Oleh Eli Maryati
Indonesia dikenal sebagai negeri mayoritas muslim dan negeri yang beradab. Bahkan Islam di Indonesia menjadi model Islam di dunia karena dianggap berpengalaman dalam mengamalkan Islam yang ramah, santun, dan bertumpu pada akidah. Namun penilaian ini sepertinya berlebihan, mengingat segala kebijakan yang diterapkan penguasa terus menunjukkan kearah Kapitalis Liberalisme.
Bagaimana tidak? Belum juga RUU larangan minol (minuman beralkohol) yang penuh intrik digolkan, muncul perpres (peraturan pesiden) yang melegalkan investasi miras (minuman keras). Kebijakan tersebut tertuang dalam Perpres No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang telah ditandatangani Presiden Jokowi dan mulai berlaku per tanggal 02/02/2021 (Gelora.co, 25/02/2021).
Meski secara format Jokowi menyebutkan akan membuka izin investasi untuk industri miras dari skala besar hingga kecil dengan syarat investasi hanya dilakukan di 4 provinsi yakni di provinsi Bali, NTT, Sulut, dan Papua, hal ini tetap membuka peluang dijalankannya peraturan tersebut di semua tempat atas izin kepala daerah masing-masing.
Meski izin telah dikantongi, tetapi para tokoh agama bersuara keras dan kecewa atasnya. Seperti yang disampaikan oleh wakil ketua MUI Bapak Anwar Abbas. Beliau mengatakan bahwa pemerintah tidak menghiraukan kebaikan dan kemaslahatan serta kesejahteraan bagi masyarakat luas, namun lebih mengedepankan pertimbangan dan kepentingan penguasa dan pengusaha.
Penguasa hanya memandang investasi semata. Untung rugi jadi pikiran utama meski Nabi SAW telah bersabda, "Allah melaknat minuman keras, orang yang mengkonsumsinya, yang menuangkannya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, orang yang meminta untuk memeraskannya, pembawanya, orang yang minta untuk membawakannya dan orang yang memakan hasil dari penjualannya" (H.R. Abu Daud dan Al-Islam Hakim).
Sudah jelas tidak ada kompromi bagi haramnya miras. Allah SWT telah mengingatkan kepada manusia bahwa miras termasuk salah satu perbuatan setan yang merugikan pelakunya (baca T.Q.S. 5: 90-91). Miras juga dapat menutupi dan menghalangi akal untuk berpikir dengan jernih, sebab zatnya dapat memabukkan. Jika manusia telah hilang akal, tidak mampu lagi membedakan antara kebaikan dan keburukan, maka akan sering terjadi pembunuhan, pemerkosaan, perampokkan, dan lain sebagainya. Semua diawali dari konsumsi miras.
Hanya sistem Islam yakni Khilafah yang mampu menjaga manusia dari segala keharaman dan membantu mengamalkan kebaikan. Pemimpin dalam negara Khilafah yakni Khalifah tidak akan memberi ruang sedikit pun bagi perbuatan haram untuk dilakukan.
Tidak akan ada industri miras yang berani berdiri. Tidak akan ada investasi haram yang menjadikan rakyat serta generasi rusak. Khalifah dan seluruh jajarannya akan menjadikan negeri berkah penuh rahmat jauh dari segala maksiat. In Syaa Allah... Wallahu alam bii ashawab.