Oleh: NH Aliyah, S.I.Kom*
Senin pagi (25/1), Dinas Lingkungan Kesehatan Daerah (DLHD) Kabupaten Cirebon menemukan banyak limbah B3/ medis di TPS (tempat pembuangan sampah) liar di jalan Pantura tepatnya di Desa Gebang Kulon. Menurut Deni Nurcahya selaku Kepala DLDH Kabupaten Cirebon, saat petugasnya mengangkut tumpukan sampah di TPS ilegal pinggir pantura mereka menemukan limbah medis atau B3. (radarcirebon.com/ 16/2/2021)
Hal ini tentunya sudah menjadi sebuah pelanggaran yang cukup berbahaya, sebab jika limbah medis dibuang tidak pada tempatnya akan mengakibatkan gangguan kesehatan pada masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan perusakan lingkungan. Sesuai dengan Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, dengan sanksi pidana 3 hingga 3 tahun, dan denda hingga Rp3 miliar bahwa limbah medis tidak diperkenankan dibuang pada sembarang tempat. Jika hal tersebut bisa terjerat hukum, lantas mengapa limbah medis masih dibuang di sembarang tempat?
Pembuangan limbah medis yang berada ditempat umum telah menjadi problematika yang tak pernah usai. Selain mengganggu lalu lintas baik kendaraan maupun pejalan kaki, juga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan bagi masyarakat.
Dampak limbah medis bagi kesehatan manusia yakni dapat menimbulkan kerusakan susunan syaraf, sistem pencernaan, kardiovaskuler, pernafasan, penyakit kulit bahkan hingga kematian. Sedangkan efek kronisnya memicu tumbuhnya kanker, mutasi sel tubuh, cacat bawaan, serta kerusakan sistem reproduksi. Adapun dampak pencemaran lingkungan yaitu limbah medis masuk ke lingkungan melalui media air, tanah, udara, dan hewan yang mempengaruhi secara terus-menerus, bertahap dan seketika, teratur dan tidak teratur. Limbah medis meracuni makhluk hidup melalui rantai makanan sehingga menyebabkan organisme (tumbuhan, hewan dan manusia) terpapar oleh zat-zat beracun.
Limbah jenis medis ini adalah limbah yang terkategori infeksius, yaitu limbah yang terkontaminasi organisme patogen dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit. Sehingga untuk proses pembuangannya perlu penanganan khusus karena keberadaannya yang sangat infeksius, dapat membahayakan, dan dapat menularkan penyakit.
Menteri Kesehatan Nila Moeloek mengatakan bahwa pengelolaan limbah medis di Indonesia hingga saat ini dinilai masih belum optimal, padahal limbah medis itu termasuk bagian dari Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Jika hal ini masih dibiarkan maka dapat membahayakan bagi lingkungan, kesehatan, ketahanan makhluk hidup, baik manusia maupun hewan.
Sedangkan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan bahwa jika penanganan limbah medis tidak segera diberbaiki dan diatasi, maka dampaknya akan semakin kacau. Oleh karena itu sebaiknya jenis sampah seperti limbah medis harus dikelola oleh perusahaan.
Berdasarkan informasi perihal limbah medis yang dikeluarkan Kemenkes, total terdapat 2.820 rumah sakit, 9.825 puskesmas, dan 7.641 klinik di Indonesia, oleh sebab itu Menkes meminta masyarakat untuk ikut serta berkontribusi memikirkan bagaimana solusi penanganan limbah medis tersebut. Dari data yang ada, timbunan limbah medis bisa mencapai 296,86 ton per hari yang dihasilkan dari fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) yang tersebar di Indonesia. Sementara kapasitas pengolahan yang ada hanya 115,68 ton per hari. (tirto.id/16/2/2021)
Karenanya, kebutuhan tempat khusus untuk limbah medis sangatlah urgen. Namun dalam sistem sekuler kapitalisme saat ini, pengelolaan limbah medis belum tentu dapat dilakukan secara optimal. Sehingga masih banyak pihak rumah sakit, puskesmas maupun klinik yang tidak memakai prosedur medis karena mahalnya biaya yang harus dikeluarkan untuk menanganinya. Walhasil, TPS umum menjadi tempat pembuangan limbah medis oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sementara jika kita melihat sistem pengelolaan di beberapa negara maju, terutama Jepang. Kita akan sulit menemukan sampah yang berserakan di tempat-tempat umum. Karena Jepang telah memiliki sistem pengelolaan sampah yang terstruktur dan terjadwal. Adapun di Indonesia, walaupun selama ini pemerintah sudah berupaya untuk melarang warga membuang sampah sembarangan dengan mengeluarkan aturan dan juga memberikan sanksi bagi yang melanggar.
Dimana setiap orang telah dilarang untuk membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan. Jika masih melakukan perbuatan menumpuk sampah di pinggir jalan tersebut, pelaku dapat dijerat dengan pasal pelanggaran kewajiban membuang sampah pada tempatnya. Hanya saja sayangnya aturan tersebut belum memiliki dampak yang cukup signifikan ditengah masyarakat karena seolah hanya sekedar tong kosong nyaring bunyinya. Kurangnya edukasi masyarakat untuk membuang sampah dengan benar dan minimnya tempat-tempat pembuangan sampah menjadikan aturan ini sulit untuk diterapkan.
Lain halnya dalam Daulah Khilafah, Khilafah akan memberikan edukasi kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat memahami bahayanya membuang sampah sembarangan. Daulah pun akan mengerahkan upaya untuk memperbanyak tempat-tempat pembuangan sampah sehingga memudahkan masyarakat dalam menyingkirkan sampah dari rumah mereka.
Semua itu akan lebih mudah dilakukan oleh Khilafah karena yang menjadi tumpuan perekonomiannya adalah sistem ekonomi Islam yang sangat jauh berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis sekuler. Oleh karena itu, sudah saatnya kita kembali kepada sistem Islam dalam naungan Khilafah, yang mana kebutuhan masyarakat akan dipermudah dan difasilitasi demi umat manusia.
*(Pemerhati Sosial Media)
Tags
Opini