Oleh : Khusnawaroh.
(Pemerhati Umat)
Narkoba merupakan barang terlarang, namun berhasil memikat banyak orang. Kian tak terbendung menjalar bak api yang susah tuk dipadamkan. Meskipun, banyak upaya telah dilakukan, namun justru mengalami peningkatan. Kota Kendari khususnya yang dikenal sebagai sebutan kota bertakwa kini menjadi kota yang tak pernah absen dari pemberitaan tentang narkoba.
Seperti berita yang dilansir . Berturut-turut, kasus narkoba yang dikendalikan oleh narapidana di wilayah Sulawesi Tenggara diungkap aparat. Aparat Polres Kendari bahkan menyita telepon genggam milik seorang narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kendari yang diduga kuat sebagai pengendali. Pihak lapas seakan tidak berdaya mengawasi para narapidana yang terus leluasa menjalankan bisnis haram tersebut.
Tim Satuan Narkoba Polres Kendari menangkap RI (35) di sebuah hotel di Kecamatan Puuwatu, akhir pekan lalu. Sebanyak 33 bungkus kecil sabu ditemukan dengan berat total 53,36 gram. RI diduga kuat hanya seorang kurir dari seorang narapidana yang saat ini menjalani masa tahanan di Lapas Kelas II A Kendari.
”Berdasarkan informasi yang kami terima, ada seorang pria yang memiliki narkoba di sebuah hotel di Kendari. Setelah dilakukan pengintaian dan dilanjutkan dengan pengeledahan, RI ditemukan di kamar hotel dengan barang bukti berupa sabu seberat 53,356 gram,” kata Kepala Satuan Narkoba Polres Kendari Ajun Komisaris Andi Agusfian Pranata di Kendari, Kamis (18/2/2021).
Pada Januari lalu, Polda Sultra bahkan menangkap seorang pegawai negeri sipil (PNS) Balai Pemasyarakatan yang ketahuan memiliki sabu seberat 34,23 gram. LU (35), pegawai itu, mengaku dikoordinasi oleh seorang narapidana di lapas.
Lagi dan lagi, tak hanya kasus korupsi yang meradang. Narkoba juga merupakan ancaman yang nyata bagi kita semua. Barang haram yang sangat membahayakan tersebut dengan mudahnya beredar di seluruh dunia, termasuk di negeri ini. Kendari, Sulawesi Tenggara yang terkenal dengan julukan kota bertakwa kini makin marak terjangkiti oleh barang haram tersebut.
Aneh, meski sudah dalam jeruji besi pelaku masih bisa mengendalikan peredaran narkotik,a seakan tidak ada rasa takut terhadap hukuman yang diberikan. Hingga seorang pegawai negeri sipil pun ikut andil di dalamnya. Kendati telah jelas keharaman dan bahayanya, tetapi peredarannya pun telah merambah semua lapisan masayarakat, mulai dari kalangan menengah sampai kalangan atas dari anak SD sampai orang tua.
Hukum di negeri kita ternyata kalang kabut menangani masalah peredaran narkotika, berbagai upaya dilakukan. Namun, yang terjadi dihukum satu tumbuh seribu. Betapa tidak, ini semua dikarenakan terbukanya celah terhadap sanksi yang dikenakan tidak tegas. Bahkan, keterlibatan aparat membuktikan semakin tumpulnya hukum dihadapan petugas. Sangat jelas narkoba yang semakin menggurita ini karena penerapan kapitalis sekuler yang tidak mampu memberikan sanksi tegas terhadap pengguna dan pengedar. Ketidaktegasan hukuman atas kejahatan narkoba yang tidak memberikan efek jera itu, justru makin memperparah masalah. Jangankan membuat jera orang lain, orang yang sudah dihukum pun tidak jera.
Hal iipun diungkapkan oleh Wakapolda Jatim, Brigjen Pol Toni Harmanto. Dia menilai bahwa proses penegakan hukum kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba masih kurang tegas. Hal itu, kata Toni, menjadi penyebab utama tetap tingginya penggunaan narkoba yang tentu berkorelasi dengan tingginya pemasokan narkoba ke Jawa Timur.
“Akibat penegakkan hukum kasus peredaran narkoba yang kurang tegas, sehingga penyalahgunaan dan peredaran menjadi tinggi. Sanksi hukuman penjara bagi pelaku kasus peredaran narkoba tidak menimbulkan efek jera sehingga kurang efektif,” jelas jenderal polisi bintang satu tersebut, Selasa (9/4).
Menurutnya, efek jera dari proses ataupun kegiatan penegakan hukum yang dilakukan kepada para pengguna narkoba, para bandar dan sebagainya masih belum cukup efektif. Ia juga menyontohkan kasus narkoba yang berhasil diungkap pada tahun 2007 semasa dirinya menjabat sebagai Kapolres Tangerang. Seorang tersangka dengan barang bukti satu ton sabu-sabu hanya divonis 25 tahun penjara saat sidang. Jatim Newsroom ( 9/4. 2019)
Dahsyatnya bahaya narkoba akan sangat merugikan negara yang kita cintai, serta merusak para generasi muda. Sehingga sangat perlu dilakukan penindakan hukum yang tegas, juga harus ada pendekatan dan pembinaan terhadap masyarakat dan generasi muda terhadap aspek agama.
Namun, hal tersebut sangat sulit untuk diterapkan dalam sistem Kapitalisme. Sebab, sudah sangat jelas sistem kapitalisme berdasar atas asas manfaat yang telah memisahkan Agama dari kehidupan. Tak kenal halal dan haram apalagi soal iman, terpisahnya agama dari kehidupan membuat Islam hanya sekedar keyakinan. Namun kosong dari pengamalan berupa keterikatan pada hukum syariat.
Hal ini mengakibatkan banyak yang lalai akan tujuan hidup, lupa akan hari akhir dan kedahsyatannya hari pembalasan, lupa bahwa kehidupan ini adalah sawah dan ladang beramal untuk akhirat. Akibatnya, suburlah pandangan yg menganggap kesenangan dan kenikmatan materi sebagai tujuan utama dalam hidup (hedonisme) dan serba-boleh (permisif). Masyarakat diubah menjadi pemburu kesenangan dan kepuasan. Prinsipnya bukan pahala-dosa, tetapi kepuasan hawa nafsu belaka.
Sehingga berharap pada sistem saat ini agar negeri kita aman dari narkoba hanyalah bagai mimpi disiang bolong. Harus kita sadari, bahwa masalah terbesar suburnya tindak kejahatan dinegeri kita dan seluruh dunia saat ini disebabkan tidak menjadikan Islam sebagai aturan kehidupan manusia. Islam tak dijadikan solusi dalam menyelesaikan problem . Bukan hanya sebatas masalah narkoba saja, korupsi, pergaulan bebas, miras, kemiskinan juga semakin tak terbendung.
Sudah sangat jelas Islam memandang bahwa Tak ada perbedaan di kalangan ulama mengenai haramnya narkoba dalam berbagai jenisnya, baik itu ganja, opium, morfin, mariyuana, kokain, ecstasy, dan sebagainya. Sebagian ulama mengharamkan narkoba karena diqiyaskan dengan haramnya khamr, karena ada kesamaan illat (alasan hukum) yaitu sama-sama memabukkan (muskir). Sebagian menyatakan haramnya narkoba bukan karena diqiyaskan dengan khamr, melainkan karena dua alasan; Pertama, ada nash yang mengharamkan narkoba, Kedua, karena menimbulkan bahaya (dharar) bagi manusia. (Syaikh Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, juz IV, hlm. 177)
Dari Ummu Salamah r.a “Rasulullah saw melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309).
Yang dimaksud mufattir, adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha`) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia. (Rawwas Qal’ahjie, Mu’jam Lughah Al Fuqoha`, hlm. 342).
Dari Ibnu ‘Abbas r.a, Rasulullah saw bersabda: “tidak boleh berbuat madlarat dan hal yang menimbulkan madlarat.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66).
Ketika akar masalahnya adalah pengabaian hukum Allah, baik secara keseluruhan, ataupun sebagiannya, maka solusi mendasar dan menyeluruh untuk masalah narkoba adalah dengan menerapkan hukum Allah dalam setiap aspek kehidupan. Kalau ini tidak dilakukan, sudah terbukti persoalan bukan semakin baik, namun semakin memburuk.
Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan menjalankan hukum-hukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan Allah, kecuali Allah akan menjadikan bencana di antara mereka, (HR. Ibnu Majah dg sanad hasan).
Ketika syariat Islam diterapkan, maka peluang penyalahgunaan akan tertutup. Sebab, landasan akidah Islam mewajibkan negara membina ketakwaan warganya. Ketakwaan yang terwujud itu akan mencegah seseorang terjerumus dalam kejahatan narkoba. Disamping itu, alasan ekonomi untuk terlibat kejahatan narkoba juga tidak akan muncul. Sebab pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu rakyat (papan, pangan dan sandang) dan kebutuhan dasar masyarakat (pendidikan, layanan kesehatan dan keamanan) akan dijamin oleh negara. Setiap orang juga memiliki kemungkinan untuk memenuhi kebutuhan sekundernya sesuai kemampuan masing-masing.
Sebagai zat haram, siapa saja yang mengkonsumsi, mengedarkan dan memproduksinya berarti telah melakukan jarîmah (tindakan kriminal) yang termasuk sanksi ta’zir. Pelakunya layak dijatuhi sanksi dimana bentuk, jenis dan kadar sanksi itu diserahkan kepada ijtihad Khalifah atau Qadhi, bisa sanksi diekspos, penjara, denda, jilid bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat.
Islam juga mewajibkan negara menyelenggarakan pendidikan secara gratis bagi seluruh warga negara. Melalui pendidikan yang dijamin negara, rakyat mendapatkan pengajaran mana yang baik dan buruk untuk dirinya serta konsekuensinya jika melakukan pelanggaran.
Selain itu Islam pun mewajibkan negara menjauhkan barang-barang haram dari tengah masyarakat. Yang diberi sanksi bukan hanya pelaku yang mengonsumsi benda haram tersebut, tapi negara akan menindak penjual/pengedarnya, serta pabrik-pabrik yang memproduksinya
Dari sini maka dapat kita yakini bahwa masalah narkoba tidak akan pernah mungkin selesai selama sistem yang melahirkannya tetap diterapkan. Maka solusi atas persoalan ini mengganti sistem Kapitalisme dengan sistem Islam secara kaffah. Wallahua'lam bissawab