"KDRT hingga saat ini terus menimpa perempuan dan anak di Jawa Timur. Kita hadir untuk menjadi konselor yang mampu memediasi dan menjadi langkah solutif bagi korban," kata Anik saat memberikan sambutan dalam acara launching Griya Curhat Keluarga Malang, Sabtu (6/2/2021) di Malang.
Ketua DPW Perempuan Bangsa Jatim Anik Maslachah mengatakan, berdasarkan data Sistem Informasi Online Kekerasan Ibu dan Anak (Simfoni), ada 1.358 kasus kekerasan per-November 2020. Kondisi ini perlu menjadi atensi berbagai pihak, termasuk Perempuan Bangsa Jatim.
Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) di Jawa Timur (Jatim) hingga kini masih tinggi, terutama saat pandemi Covid-19. Hal ini menjadi alasan Perempuan Bangsa Jatim membentuk Griya Curhat Keluarga untuk memediasi dan menjadi langkah solutif bagi korban.
Anik menuturkan, kondisi pandemi Covid-19 turut menjadi pemicu terjadinya KDRT. Kondisi ekonomi yang tidak stabil di dalam keluarga karena PHK dan hilangnya pekerjaan menjadi faktor pendukung terjadinya keretakan di dalam sebuah keluarga.
Bahkan karena pandemi, tingkat kasus perceraian di Jatim juga melonjak tajam di tahun 2020 dibanding tahun 2019. Sepanjang 2019, tercatat 8.303 kasus perceraian dan meningkat menjadi 55.747 kasus per September 2020.
Wakil Ketua DPRD Jatim itu mengatakan, Griya Curhat Keluarga menjadi badan layanan pengabdian Perempuan Bangsa dalam mengatasi permasalahan di sebuah keluarga dengan semangat meminimalisasi terjadinya KDRT dan faktor-faktor terjadinya perceraian.
"Kita banyak temukan kasus terjadinya KDRT dan perceraian karena korban utamanya perempuan tidak menemukan teman yang tepat untuk curhat dan yang menghasilkan solusi tepat," kata Anik yang memotori terbentuknya Griya Curhat Keluarga hampir di seluruh kabupaten/kota se-Jatim. ( iNewsJatim.id, 06 Februari 2021).
Inilah program terbaru yang diluncurkan Pemerintah Jatim untuk mencegah terjadinya kekerasan pada Perempuan dan anak.
Miris jika melihat data kekerasan yang dialami Perempuan dan anak cenderung makin meningkat. Padahal berbagai program telah diluncurkan pemerintah dalam upaya untuk menekan bahkan menurunkan angka kekerasan dalam rumah tangga, namun semua bak fatamorgana ditengah padang sahara. Mengapa demikian, karena pemerintah belum mencari program yang bisa menyelesaikan permasalahan ini dari akarnya, semua program selama ini hanya menyentuh permukaan permasalahan, yang memungkinkan suatu saat akan muncul dengan potensi yang malah makin meningkat.
Tengok saja misal baru-baru ini juga yang diadakan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, oleh MENTERI BINTANG : PEREMPUAN HARUS MANDIRI DAN BERDAYA, KUNCI WUJUDKAN GENERASI UNGGUL! (https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/2591/menteri-bintang-perempuan-harus-mandiri-dan-berdaya-kunci-wujudkan-generasi-unggul). Benarkah demikian?
Hari ini perempuan dan anak adalah sasaran empuk dari senjata mematikan yang bernama Kapitalis - Sekuler. Dimana para perempuan digiring untuk meninggalkan kewajibannya sebagai Ibu dan pengurus rumah tangganya, termasuk mendidik dan mengurus anak-anak mereka. Dimana para perempuan dipuja saat mereka sukses dalam kariernya diluar rumah, mereka mendapat penghargaan luar biasa saat nyawa ditaruhkan demi mendapat penghidupan yang layak diluar negeri dengan penghargaan "Pahlawan Devisa". Siapa yang mau berpisah dengan anak dan keluarga, siapa yang telah mengikis naluri keibuan ini hingga habis?
Makin menyesakkan, di saat banyak oknum perempuan malah berbondong-bondong meninggalkan rumah mereka dengan alasan gaya hidup, dengan alasan daripada menganggur, padahal anak-anak mereka masih membutuhkan bimbingan mereka, bukan bimbingan Gadget atau masyarakat yang makin individualis.
Hingga akhirnya terjadi banyak kekerasan dalam rumah tangga, dimana perempuan dan anak adalah pihak yang menjadi korban karena mereka yang paling lemah. Akibat dari puncak peran dari istri, anak daan suami yang sudah tidak pada tempatnya. Maka sesungguhnya kita membutuhkan program yang handal dari sumber yang terpercaya, yakni dari Allah SWT.
Islam, benar hanya Islam punya solusi atas permasalahan ini. Siapapun akan berharap rumah tangganya dipenuhi suasana sakinah mawaddah wa rahmah (tenang, tenteram dan penuh kasih sayang), dengan pasangan shalih/shalihah, suami/istri yang menyejukkan mata dan jiwa, serta anak-anak yang cerdas dan berbakti.
Dalam pandangan Islam, selain memiliki fungsi sosial, keluarga juga memiliki fungsi politis dan strategis. Secara sosial, keluarga adalah ikatan terkuat yang berfungsi sebagai pranata awal pendidikan primer. Ayah dan ibu adalah sumber pengajaran pertamanya. Keduanya sekaligus menjadi tempat membangun dan mengembangkan interaksi harmonis untuk meraih ketenangan dan ketentraman hidup satu sama lain. Sedangkan secara politis dan strategis, keluarga berfungsi sebagai tempat yang paling ideal untuk mencetak generasi unggulan. Itulah generasi yang bertakwa, cerdas dan siap memimpin umat.
Pembagian peran dalam keluarga pun Islam telah punya aturannya, Islam telah memberikan aturan yang khusus kepada suamidan istri untuk mengemban tanggung jawab kepemimpinan dalam rumah tangga. Suami adalah kepala dan pemimpin keluarga. Istri adalah pengatur rumah suaminya sekaligus ibu bagi anak-anaknya. Peran kepemimpinan ini sama sekali tidak menunjukkan adanya legimitasi atau superioritas derajat yang satu atas yang lain. Suami tidak dianggap lebih mulia dibandingkan dengan istri dan anak-anaknya. Kepemimpinan adalah tanggung jawab dan amanat yang dibebankan oleh Allah SWT untuk dilaksanakan, selanjutnya dipertanggungjawabkan sebagai sebuah ibadah.
Sebagai pemimpin keluarga, suami berkewajiban memberi nafkah yang layak kepada istri dan anak-anaknya ( QS al-Baqarah [2]: 233). Suami yang baik dalam persepektif Islam adalah orang yang sunguh-sungguh dalam bekerja demi memenuhi kebutuhan nafkah keluarganya secara makruf. Allah SWT juga memerintahkan kepada suami agar mempergauli istrinya dengan makruf ( QS. Al baqarah [2] : 228)
Islam pun memberi kewajiban, peran dan fungsi yang mulia bagi istri. Ia berkewajiban mentaati suaminya, sepanjang yang diperkntahkan suami bukanlah kemaksiatan kepada Allah SWT. Selain kewajiban, taat kepada suami adalah karakter seorang istri shalihah (QS. An-nisa [4]: 34). Istri adalah pengatur rumah suami dan ibu bagi anak-anaknya. Perannya yang utama adalah merawat, mengasuh, mendidik dan memelihara anak-anaknya agar kelak menjadi orang yang mulia di hadapan Allah SWT. Ia pun berperan membina, mengatur dan menyelesaikan urusan rumah tangga agar memberikan ketentraman dan kenyamanan bagi para anggota keluarga yang lain. Dengan perannya ini berarti ia telah memberikan sumbangan besar kepada negara dan masyarakatnya.
Adapun dalam kedudukannya sebagai pengatur rumah tangga, perempuan berfungsi sebagai mitra utama dari pemimpin rumah tangga, yaitu suami. Hubungan keduanya dibangun atas dasar persahabatan dan kasih sayang. Lalu dengan pelaksanaan berbagai pekerjaan rumah tangga, Islam telah mengatur dengan detail. Bahwa seorang istri wajib melayani suaminya seperti: menanak nasi, memasak, membersihkan rumah, menyediakan minuman jika suami meminta, menyiapkan makanan untuk dimakan serta melayani suaminya dalam seluruh perkara yang harus dia lakukan di dalam rumah. Sebaliknya, suami wajib menyediakan apa saja yang dibutuhkan oleh istrinya yang berasal dari luar rumah seperti: menyediakan air dan apa saja keperluan lainnya.
Sabda Rasulullah saw. "Orang yang paling baik di antara kalian adalah yang laling baik perlakuannya kepada keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik perlakuannya kepada keluargaku" (HR Ibnu majah)
Inilah aturan Islam, untuk mengatur peran suami dan istri dalam menjalankan biduk rumah tangganya. Tidak akan ada kekerasan terhadap perempuan dan anak jika para suami memahami hal ini. Karena peran suami telah terlaksana dengan baik, membina istri menuju JannahNya bersama seluruh anggota keluarga, hingga suami tidak ridha jika istrinya jauh dari SyariatNya. Apakah Anda yakin dengan apa yang telah Anda baca di atas, bahwa Islam mampu menyelesaikan permasalahan kekerasan terhadap perempuan dan anak?
Wallahu a'lam bishawwab.