Mampukah Demokrasi Entaskan Masalah Prostitusi?



Oleh  : Melitasari

Praktek prostitusi kian marak terjadi di dalam negeri. Lagi-lagi pandemi dijadikan sebagai salah satu alasan dibukanya bisnis yang menjadikan anak-anak di bawah umur sebagai korban ini. Polisi mengamankan 15 anak di bawah umur saat menggerebek hotel milik artis Cynthiara Alona yang disebut dijadikan lokasi prostitusi online.

Saat ini, belasan anak itu telah dititipkan ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Balai Rehabilitasi Sosial Anak Memerlukan Perlindungan Khusus (BRSAMPK) Handayani di bawah naungan Kementerian Sosial. Sebelumnya, polisi telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus prostitusi online ini. 

Ketiganya yakni Cynthiara Alona selaku pemilik hotel, DA selaku muncikari dan AA selaku pengelola hotel. Alona juga mengakui prostitusi online ini terjadi untuk menutup biaya operasional hotel selama masa pandemi Covid-19. Hotel bintang 2 itu sendiri dulunya merupakan sebuah tempat kos. (CNN Indonesia, 19/03/21).

Dampak pandemi terhadap ekonomi memang dirasakan oleh semua kalangan. Aktivis yang serba terbatas membuat masyarakat kehilangan pekerjaan dan minim pendapatan. Dilema kian menjadi tatkala bahan pangan sulit didapatkan sedang kebutuhan harus tetap dipenuhi. 
Selain banyak yang kehilangan pekerjaan, banyak pula anak-anak yang terpaksa putus sekolah dikarenakan biaya pendidikan yang tidak murah. 

Minimnya lapangan pekerjaan untuk laki-laki membuat para ayah menganggur di rumah, dan tak bisa mencukupi kebutuhan hidup. Akhirnya kini perempuan harus ikut berperan dalam mencari nafkah untuk keluarga.
Tak sedikit juga anak-anak yang memutuskan mencari pekerjaan untuk membantu ekonomi keluarga, mereka nekat pergi ke ibu kota dan berharap di sana mendapat pekerjaan yang layak. Namun tanpa berbekal ilmu pengetahuan yang cukup dan skill yang terampil kehadiran mereka hanya disambut kerasnya ibu kota.

Keberadaan mereka dimanfaatkan oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab seperti mucikari yang mengiming-imingi mereka pekerjaan nyatanya mereka dijadikan sebagai korban prostitusi yang dipekerjakan sebagai pelayan laki-laki hidung belang. Karena itulah mereka harus terjerembab dalam pekerjaan yang tidak halal.

Terbongkarnya kembali prostitusi anak baru-baru ini, mengundang amarah dan penolakan warga agar negeri dibersihkan dari zina. Namun hal demikian tidak bisa menghentikan praktik kemaksiatan yang terlanjur marak dilakukan. Perlu beberapa peran dan dorongan dari semua pihak untuk dapat menghentikannya.

Dalam hal ini peran penting orang tua, dan masyarakat amat dibutuhkan untuk memantau semua kegiatan yang terjadi di lingkungan sekitar. Begitupun negara yang mempunyai peranan lebih besar untuk meriayah dan menjalankan tata aturan dan menegakan sanksi hukum untuk para pelanggar aturan.

Pertama peran orang tua. Dalam Islam tugas seorang ayah adalah memberi nafkah dan memimpin keluarga, dia yang akan bekerja keras untuk menghidupi anak dan istrinya, sehingga tugas perempuan sebagai ibu rumah tangga fokus menjadi Ummu wa rabbatul Bayt, mendidik dan menjadikan anak-anak berakhlakul Karimah yang baik.

Kedua peran masyarakat juga sangat berpengaruh dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari perjinahan. Tugas masyarakat ialah memantau segala aktivitas dan melaporkannya kepada pemerintah jika terdapat pelanggaran terhadap hukum syara. Selain itu masyarakat juga berfungsi sebagai pengoreksi jalannya pemerintahan.

Namun masyarakat demikian sulit diciptakan dalam negara sekuler, sebab karateristik yang individualis dan memisahkan agama dari kehidupan membuat pola pikir mereka terhadap apa yang terjadi di sekitar adalah menyangkut perkara masing-masing pribadi, yang tidak boleh dicampuri, masyarakat ini hanya dapat terwujud dalam sistem pemerintahan Islam.

Ketiga peran pemerintah sebagai periayah dan penegak hukum amatlah banyak, dalam upaya mewujudkan masyarakat yang damai, sejahtera, dan patuh terhadap hukum syara, melindungi anak dan perempuan dari jerat prostitusi dan aktivitas maksiat sejak dini adalah dengan mencari dan mengentaskan masalah dari akarnya.
Seperti halnya membuka lapangan pekerjaan untuk kaum laki-laki sehingga tugas laki-laki dan perempuan tetap berjalan pada fitrahnya masing-masing, selain itu juga pemerintah wajib menyediakan pendidikan gratis bagi siapa saja yang ingin belajar agar tak ada lagi alasan anak putus sekolah karena mahalnya biaya. 

Dengan adanya pendidikan gratis hak warga negara dalam memperoleh pendidikan akan terpenuhi, selain itu setiap anak akan terhindar dari aktivitas maksiat dan kemungkinan dari terjadinya tindak prostitusi terhadap anak akibat pergaulan dan lingkungan yang tidak baik.

Negara sebagai penegak hukum juga wajib memberantas dan menyetop setiap aktivitas yang berkaitan dengan prostitusi, sex bebas, dan ataupun situs-situs yang mengandung g unsur pornografi. Melakukan hukuman tegas bagi setiap pelakunya dengan hukuman yang bisa membuat efek jera, dengan begitu negara akan terhindar dari praktek perzinahan dan terwujudlah negara yang Baldathun thoyibun wa rabbun Ghafur.

Kendati demikian semua tidak akan terwujud di dalam negara sekuler, yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Al-Ghazali, At-Tibr al-Masbûk fî Nashîhah al-Mulk berkata “Agama dan kekuasaan itu ibarat dua saudara kembar, seperti dua saudara yang lahir dari satu perut yang sama". 

Maka jelaslah hanya dalam pemerintahan Islam yang menjadikan agama sebagai peraturan dan jalan hidup yang bisa mengentaskan berbagai problematika kehidupan. Semua itu karena aturannya berasal dari sang mudabir yang maha tahu atas segala ciptaannya.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak