Oleh: Relliyanie, S.Pd
(Praktisi Pendidikan dan Pemerhati Sosial)
Sungguh meriah dan penuh antusiasnya kaum muslim ketika bulan Rajab. Meskipun masih dalam suasana pandemi. Dimana setiap tahunnya kaum muslim memperingati peristiwa isra mi'raj Baginda Rasul Saw. Tentu yang harus diperhatikan adalah bahwa ini tidak hanya seremonial belaka, namun harus bermakna untuk perubahan dan perbaikan kondisi umat Islam hari ini.
Pada bulan Rajab, peristiwa isra mi'raj adalah kejadian luar biasa yang terjadi pada Baginda Rasulullah Saw. Setidaknya ada 2 hikmah yang dapat diambil dari peristiwa ini.
Pertama, sesungguhnya peristiwa Isra Mi’raj yang terjadi pada 27 Rajab ini adalah ujian keimanan bagi kaum Muslimin. Mereka yang imannya lemah semakin lemah, orang kafir yang sedari awal benci membangun propaganda dengan menuduh Rasulullah SAW berdusta. Tapi bagi Abu Bakar ra dengan keimanan yang kuat, dengan tegas menyatakan Isra Miraj yang dilakukan Rasulullah SAW pasti benar. Abu Bakar menyampaikan dua argumen. “Apa sulitnya bagi Allah yang Maha Besar menjalankan manusia dalam satu malam? Yang menyampaikan kabar ini adalah Rasulullah SAW, mustahil kalau Rasulullah SAW berdusta. “Sikap kita sekarang harus memiliki keimanan yang sama dengan Abu Bakar, apa yang disampaikan Rasulullah, wajib kita yakini, wajib kita amalkan!” tegasnya.
Kedua, Perjalanan Rasulullah dari Masjid Al Haram ke Baitul Maqdis (Masjid Al-Aqsha), menunjukkkan tentang pentingnya Masjid Al-Aqsha dan Palestina. Maka kaum Muslimin pun merupaya membebaskan Palestina.
“Alhamdulillah, futuhat Palestina bisa dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Ketika Palestina jatuh ke pasukan salib, kaum Muslimin pun berlomba membebaskan Palestina, Alhamdulillah Panglima Shalahuddin Al Ayubi berhasil membebaskan Palestina dan itu pun terjadi di bulan Rajab,” bebernya.
Selain itu, peristiwa yang begitu menggoncang kaum muslim yang terjadi pada bulan Rajab, yaitu tumbangnya kekhilafahan Utsmani di Turki, hasil kerjasama Inggris dengan pengkhianat Kamal Attaturk pada 28 Rajab 1342 H/ 3 Maret 1924 M.
Sejak tumbangnya khilafah hingga sekarang, mulailah kaum muslim berada dalam masa kegelapan. Tanpa penerang dan pelindung. Seratus tahun hampir berlalu, kaum muslimin masih dalam cengkeraman asing. Beragam kesulitan datang silih berganti, hingga banyak dari mereka yang berkorban nyawa. Bukan karena mereka diam, tapi lebih karena tak ada pelindung. Hal ini membuat mereka jauh dari agamanya.
Adapun kerugian yang dialami kaum muslimin saat jauh dari hukum Allah adalah sebagai berikut,
Pertama, bagai buih di lautan. Umat muslim berjumlah banyak tapi mereka tak memiliki taring. Mereka mudah dipecah belah, dirayu, dipengaruhi, bahkan dijajah.
Rasulullah bersabda, “Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian, seperti halnya orang-orang yang menyerbu makanan di atas piring.” Seseorang berkata, “Apakah karena sedikitnya kami waktu itu?” Beliau bersabda, “Bahkan kalian waktu itu banyak sekali, tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn.” Seseorang bertanya, “Apakah wahn itu?” Beliau menjawab, “Cinta dunia dan takut mati,” (HR Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud).
Kedua, mudah dirasuki pemahaman asing. Dengan jauh dari aturan Allah. Membuat keimanan kaum muslimin menjadi tipis. Pemahaman kapitalisme seperti kebahagiaan diukur dari materi, menyelimuti benak kaum muslimin.
Akhirnya mereka lebih mencintai dunia daripada akhirat, pun mudah dibeli dengan uang. Sehingga tidak heran jika kita menemukan muslim korupsi, membunuh, berzina, berkhianat, kena narkoba, merampok, dan yang lainnya. Bahkan pemahaman asing yang merasuki umat Islam secara tidak sadar menjadikannya antek asing.
Ketiga, tidak memiliki pelindung. Mereka disiksa, dibunuh, para wanita diperkosa, anak-anak tak bersalah juga ikut dianiaya hingga tanah air mereka direbut penjajah. Semua itu terjadi karena umat Islam jauh dari agamanya. Tak ada pelindung yang siap membelanya seperti Khalifah Al Mu’tasim Billah.
Keempat, umat Islam seperti tak terurus. Banyak umat muslim yang kelaparan, harus memikirkan sendiri bagaimana melindungi dirinya. Mereka sendiri yang memenuhi sandang, pangan, dan papan. Mencari pendidikan, kesehatan dan keamanan sendiri. Kalaupun ada bantuan, tak memenuhi segala kebutuhan mereka. Karena umat tak lagi memiliki institusi yang rela mengurusi kita.
Rasulullah saw. bersabda,
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Kelima, merajalelanya kemungkaran. Tanpa adanya aturan Islam yang diterapkan, banyak sekali tindak kejahatan. Umat tak lagi merasa aman dan nyaman di luar atau dalam rumah. Kejahatan mengintai di mana-mana.
Keenam, menjadi sebab datangnya murka Allah. Sebagaimana terjadi pada umat terdahulu, Allah menurunkan sakit dan bencana karena umat saat itu tak mengindahkan aturan-Nya.
“Tidaklah kekejian menyebar di suatu kaum, kemudian mereka melakukannya dengan terang-terangan kecuali akan tersebar di tengah mereka penyakit Tha’un dan sakit yang belum pernah terjadi terhadap para pendahulu mereka.
Tidaklah mereka mengurangi timbangan dan takaran kecuali mereka akan disiksa dengan kemarau berkepanjangan dan penguasa yang zalim. Tidaklah mereka enggan membayar zakat harta-harta mereka kecuali langit akan berhenti meneteskan air untuk mereka, kalau bukan karena hewan-hewan ternak niscaya mereka tidak akan beri hujan.
Ketujuh, Allah akan menghisabnya di akhirat. Sebagaimana firman Allah,
“Dan Adam pun mendurhakai Rabb-nya, maka ia sesat. Kemudian Rabb-nya (Adam) memilihnya, maka Dia menerima tobatnya dan memberi Adam petunjuk. Allah berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh sebagian yang lain.
Maka jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan ia tidak akan celaka. Dan barang siapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Berkatalah ia, “Ya, Rabb-ku, mengapa Engkau menghimpun aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang bisa melihat?” Allah berfirman, “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini pun kamu dilupakan.”
Dan demikianlah Kami membalas orang yang melampaui batas dan tidak percaya terhadap ayat-ayat Rabb-nya. Dan sesungguhnya azab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal.” (Thaha/20 :121-127)
Hendaknya kaum muslim menyadari kondisi ini dan berjuang untuk bangkit dari keterpurukan ini. Tidak sekedar seremonial dan perayaan isra mi'raj belaka, namun ikut berjuang dalam barisan dakwah untuk mewujudkan Islam kaffah agar seluruh hukum-hukum Allah dapat sempurna ditegakkan. Semoga bulan Rajab ini adalah Rajab terakhir tanpa khilafah. Wallahu'alam (dari berbagai sumber).