Oleh : Ummu Al Fatih II
Setelah menuai kontroversi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencabut lampiran Perpres No. 10 tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Perpres ini mengatur pembukaan investasi baru industri miras yang mengandung alkohol. Artinya, yang dicabut bukan Perpres-nya, tetapi hanya lampirannya. Itu pun hanya lampiran Bidang Usaha No. 31 dan No. 32. Adapun lampiran Bidang Usaha No. 44 tentang Perdagangan Eceran Minuman Keras atau Beralkohol dan No. 45 tentang Perdagangan Eceran Kaki Lima Minuman Keras atau Beralkohol tidak dicabut.
Industri dan perdagangan miras diklaim memberikan manfaat secara ekonomi, yakni berupa pendapatan negara. Jika manfaat berupa pendapatan itu ingin ditingkatkan, produksi dan konsumsi miras tentu harus meningkat. Masalahnya, peningkatan produksi dan konsumsi miras akan meningkatkan kerugian akibat konsumsi miras dalam berbagai bentuknya.
Jauh-jauh hari, Islam telah memperingatkan bahwa miras mendatangkan banyak kemadaratan. Syaikh Ali ash-Shabuni dalam Tafsir Ayat al-Ahkam Min al-Qur’an mengatakan bahwa tidak pernah disebutkan sebab keharaman sesuatu melainkan dengan singkat. Namun, pengharaman khamr (miras) disebut secara terang-terangan dan rinci. Allah SWT menyebut khamr (dan judi) bisa memunculkan permusuhan dan kebencian di antara orang beriman, memalingkan Mukmin dari mengingat Allah, melalaikan shalat. Allah SWT juga menyifati khamr dan judi dengan rijs[un] (kotor), perbuatan setan, dsb. Semua ini mengisyaratkan dampak buruk miras.
Miras tidak hanya merusak pribadi peminumnya. Miras juga berpotensi menciptakan kerusakan bagi orang lain. Mereka yang sudah tertutup akalnya oleh miras berpotensi melakukan beragam kejahatan, bermusuhan dengan saudaranya, mencuri, merampok, membunuh, memperkosa dan kejahatan lainnya. Pantas jika Nabi saw. menyebut khamr sebagai ummul khaba’its (induk dari segala kejahatan):
اَلْخَمْرُ أُمُّ الْفَوَاحِشِ، وَأَكْبَرُ الْكَبَائِرِ، مَنْ شَرِبَهَا وَقَعَ عَلَى أُمِّهِ، وَخَالَتِهِ، وَعَمَّتِهِ
Khamr adalah biang kejahatan dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamr bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya dan saudari ayahnya (HR ath-Thabarani).
Islam dengan tegas mengharamkan segala macam miras. Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamr, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah semua itu agar kalian mendapat keberuntungan (TQS al-Maidah [5]: 90).
Islam juga melarang total semua hal yang terkait dengan miras (khamr) mulai dari pabrik dan produsen miras, distributor, penjual hingga konsumen (peminumnya). Rasul saw. bersabda:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى اْلخَمْرِ عَشَرَةً: عَاصِرَهَا وَ مُعْتَصِرَهَا وَ شَارِبَهَا وَ حَامِلَهَا وَ اْلمَحْمُوْلَةَ اِلَيْهِ وَ سَاقِيَهَا وَ بَائِعَهَا وَ آكِلَ ثَمَنِهَا وَ اْلمُشْتَرِيَ لَهَا وَ اْلمُشْتَرَاةَ لَهُ
Rasulullah saw. telah melaknat terkait khamr sepuluh golongan: pemerasnya; yang minta diperaskan; peminumnya; pengantarnya, yang minta diantarkan khamr; penuangnya; penjualnya; yang menikmati harganya; pembelinya; dan yang minta dibelikan (HR at-Tirmidzi).
Islam menetapkan sanksi hukuman bagi orang yang meminum miras berupa cambukan 40 kali atau 80 kali. Ali bin Abi Thalib ra. menuturkan, “Rasulullah saw. mencambuk (peminum khamr) 40 kali, Abu Bakar mencambuk 40 kali, Umar mencambuk 80 kali. Masing-masing adalah sunnah. Ini adalah yang lebih aku sukai.” (HR Muslim).
Untuk pihak selain yang meminum khamr, maka sanksinya berupa sanksi ta’zir. Bentuk dan kadar sanksi itu diserahkan kepada Khalifah atau qadhi, sesuai ketentuan syariah. Tentu sanksi itu harus memberikan efek jera. Produsen dan pengedar khamr selayaknya dijatuhi sanksi yang lebih keras dari peminum khamr. Pasalnya, mereka menimbulkan bahaya yang lebih besar dan lebih luas bagi masyarakat.
Karena itu miras haram dan harus dilarang secara total. Hal itu hanya bisa terealisir jika syariah Islam diterapkan secara kaffah.
Dalam sistem yang berakar pada sekularisme (pemisahan agama dari kehidupan), faktanya miras tetap diizinkan beredar meski dengan embel-embel dibatasi dan diawasi. Pasalnya, dalam sistem sekular, aturan agama (syariah) dicampakkan. Pembuatan aturan diserahkan kepada manusia melalui mekanisme demokrasi. Demokrasi erat dengan kapitalisme. Tolok ukur kapitalisme dalam segala hal, termasuk pembuatan hukum dan pengaturan urusan masyarakat, adalah keuntungan atau manfaat, terutama manfaat ekonomi.
Karena itu selama sistem sekular tetap diadopsi dan diterapkan, sementara syariah Islam dicampakkan, masyarakat akan terus terancam dengan miras dan segala madaratnya. Karena itu pula sudah saatnya kaum Muslim segera meninggalkan sistem sekular yang diterapkan saat ini, seraya segera menerapkan syariah Islam secara kaffah.
WalLâh a’lam bi ash-shawâb.