengan kata lain, bukan solusi. Pemerintah pun dinilai tak memiliki skenario jelas tentang kebijakan impor tersebut. Peta jalannya saja tak jelas, bagaimana mungkin berharap pada keberhasilannya? Tampaklah dari sini, pemerintah tak bisa belajar dari pengalaman. Jatuh ke lubang yang sama. Sungguh mengenaskan.

Negeri ini memiliki kekayaan yang melimpah. Salah satunya, termasuk potensi bibir pantai yang sangat panjang sekitar 99.093 km dan gunung-gunung garam, serta iklim tropis yang juga sangat mendukung. Dengan pengurusan dan pengelolaan sumber daya yang tepat, tak mengherankan jika semua kebutuhan umat dapat terpenuhi. Termasuk pengurusan garam di negeri ini. Kesejahteraan pun dapat tercapai. Semua pengurusan ini bisa "sukses" hanya dengan aturan Islam. Satu-satunya aturan yang mengatur seluruh hajat hidup orang banyak. Pepatah mengatakan, tikus mati di lumbung padi. Jangan sampai hal ini terjadi. Satu-satunya solusi hanya sistem Islam yang Allah anugerahkan untuk semua makhlukNya. Islam dalam naungan Khilafah manhaj An Nubuwwah. Wadah shahih yang dicontohkan Baginda Rasulullah SAW. 

Wallahu a'lam bisshowwab.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak