Oleh: Inge Oktavia Nordiani, S. Pd
(Pendidik)
Bulan Rajab adalah salah satu bulan haram yang didalamnya terjadi banyak momentum penting dalam perjalanan islam. Salah satunya adalah peristiwa isra` mi`raj yang darinya kaum muslimin mendapatkan pelajaran akidah. Pada tahun ini isra` mi`raj 1442 H jatuh pada hari Kamis (11/3/2021). Mempercayai kebenarannya merupakan bagian dari ibadah. Sesuatu yang terjadi atas izin Allah diluar nalar berpikir manusia pada masanya. Perjuangan Rasulullah yang tidak semua manusia utamanya orang kafir dapat dengan mudah mempercayainya.
Isra` berarti perjalanan Nabi Muhammad Saw dengan mengendarai hewan buraq dari Masjidil Haram di Mekkah menuju Masjidil Aqsa di Palestina dimana beliau memimpin para nabi lainnya untuk beribadah. Sementara Mi`raj berarti perjalanan Nabi Muhammad Saw naik ke langit untuk menerima perintah Allah SWT agar umat beriman melaksanakan ibadah sholat. Sebagaimana dalam QS. Al Isra`: 1
“ Maha Suci Allah yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Salah satu momen yang monumental yaitu ketika Allah SWT memerintahkan nabi untuk menjadi imam bagi para Nabi dan Rasul. Hal tersebut merupakan pertanda bahwa Nabi Muhammad Saw adalah penutup para nabi dan syari`at yang dibawanya merupakan penyempurna syariat yang dibawa oleh nabi sebelumnya. Kepemimpinan Nabi Muhammad Saw ini tidak hanya dalam isra` mi`raj melainkan sampai akhir zaman nanti. Oleh karena itu sebagai hamba kita tidak perlu ragu lagi dengan peristiwa isra` mi`raj ini.
Begitu pula kado yang diberikan oleh Allah kepada umat nabi Muhammad di akhir perjalanan mi`raj nabi yaitu perintah sholat. Dengan sholat maka manusia dapat dengan mudah dibedakan antara muslim dengan non muslim. Sholat menjadi pembeda. Dengan perintah sholat dalam momentum isra` mi`raj ini menjadi pengingat bagi manusia sebagai sebenar-benarnya hamba. Status seorang hamba meniscayakan di dalamnya sifat lemah, terbatas dan bergantung. Seorang manusia yang memiliki gharizah tadayyun (cenderung menyembah sesuatu) yang tidak pantas untuk menyombongkan diri terhadap aturan Allah yang kemudian digantikan dengan aturan buatan akal pikiran manusia sendiri.
Sebagaimana dalam doa yang setiap kali kita ucapkan ketika sholat, “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam”.
Bacaan doa tersebut mengandung konsekuensi kita sebagai manusia harus tunduk secara totalitas kepada Allah SWT dengan berpegang teguh pada syari`at yang dituntukan.
Namun kondisi hari ini menunjukkan kaum muslimin satu-persatu melepaskan diri dari simpul-simpul islam. Islam menjadi agama tertuduh. Penganutnya menjadi phobi atas agamanya sendiri. Bahkan kaum muslimin merasa asing dengan syari`atnya sendiri. Ini dikarenakan sistem sekuler yang telah melingkupi dunia hari ini. Kaum muslimin harus waspada akan hadits nabi tentang kondisi kaum muslimin ketika tidak berpegang teguh pada tuntunan nabi,
“Ikatan islam akan terlepas satu demi satu. Setiap kali ikatannya terlepas, manusia akan bergantung pada ikatan berikutnya. Yang pertama akan terlepas adalah pemerintahan dan yang terakhir adalah sholat” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban).
Oleh karena itu mari bersama kaum muslimin menyadari kembali hakikatnya sebagai sebagai sebenar-benarnya hamba yang disitu hanya menjalankan aturan daripada sang pencipta dan dengan keyakinan penuh bahwasanya aturan yang diaplikasikan dalam kehidupan yang akan memberikan kebaikan demi kebaikan yang mengatasi masalah tanpa masalah.
Namun syariat Islam tidak akan terselenggara dengan baik ketika tidak ada yang menjalankannya yaitu sebuah institusi daulah khilafah islam. Sebuah institusi sesuai dengan yang Rasulullah Saw bangun sebagaimana peradaban islam di Madinah. Peradaban yang menjadi mercusuar bagi dunia. Wallahua`lam bis showab.