Bagaimanapun juga, pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hingga satu tahun lebih lamanya membawa dampak yang luar biasa bagi kehidupan masyarakat. Tidak hanya berdampak pada kesehatan, namun juga pada kehidupan sosial-ekonomi masyarakat. Hal ini, berpengaruh pada keberlangsungan kehidupan suatu keluarga.
Banyak didapati kepala keluarga yang harus kehilangan pekerjaan. Tentunya, berimbas pada masalah perekonomian dan keuangan keluarga. Ternyata, tidak cukup berhenti di sini saja masalah yang dihadapi. Aspek materi yang mendominasi sistem kehidupan saat ini, menjadikan nilai-nilai ketakwaan dalam keluarga semakin melemah. Hal inilah yang memunculkan gelombang dalam biduk rumah tangga, hingga berujung pada ketidakharmonisan dan berpotensi memicu kehancuran benteng keluarga yang akhirnya mengantarkan pada sebuah perceraian.
Viral sebuah video di media sosial antrean panjang warga yang akan menjalani sidang perceraian di Pengadilan Agama Kabupaten Bandung, Jawa Barat (liputan6.com, 25/8/2020).
Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Madiun, Jawa Timur mencatat ada 989 kasus perceraian selama pandemi COVID-19 mulai Maret-Agustus 2020. Sementara itu, sejak Januari-Agustus 2020 ada 1.635 kasus perceraian. Salah satu faktor tingginya angka perceraian yaitu masalah ekonomi (liputan6.com, 24/9/2020).
Ketidakharmonisan keluarga ini merupakan efek dari sistem kapitalis-sekularis yang telah lama diterapkan menjadi aturan kehidupan. Berawal dari sinilah, pemahaman umat terhadap ajaran Islam kaffah lambat laun semakin melemah. Hal inilah, sesungguhnya yang menjadi faktor utama mengapa kondisi ini terjadi. Islam terlanjur dipahami sebatas agama ritual semata, hingga tidak mampu memberi pengaruh dalam perilaku, baik individu, keluarga, masyarakat, maupun negara.
Tidak mengherankan, jika banyak kaum muslimin mengalami disorientasi hidup, karena minimnya pemahaman tentang ajaran Islam yang dimiliki. Akibatnya, memunculkan sikap mudah menyerah pada keadaan. Dalam ranah keluarga bisa kita lihat, tidak sedikit yang mengalami disharmoni bahkan disfungsi akut. Keluarga tidak bisa diharapkan lagi menjadi benteng perlindungan dan tempat kembali yang paling diidamkan. Baiti jannati seolah susah untuk tercipta di tengah berbagai problema yang menimpa.
Begitu pula dengan masyarakat, kian kehilangan fungsi kontrol akibat sikap individualisme yang mengikis budaya amar makruf nahi mungkar. Sementara negara, tak mampu menjadi penjaga umat, akibat disibukan berkhidmat pada asing dan aseng.
Kondisi ini diperparah dengan sistem kapitalis-sekularis beserta turunannya yang batil, seperti liberalisme dan materialisme, yang meniscayakan kehidupan serba sempit dan jauh dari berkah. Terbukti, hingga kini dunia terus dilanda krisis. Hadirnya pandemi semakin membebani mayoritas keluarga muslim dengan kehidupan yang serba sulit. Sementara, penguasa seolah tak ambil pusing dengan derita rakyatnya.
Beda halnya dengan Islam. Risalah ini telah nyata bisa memberi solusi tuntas atas seluruh permasalahan umat manusia, termasuk masalah keluarga. Bekal iman dan takwa akan mendorong siapa pun untuk melaksanakan aturan-aturan Allah SWT, karena inilah yang akan membawa kepada ketenteraman dan kebahagiaan. Hanya aturan Allah SWT dan Rasul-Nya sajalah yang memuaskan akal, sesuai fitrah manusia, dan tidak akan pernah berubah sampai akhir zaman.
Namun, hukum Islam tidak dapat tegak kecuali dengan menerapkan tiga pilar, yaitu pembinaan individu yang mengarah kepada pembinaan keluarga, kontrol masyarakat, dan adanya suatu sistem terpadu yang dilaksanakan negara sebagai pelaksana aturan Allah SWT dan Rasul-Nya.
Sebagai penentu lahirnya individu-individu muslim adalah ketakwaan yang hanya menaati Allah SWT semata, serta ikhlas dengan Islam yang diyakininya. Sikap ini akan mampu membentengi diri dari segala sesuatu yang membahayakan kehidupan mereka.
Terbinanya ketakwaan keluarga muslim akan membentuk sebuah pemahaman bahwa terjadinya pandemi ini adalah musibah, ujian, dan bentuk sayangnya Allah SWT untuk mereka. Meyakini ketetapan Allah SWT akan menjadikannya bersabar menghadapi pandemi ini dan berupaya keras mencari jalan keluar saat menghadapinya, serta saling bahu membahu dengan sesama anggota keluarga. Situasi ini justru makin memperkokoh ikatan antara ibu, bapak, dan anak-anaknya.
Islam juga sangat memperhatikan pentingnya hidup bermasyarakat dengan amar makruf nahi mungkar yang dilakukan menyeluruh, baik di keluarga, lingkungan kaum muslimin, dan jamaah-jamaah dakwah. Demikian halnya media-media massa, akan membentuk kesadaran umum di masyarakat bahwa aturan Allah SWT dan Rasul-Nya harus diterapkan di muka bumi.
Sebagai pelindung bagi rakyatnya, negara akan menjamin terpenuhinya hak-hak warga negaranya berdasarkan aturan Islam. Negara wajib berperan aktif dan turut campur melindungi akidah umat dan menjaga ketakwaan rakyatnya agar tidak mudah terkikis berbagai macam godaan dan musibah yang melanda. Semua ini hanya mungkin terjadi jika syari’at Islam diterapkan secara total dalam naungan Khilafah untuk mengatur seluruh aspek kehidupan manakala bermasyarakat dan bernegara, sehingga akan terwujud rakyat yang sejahtera serta dinaungi keberkahan.
Telah sangat jelas, hanya Khilafah yang mampu menjamin terwujudnya ketenangan dan kebahagiaan dalam keluarga. Islam dengan syari’atnya akan mampu menjaga rakyat dalam keimanan dan ketakwaan yang kokoh, sehingga tidak mudah tergoyahkan derasnya permasalahan yang menghantam atau tipu daya pihak-pihak yang ingin menjauhkan dari Islam.
Setiap pasangan suami istri dan anggota keluarga akan saling menguatkan dan berkomitmen melaksanakan kewajiban yang ditetapkan Islam untuknya. Tidak akan ada anak-anak yang ditelantarkan, kaum perempuan yang dipaksa atau terpaksa bekerja, atau para bapak yang menganggur. Tidak akan muncul kerusakan akhlak generasi karena para bapak dan ibunya meninggalkan kewajiban dan tugasnya.
Berbagai macam problema yang muncul dalam keluarga saat ini, akibat dari sistem kapitalis yang telah merusak ikatan keluarga harmonis. Solusi satu-satunya yang bisa dijadikan pemecahnya adalah mengganti sistem kapitalis dengan sistem kehidupan berlandaskan syari’at Islam.
Wallahu a’lam bishshawwab.