Oleh : Leni Handayani
(Muslimah Kendari)
Baru-baru ini, negara kita kembali dihebohkan dengan adanya salah satu Peraturan presiden No. 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Peraturan ini menjadi perbincangan di sebagian kalangan umat karena isi di dalamnya mengatur pembukaan investasi baru industri minuman keras (miras) yang mengandung alkohol. Hal inilah yang memunculkan ragam kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Bagaimana tidak, dengan adanya aturan ini maka pemerintah sudah jelas melonggarkan aturan berinvestasi di sektor minuman alkohol (minol). Perpres ini ditandatangani oleh Jokowi dan berlaku 30 hari setelah diundangkan pada 2 Februari 2021 lalu (CBNC Indonesia).
Berselang sebulan dari ditandatanganinya peraturan ini dan juga setelah menuai banyak kontroversi, akhirnya presiden Joko Widodo membatalkan untuk membuka keran investasi pada bidang usaha minuman beralkohol (minol).“Bersama ini saya sampaikan, saya putuskan lampiran Pepres terkait pembukaan investasi baru dalam industri miras yang mengandung alkohol saya nyatakan dicabut”. Kata Jokowi dalam siaran pers virtual, Selasa 2/3/2021 (news.detik.com).
Tapi ada hal yang perlu kita telaah lebih lanjut. Dalam hal ini yang dicabut bukanlah Perpresnya, melainkan hanyasebagian lampirannyasaja. Lampiran tersebut adalah pada bagian Bidang Usaha No 31, 32, dan 33. Sedangkan lampiran Bidang Usaha No 44 tentang Perdagangan Eceran Minuman Keras atau Beralkohol dan No 45 tentang Perdagangan Eceran Kaki Lima Minuman Keras atau Beralkohol tetap ada. Dengan kata lain, pencabutan lampiran tentang investasi miras ini bukan berarti peredaran miras menjadi tidak ada. Hanya investasinya yang tidak ada, industri miras yang sudah ada tetap berjalan menurut peraturan yang sudah ada.
Tetap berjalannya industri dan perdagangan miras ini karena dianggap sebagai sesuatu yang dapat memberikan manfaat bagi perekonomian negara, yakni berupa pendapatan negara khususnya dalam penerimaan kas negara dan kontribusi ekspor. Achmad Sigit Dwiwahjono, Plt Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian mengatakan selain menyumbang pendapatan dari cukai, industri minol juga mendongkrak nilai ekspor melalui perluasan ke pasar nontradisional atau negara tujuan baru (bisnis.com).
Investasi miras, beban bagi negara dan rakyat
Dengan adanya Perpres no 10 tahun 2021 ini yang mengatur tentang investasi miras tidak lepas dari kaitannya dengan UU Ciptaker. Aturan ini sebenarnya turunan dari aturan-aturan yang ada pada UU Ciptaker yang disahkan secara cepat dan mendadak pada 2020 lalu. Dalam UU Ciptaker ada upaya untuk melegalkan dan meloloskan miras (pasal 12 UU Ciptaker ayat 1 dan 2). Jika diperhatikan lebih lagi, UU Ciptaker maupun Perpres ini sangat merugikan rakyat dan juga negara. Inilah demokrasi kapitalisme, rakyat selalu dikorbankan dengan kepentingan para kapitalis. Apalagi dengan adanya Perpres ini, pemerintah dianggap lebih mementingkan investasi daripada keselamatan rakyat. Dalam persfektif lain, memang UU Ciptaker ini esensinya adalah UU Cipta Investasi. Dan tentu saja dengan prinsip para investor “mencari keuntungan yang sebesar-besarnya” maka mereka akan mengabaikan kepentingan rakyat bahkan kepentingan negara untuk tunduk pada kepentingan mereka. Karena kembali lagi, dalam sistem demokrasi kapitalisme penguasa negara adalah para kapitalis.
Dradjad Wibowo menyebutkan bahwan menurut studi pada 2010 di AS mencapai 249 miliar dolar AS atau sekitar 2 dolar 5 sen per minuman. “ini biaya yang ditanggung dari efek buruk minuman keras ke perekonomian. Jika dipersentasikan ke PDB AS, jatuhnya 1,66% dari PDB”. Studi yang ditulis Montarat Thavorncharoensap dalam 20 riset di 12 negara menyebutkan, beban ekonomi dari minuman beralkohol adalah 0,45% hingga 5,44% dari PDB. Dalam konteks Indonesia, beban tersebut dengan asumsi seperti AS 1,66 dari PDB maka beban dari miras ini sangat tinggi. PDB Indonesia pada tahun 2020 adalah Rp. 15.434,2 triliun jika dikalikan dengan 1,66% maka hasilnya adalah Rp. 256 triliun (republika.co.id). Ini membuktikan bahwa adanya industri miras, beban yang sangat besar bagi rakyat dan negara.
Industri Miras dalam Perspektif Islam
Dalam sistem Islam sendiri, termasuk di dalamnya tentang sistem ekonomi, kebijakan yang dikeluarkan oleh pemimpin tujuannya adalah untuk menjamin kebutuhan pokok individu secara sempurna (menyeluruh dan layak). Kemudian juga membantu setiap individu untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier. Hukum industri dalam sistem Islam adalah mengikuti hukum barang yang diproduksinya. Dari sisi kepemilikan barang dikategorikan menjadi 3 bagian (milik individu, umum, dan negara). Industri-industri yang menjadi milik umum (migas, tambang, batubara, kehutanan) adalah haram untuk dikelola oleh swasta baik lokal maupun asing. Melainkan kewajiban bagi negara untuk mengelolanya. Selanjutnya, dari sisi barang yang diproduksinya. Jika suatu pabrik menghasilkan produk yang halal, maka pabrik tersebut halal. Sebaliknya, jika produk yang dihasilkan adalah haram maka jelas pabrik tersebut haram dan tidak akan pernah diizinkan untuk berdiri di negara yang menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Ancaman yang sangat keras dari kemaksiatan adalah salah satunya minuman keras. Sebagaimana dalam surah Al-Maa-idah :90-91 Allah SWT berfirman yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkna permusuhan dan kebencian di antara kamu dengan khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)”.
Dalam ayat ini dengan tegas Allah menyeru orang-orang yang beriman untuk menjauhi Khamr. Maka dalam Islam, khamr adalah nyata haramnya. Diperjelas lagi dalam beberapa riwayat hadist tentang ancaman bagi pelaku minuman keras. “Khamr adalah induk dari kekejian dan dosa yang paling besar. Siapa saja yang meminum khamr, ia bisa berzina dengan ibunya, saudari ibunya dan saudari ayahnya” (HR ath-Thabarani). Dilanjut lagi, “Khamr itu adalah induk keburukan dan siapa meminumnya, Allah tidak menerima Sholatnya 40 hari. Jika ia mati dan khamr itu ada di dalam perutnya maka ia mati dengan kematian jahiliyah” (HR ath-Thabarani, ad-Daraquthni, al-Qudha’iy).
Inilah mengapa miras haram hukumnya dan harus dilarang secara total peredarannya. Hanya saja, ini dapat terjadi jika syariah Islam sudah diterapkan secara kaffah. Wallahu a’lam.
Tags
Opini