Penulis : Dwi Susanti (Praktisi Pendidikan)
Dilansir dari situs media online Suara.Com pada Rabu (10/2) memberitakan bahwa Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga mengecam Aisha wedding karena mempromosikan nikah siri, poligami dan pernikahan anak dalam bisnis wedding organizernya. Bintang mengatakan “Promosi untuk nikah di usia muda yang dilakukan Aisha Wddings membuat geram Kemen PPPA dan semua LSM yang aktif bergerak di isu perlindungan anak. Tidak hanya pemerintah, tetapi masyarakat luas juga resah karena Aisya Weddings telah mempengaruhi pola pikir anak muda, bahwa menikah itu mudah.”
Salah satu postingan Aisya Wedding di laman FB yang menuai reaksi adalah sarannya untuk menikah bagi perempuan muslimah adalah usia antara 12 – 21 tahun. Bahkan KPAI telah melaporkan Aisya Wedding ke Mabes Polri karena hal tersebut. Aisyah Wedding di duga melakukan pelanggaran UU No. 16 tahun 2019 tentang Perkawinan yang menyatakan bahwa syarat usia menikah minimal 19 tahun dan UU no 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Dari kasus ini seolah-olah ada opini bahwa menikah muda itu merupakan hal yang buruk. Menikah muda dianggap bisa menjadi biang persoalan keluarga mulai dari KDRT, perceraian, penelantaran anak dll. Stereotip terhadap pernikahan dini juga telah menjangkiti kaum muslimin saat ini. Disisi lain tayangan dan tontonan yang mengundang syahwat bebas diakses oleh siapa saja termasuk para pemuda. Sehingga freesex di kalangan remaja bukan hal yang baru lagi kita dengar dan saksikan saat ini. Hal ini tentu aneh bagi kita sebagai seorang muslim nikah dipersoalkan sedangkan freesex seolah-olah dibiarkan.
Lalu bagaimana sebenarnya pandangan Islam tentang pernikahan? Berapa batasan ideal menikah bagi seorang muslim? Dan bagaimana pengaturan negara Khilafah Islam dalam masalah pernikahan?
Pernikahan dalam Pandangan Islam
Setiap manusia yang lahir di dunia ini Allah bekali dengan naluri-naluri salah satunya adalah naluri mempertahankan jenis. Dimana perwujudan dari naluri ini adalah manusia memiliki rasa kasih sayang terhadap seseorang / sesuatu termasuk memiliki rasa ketertarikan terhadap lawan jenis. Nah naluri ini muncul saat ada stimulus/dorongan dari luar. Ketika dorongan itu muncul maka naluri ini membutuhkan pemenuhan atau pemuasan. Saat pemuasan terhadap naluri ini tidak bisa terpenuhi memang tidak akan sampai menyebabkan kepada kematian namun akan menimbulkan perasaan gelisah. Memahami kebutuhan manusia yang demikian maka Islam sebagai aturan hidup yang sempurna dan paripurna mengatur secarajelas dan rinci masalah ini. Islam hanya mengijinkan pemenuhan rasa tertarik terhadap lawan jenis dengan cara menikah saja.
Pernikahan atau nikah secara bahasa berarti mengumpulkan. Sedangkan secara istilah menikah berarti aqad yang menyebabkan halalnya hubungan sexual pada suami istri. Pernikahan ini merupakan salah satu bentuk ibadah. Dianjurkan pada muslim yang telah mampu memikul tanggungjawab keluarga agar mampu menjaga pandangan dan menghindari zina.
Sebagaimana Sabda Rasulullah “ Wahai para pemuda , barang siapa dari kamu telah mampu memikul tanggungjawab keluarga, hendaknya segera menikah, karena dengan pernikahan engkau lebih mampu untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah berpuasa , karena puasa dapat menahan syahwatnya.”
Anjuran untuk menikah ini juga berdasarkan firman Allah di dalam Al Qur’an. Allah SWT berfirman dalam QS An Nur ayat 32 yang artinya :
“ Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.
Tujuan Pernikahan dalam Islam bukan sekedar untuk menundukkan hawa nafsu saja namun yang paling utama adalah untuk melestarikan jenis manusia. Pernikahan juga dimaksudkan untuk membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah yang akan mampu melahirkan generasi penerus bangsa yang sholih sholihah.
Hukum Menikah bagi Muslim
Menikah merupakan ibadah yang sangat dianjurkan, bahkan Rasulullah menyatakan pernikahan merupakan suatu bentuk penyempurnaan agama. Namun hukum menikah pada masing-masing muslim berbeda sesuai dengan situasi kondisi seseorang. Adakalanya wajib, sunnah, mubah bahkan haram. Penjelasannya sebagai berikut :
Wajib : Hukum menikah wajib bagi seseorang yang telah mampu baik secara finansial, fisik maupun ilmu dan dia tidak mampu menahan syahwatnya atau menghindari perzinhan. Maka orang dengan kondisi seperti ini maka wajib hukumnya untuk segera menikah. Agar terhindar dari segala keburukan.
Sunnah : Hukum menikah bagi seseorang yang telah memiliki kemampuan namun dia mampu menahan diri dari aktivitas yang terlarang (zina) maka menikah baginya adalah Sunnah.
Mubah : Ketika seseorang menikah dengan tujuan untuk memenuhi syahwatnya dan menghindari perbuatan yang dilarang oleh agama.
Haram : Seseorang yang tidak memiliki kemampuan untuk memenuhi tanggungjawab suami istri maka hukumnya haram untuk menikah. Misal orang gila, orang yang secara akal kurang sehingga berperilaku seperti anak kecil, anak yang belum baligh, dan lain-lain.
Syarat Sah Pernikahan
Sebagaimana bentuk ibadah yang lain maka Islam juga memiliki rukun-rukun yang harus dipenuhi agar pernikahan dianggap sah. Ada beberapa syarat sah pernikahan yang harus dipenuhi diantaranya :
1. Ada mempelai laki-lali dan perempuan
Kedua mempelai ini harus dipastikan adalah orang yang halal untuk dinikahi. Misalnya beda jenis kelamin, bukan sepersusuan, bukan saudara kandung, bukan istri orang, bagi laki-laki muslim calon istrinya seorang muslimah atau ahli kitab, sedangkan bagi wanita harus dipastikan calon suaminya adalah seorang muslim.
2. Ada wali nikah
Pernikahan yang sah harus menghadirkan wali dari pihak mempelai perempuan. Misalnya ayah kandung atau yang mewakili dimana wakilnya harus orang yang memenuhi syarat untuk menjadi wali nikah.
3. Ada 2 orang saksi
Pernikahan sekurang-kurangnya harus disaksiakn oleh 2 orang laki-laki. Agar pernikahan yang terjadi tidak menjadi fitnah diantara masyarakat maka sebaiknya di umumkan.
4. Ada ijab qabul
Pernikahan menjadi sah karena adanya ijab Qabul. Ijab yaitu ajakan menikah yang secara dhahir dinyatakan oleh wali nikah kepada mempelai pria. Sighat atau redaksi Ijab harus jelas menunjukkan ajakan menikah misal “Saudara fulan bin fulan saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan....dengan mas kawin....”.
Sedangkan Qabul adalah menerima ijab dengan redaksi yang jelas pula. Misal “ Saya terima nikahnya fulanah binti fulan dengan mas kawin tersebut tunai. “
5. Ada Mahar
Dalam pernikahan pihak mempelai pria harus memberikan mahar kepada pengantin wanita. Mahar ini ketentuannya harus berupa barang yang dapat diperjual belikan dan memiliki nilai ekonomi. Seorang perempuan boleh menentukan mahar apa yang harus diberikan calon suami kepadanya. Namun nabi mengingatkan bahwa sebaik-baik wanita yang mudah maharnya. Mudah disini artinya tidak harus murah tetapi melihat kemampuan pada calon pria.
Pengaturan Pernikahan dalam Islam
Khilafah sebagai negara Islam sangat memahami bahwa lahirnya generasi bangsa yang baik pasti dari keluarga yang baik pula. Maka bagaimana mewujudkan keluarga yang samara tidak luput dari perhatian Khilafah. Dalam kurikulum Pendidikan Islam ada satu jurusan yang terkait erat dengan penyiapan perempuan sebagai ibu rumah tangga. Karena hukum asal seorang perempuan adalah sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sehingga ketika telah menikah maka seorang perempuan akan mampu memenuhi tanggung jawabnya sebagai istri. Tentunya untuk laki-laki juga disiapkan untuk menjadi seorang kepala keluarga yang baik.
Negara akan melarang dan menghilangkan segala tayangan dan tontonan yang kurang pantas dan memicu syahwat. Negara juga akan menindak tegas aktifitas yang mendekati zina, mempertontonkan pornoaksi dan pornografi.
Negara akan memfasilitasi dan membantu bagi para pasangan yang telah siap menikah namun tidak memiliki biaya. Negara akan memberikan santunan dari dana baitul mal bagi pasangan seperti ini. Negara juga menjamin lapangan kerja bagi para suami dan laki-laki yang mampu bekerja. Negara juga turut memastikan terpenuhinya kebutuhan pokok pada setiap keluarga dari rakyat daulah. Sehingga tidak ada kekhawatiran pada pemuda dan pemudi yang ingin menikah sebagaimana yang terjadi saat ini.
Dengan demikian maka Islam tidak membatasi usia pernikahan bagi orang yang telah baligh, asalkan dia sudah memiliki kemampuan baik secara finansial, fisik maupun dari segi ilmu sehingga mampu memenuhi tanggungjawab di dalam pernikahan. Dan dukungan negara dalam mewujudkan keluara yang sakinah mawaddah warahmah ternyata sangat penting. Dan itu hanya mampu terjadi saat Sistem Islam diterapkan secara kaffah dalam seluruh aspek kehidupan nantinya.
Allahu a’lamu bissawab