Korporasi Dimanjakan, Rakyat Dikorbankan

Oleh : Ummu Faqih Fiddin


Batu bara merupakan salah satu SDA dari sektor pertambangan di Indonesia. Dan batu bara mengandung berbagai jenis unsur racun termasuk logam berat dan radioaktif. Ketika batu bara dibakar di pembangkit listrik, maka unsur beracun ini terkonsentrasi pada hasil pembakarannya yakni abu terbang dan abu padat (FABA). Ketika FABA berinteraksi dengan air, unsur beracun ini dapat terlindikan secara perlahan, termasuk arsenik, boron, kadmium, hexavalent kromium, timbal, merkuri, radium, selenium, dan thallium ke badan lingkungan. 
Unsur-unsur ini sifatnya karsinogenik, neurotoksik dan beracun bagi manusia, ikan, biota air, dan satwa liar.

Baru - baru ini Presiden Joko Widodo mengeluarkan suatu kebijakan mengenai batu bara dan limbahnya. Dan polemik batu bara semakin membara. Pasalnya Presiden Joko Widodo mengambil kebijakan menghapus limbah batu bara hasil pembakaran yaitu Fly Ash dan Bottom Ash (FABA) dari kategori Limbah Bahan Berbahaya Beracun (Limbah B3). Dikeluarkannya limbah batu bara (FABA) dari golongan limbah bahan berbahaya beracun (B3) melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021, merupakan keputusan bermasalah dan berbahaya. Dan ini merupakan kabar buruk bagi lingkungan hidup, kesehatan masyarakat, dan masa depan transisi energi bersih terbarukan nasional. 

Dalam laporan Analisis Timbulan & Kebijakan Pengelolaan Limbah B3 di Indonesia yang dikeluarkan oleh BAPPENAS disebutkan bahwa FABA termasuk dalam jenis limbah B3 terbanyak dihasilkan pada tahun 2019. Bahkan, Bottom Ash masuk dalam kategori limbah dengan tingkat bahaya tertinggi dengan skor 13 (dari skala 14), sedangkan Fly Ash memiliki skor 11 (dari skala 14). 

Jika kita telusuri, kebijakan-kebijakan pro korporasi dan oligarki batu bara ini bukan hanya terjadi kali ini saja. Dari revisi UU Minerba, UU Omnibus Law Cipta Kerja, proyek hilirisasi batu bara yang berusaha membujuk RUU EBT, dan kini penghapusan limbah FABA dari kategori limbah B3. Semua kebijakan ini bermuara pada keuntungan berlimpah ruah korporasi. Jelas ini Kebijakan yang Kapitalistik. Dan inilah konsekuensi diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Yang mana Kebebasan kepemilikan menjadikan aset milik umat sah diprivatisasi swasta. 

Padahal, semua itu adalah aset yang seharusnya dikelola negara dan hasilnya diperuntukkan bagi kemaslahatan umat. Setelah pengerukannya yang merusak lingkungan karena membabat hutan dan menggali bumi, kini pemanfaatannya sebagai bahan bakar pun menyisakan permasalahan yang tak kalah pekat. Pembakarannya dinilai menghasilkan limbah berbahaya bagi manusia dan merusak lingkungan.

Perlu diketahui limbah yang dihasilkan dari proses pembakaran batu bara untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) ini ketika masih digolongkan sebagai limbah B3 saja banyak industri yang melakukan pelanggaran, apalagi ini tidak dimasukkan kategori limbah B3. Sehingga dengan adanya kebijakan Jokowi yang mengeluarkan limbah batu bara dari golongan B3 jelas menjadikan pihak industri semakin mudah membuang limbah tanpa diolah terlebih dahulu.  Dan jika itu terjadi maka akan membahayakan manusia dan merusak lingkungan. Ujung - ujungnya rakyat yang dirugikan, tapi tidak masalah bagi investor. Malah membuat investor jelas senang sebab tidak perlu mengeluarkan biaya untuk mengolah limbah ini menjadi limbah yang tidak berbahaya, dan keuntungan pun semakin besar. 

Inilah hasil dari konsekuensi diterapkannya sistem ekonomi kapitalisme. Dimana kebebasan kepemilikan menjadikan aset milik umat sah diprivatisasi swasta. Padahal, semua itu adalah aset yang seharusnya dikelola negara dan hasilnya diperuntukkan bagi kemaslahatan umat.   Bahkan semua kebijakan ini bermuara pada keuntungan berlimpah ruah korporasi. Tidak didengarkan atau dihiraukannya suara pakar dan bermunculannya berbagai kebijakan  yang sangat kental dengan kepentingan korporasi. Dan itu adalah merupakan suatu indikasi kebijakan ini penuh kepentingan bisnis.Mereka begitu tega mengorbankan kesehatan masyarakat dan merusak lingkungan demi memperoleh keuntungan.

Berbeda 180 derajat dengan industri dalam Islam. Dimana maksudnya keberadaan Pertambangan misalnya  untuk kemaslahatan umat. Karena dalam Islam fungsi penguasa adalah pelindung umat dari segala macam bahaya dan pengurus umat dari segala macam kebutuhannya. Sehingga sudah kewajiban bagi Negara, khususnya pemerintah dalam Islam sangat memperhatikan keselamatan manusia dan memperhatikan kesejahteraannya. Demikian juga, Islam sangat memperhatikan lingkungan tempat masyarakat tinggal. Bahkan Syariat pun telah melarang kita untuk merusak lingkungan, termasuk industri yang menghasilkan limbah berbahaya bagi kehidupan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak