Oleh : Ummu Hanif
(Pemerhati Sosial Dan Keluarga)
Masjid istiqlal Jakarta mulai menjalankan program kaderisasi ulama perempuan. Mereka akan difokuskan melakukan kajian kesetaraan gender dalam perspektif islam. Imam besar masjid istiqlal, Nasaruddin Umar, dalam sambutannya pada Milad Masjid Istiqlal ke 43 di Jakarta mengatakan bahwa, program ini merupakan bagian dari “The New Istiqlal”. Dengan program ini, Masjid Istiqlal berambisi untuk mencetak ulama – ulama baru yang bisa beradaptasi dengan perkembangan zaman. (www.CNNIndonesia.com, 22/2/2021).
Berita ini menjadi angin segar bagi perkembangan kemampuan para Muslimah untuk tampil menjadi ulama panutan umat, khususnya bagi para muslimah. Hanya saja ada hal yang perlu diperhatikan lebih seksama, kenapa fokus ulama yang digagas Badan Pengurus Masjid Istiqlal (BPMI) harus melakukan kajian kesetaraan gender? Apa benar, islam telah menomorduakan kedudukan perempuan dalam kancah kehidupan? Atau sebenarnya ada konspirasi di balik semua itu?
Kalau kita jeli terhadap isu perempuan, keluarga dan generasi, kesetaraan gender menjadi isu seksi yang selalu diangkat dan dikampanyekan. Perempuan islam tidak lepas dari cap sebagai perempuan terbelakang dan tersisihkan dalam persaingan publik. Ini yang selalu menjadi objek sasaran para pejuang kesetaraan gender. Mereka mengkambinghitamkan Islam sebagai sumber ketidakadilan terhadap perempuan. Begitu pula terhadap generasi. Islam dianggap tidak memberikan kebebasan kepada generasi muda dengan berbagai aturan dan larangan dalam kehidupan.
Dan ironisnya, sebagian kaum muslimin percaya stigma itu, bahkan menjadi bagian dari penyebar pemikiran Barat tersebut. Sebagian kaum muslimin malah memperjuangkan kesetaraan gender dan menggaungkan ide emansipasi perempuan, seakan menganggap ide-ide feminis ini menyelamatkan perempuan. Mereka tidak sadar, ide emansipasi yang terasa bak madu itu sebenarnya racun mematikan yang memporak-porandakan tatanan Islam dan menimbulkan berbagai permasalahan baru dalam kehidupan.
Demikianlah, perempuan dan keluarga masih selalu menjadi senjata paten Barat untuk menyerang dunia Islam. Tidak heran, berbagai konvensi internasional pun menjadi agenda tetap Barat yang dipropagandakan di negeri-negeri muslim. Tak terkecuali Indonesia, sebagai salah satu negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Berkelindan dengan hal itu, kita mengenal CEDAW atau ICEDAW (International Convention on Elimination of All Forms of Discrimination Against Women). Ini adalah sebuah kesepakatan hak asasi internasional yang secara khusus mengatur hak-hak perempuan, keluarga, dan populasi. Dan salah satu program utamanya adalah memastikan terlaksananya kesetaraan gender atas nama perlindungan pada perempuan dan pemberdayaan perempuan. Indonesia adalah salah satu negara yang ikut meratifikasi CEDAW sejak 24 Juli 1984 melalui UU No. 7 Tahun 1984. Artinya, Indonesia wajib mengadopsi keseluruhan pasal di dalam dokumen CEDAW untuk diimplementasikan ke dalam hukum nasional.
Dalam hal ini, Barat mengetahui peran penting keluarga muslim dalam membangun anak-anak dan mempersiapkan mereka menjadi generasi pembangun peradaban. Karena itu, Barat merencanakan secara sungguh-sungguh untuk menghancurkan umat ini sejak dari akarnya. Sehingga, jika fokus kaderisasi ulama perempuan justru untuk kesetaraan gender, maka kemajuan umat itu ibarat jauh panggang dari api. Karena kemajuan umat sebenarnya berasal dari dalam rumah mereka, yakni didikan keluarga, yang kemudian akan dilengkapi oleh sistem Pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah yang menjalankan islam kaffah.
Wallahu a’lam bi ash showab.