Oleh Yayat Rohayati
Di semester dua bagi anak-anak yang duduk di akhir bangku Sekolah Dasar, Menengah, maupun Atas sedang disibukkan dengan persiapan ujian-ujian. Baik ujian praktek maupun tulisan.
Para guru pun sibuk dengan perbaikan data-data siswa yang tidak sesuai. Tidak lupa moment foto sebagai syarat kelengkapan ijazah juga selalu ada.
Yang memprihatinkan adalah mengapa setiap foto untuk keperluan ijazah harus dengan ketentuan terlihat kedua telinga. Sehingga memaksa anak-anak perempuan harus melepas kerudungnya.
Kondisi ini mengingatkan kita pada era orde baru. Yang melarang penggunaan jilbab dan atribut keislaman dalam ranah publik.
Perihal ini dibenarkan oleh Dosen Ilmu Komunikasi Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Surabaya, Dr. Merry Fridha Tri Palupi SSos MSi. "Waktu itu ketika SMA coba-coba pake kerudung, masih lepas pakai. Tapi kalau untuk ijazah harus dilepas. Dan ada beberapa teman juga yang Istiqomah sampai nangis nggak mau dibuka" ujarnya. Jatimtimes.com (15-01-2020)
Memang tak semua sekolah memberlakukan peraturan ini, tapi masih banyak sekolah yang masih memakainya. Dengan dalih peraturan pemerintah yang harus dijalankan. Dan andaikata tidak patuh pasti akan menghambat segala pendanaan dari pemerintah.
Siswi-siswi yang duduk dibangku SD kelas 6 tentunya sudah baligh, apalagi siswi SMP dan SMA. Dan Islam mewajibkan bagi anak perempuan yang sudah baligh untuk menutup auratnya secara sempurna ketika di tempat umum.
Meskipun para siswi berfoto tanpa kerudung di dalam ruangan, tapi foto tersebut akan dipasang di ijazah yang akan kelak dilihat bukan hanya perempuan saja, tetapi juga laki-laki.
Inilah fakta nyata buah dari sistem kapitalis sekuler. Yang memisahkan antara agama dan kehidupan. Baik itu pendidikan, sosial, ekonomi, politik, maupun pemerintahan.
Dalam UUD pasal 29 ayat 2 dijelaskan bahwa negara menjamin kebebasan individu untuk memeluk agama, dan menjalankan ibadah sesuai agamanya masing-masing. Akan tetapi pelaksanaannya aturan tersebut memaksa kita untuk melanggarnya.
Aturan manusia memang lemah, dan tidak tetap dan cenderung multi tafsir. Aturan ini akan mengikuti alur kepentingan kelompok elit tertentu. Selama aturan itu bernilai materi maka hukum Allah SWT tak perlu digunakan.
Lantas bagaimana Islam memandang hal ini?
Islam adalah agama yang Syamil dan Kamil. Agama yang sempurna dan paripurna. Selain mengatur masalah agama, Islam juga mengatur masalah kompleks dalam kehidupan manusia. Mulai dari bangun tidur sampai bangun negara semua ada aturannya.
Seperti halnya dengan kewajiban menutup aurat. Allah SWT telah memerintahkan dengan jelas dalam Al Qur'an surat An-Nur ayat 31:
وَقُلْ لِّلْمُؤْمِنَٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ
وَيَخْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا
ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ
"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman,agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (aurat). Dan hendaklah mereka menutupkan kerudung ke dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya."
Allah SWT juga memerintahkan untuk mengulurkan jilbabnya. Seperti tercantum dalam firman Allah SWT surat Al Ahzab ayat 59. Jilbab adalah sejenis baju kurung yang lapang dan tidak ada potongan.
Kewajiban menutup aurat sempurna ini berlaku untuk di tempat umum(hayyatul am). Seperti: sekolah, pasar, lapangan, mesjid dan dalam kondisi apapun tanpa kecuali. Bahkan dalam bentuk foto di atas lembar ijazah sekalipun.
Dengan menutup aurat sempurna maka kehormatan perempuan akan terjaga. Sungguh Islam sangat memuliakan perempuan.
Begitu indah perempuan yang bisa hidup dalam kemuliaan. Ini semua bisa terwujud pada saat Islam diterapkan dalam kehidupan secara menyeluruh.
Wallahu'alam
Tags
Opini