Oleh Aas Asiyah
Sejak awal tahun 2021, lonjakan harga bahan pangan khususnya cabai terus naik dengan selisih yang cukup banyak dari harga awal.
Kenaikan harga cabai ini terjadi di setiap daerah salah satunya di Pasar Citeko, kecamatan Plered kabupaten Purwakarta. Sudah sepekan ini harga cabai terus melonjak sangat tinggi.
Menurut salah seorang pedagang sayuran di pasar tersebut, Mela Nurliani (37), kenaikan cabai rawit merah ini terjadi sejak minggu terakhir. Kenaikannya pun cukup tinggi dari semula harga normal Rp30.000 atau Rp40.000 per kilogram. “Sekarang saya menjual cabai rawit merah mulai 130.000 hingga Rp140.000 per kilogram,” ujarnya, (Radarkarawang.id 3/3/2021)
Tidak hanya di kabupaten Purwakarta, di beberapa wilayah seperti Karawang, Jakarta,Tangerang, Cimahi, Ngawi dan beberapa wilayah lain di Pulau Jawa pun alami kenaikan harga cabai rawit ini.
Salah satu pedagang sayur di Pasar Ciputat, Tangerang Selatan bernama Mardi mengatakan harga cabai rawit merah telah lama melambung. Saat ini dia menjual seharga Rp 120.000 per kilogram.
"Udah lama naik ini harga cabai rawit merah sekarang saya jual Rp 120.000, dari Kramat Jatinya aja udah Rp 115.000," katanya, saat ditemui di Pasar Ciputat Tangsel, Senin (Detik.com 22/3/2021)
Minimnya pasokan cabai menjadi alasan utama naiknya harga cabai hingga berkali lipat, dan tentunya dengan kenaikan harga bahan pangan ini khususnya cabai sangat menyulitkan para pedagang dan masyarakat.
Pemerintah menilai kondisi kenaikan ini disebabkan cuaca buruk dan banjir yang membuat penurunan tingkat produksi dan gangguan terhadap distribusi cabai.
Hal ini membuat ketersediaan pasokan di pasar tak mampu memenuhi tingginya permintaan.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan, curah hujan yang cukup tinggi terjadi di sentra-sentra produksi cabai, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. (Kompas.com 8/3/2021)
Hal itu membuat banyak tanaman cabai terkena penyakit sehingga mempengaruhi produksi.
Sedangkan menurut kementrian Perdagangan berpendapat bahwa perlu adanya Operasi Pasar untuk menstabilkan harga jual. Tetapi impor bisa saja dilakukan jika kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi oleh pasokan cabai yang ada di pasaran. (Rindhu Dwi Kartiko/Andi Bagasela/Rinto A Navis, AntaraNews 9/3/2021).
Mengimpor barang memang merupakan cara tercepat untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Tetapi jika kebijakan impor ini terus dilakukan, maka akan berdampak buruk bagi para petani dalam negeri. Di mana hasil produksi yang tidak bisa disamakan dengan hasil impor.
Selain itu impor bahan pangan akan melemahkan harga jual yang dibuat oleh para petani lokal. Hal ini akan sangat berbahaya, karena akan melemahkan sektor pertanian dalam negeri bahkan hingga mematikan perekonomian para petani lokal.
Kondisi ini juga diperparah dengan adanya sistem pasar bebas, di mana didalam sistem ini peran negara tidak begitu dibutuhkan dalam aspek distribusi pangan. Sehingga menimbulkan banyak oknum-oknum tidak bertanggung jawab yang mengambil keuntungan disaat seperti ini. Seperti para penimbun barang langka lalu mereka menjual barang tersebut dengan harga yang sangat mahal hingga berkali lipat.
Inilah yang terjadi jika sistem ekonomi kapitalis liberal diterapkan. Dalam sistem ini, peran negara sangat sedikit dalam mengurusi kebutuhan rakyat. Negara hanya berperan sebagai pembuat aturan dan pemberi fasilitas. Sementara pemenuhan kebutuhan rakyat diserahkan kepada korporasi/perusahaan, yang berakibat segala aspek pangan mulai dari produksi hingga konsumsi dikuasai oleh perusahaan/korporasi. Alhasil kedaulatan pangan pun tak bisa terwujud dalam sistem ini.
Kedaulatan pangan ini hanya bisa diwujudkan dan diterapkan dalam sistem Islam, yang dimana dalam sistem ini memiliki mekanisme agar kedaulatan pangan bisa tercapai dan negara terbebas dari ketergantungan impor.
Dalam sistem Islam negara menjamin berjalannya proses produksi agar stok bahan pangan tetap terkendali. Salah satunya dengan mendukung penuh upaya yang dilakukan para petani.
Mulai dari memberikan akses mudah untuk mendapatkan bibit yang unggul, kemudian memberikan teknologi pertanian yang terbaru, memberikan bantuan subsidi kepada para petani yang kurang mampu, membangun infrastruktur pertanian hingga mengadakan riset penelitian atau seminar-seminar yang menambah wawasan para petani.
Semua aspek di atas pasti sangat memudahkan dan membantu para petani agar lebih maju dan berkembang.
Selain itu juga dalam sistem Islam negara tidak lepas tangan dalam proses distribusi bahan pangan, negara tetap mengawasi aktivitas pasar agar berjalan dengan lancar dan terhindar dari berbagai macam kecurangan dan penimbunan barang. Yang dimana dua hal ini pasti akan merusak kestabilan harga pasar dan proses distribusi bahan pangan.
Jika terjadi hal yang tidak normal dalam aktivitas pasar, negara segera mencari akar dari masalah tersebut.
Negara juga akan benar-benar memperhatikan aktivitas perdagangan agar berjalan dengan lancar. Sebab melalui perdagangan ini salah satu mediator untuk para petani menyalurkan hasil panen. Tanpa perdagangan aktivitas produksi, distribusi, dan konsumsi tidak akan berjalan ditengah-tengah masyarakat.
Sedangkan mengimpor barang dalam sistem Islam hanya akan dilakukan jika kebutuhan pemenuhan bahan pangan benar-benar sangat dibutuhkan karena terjadinya kelangkaan barang dalam negeri. Negara akan mengimpor sebagian barang yang dibutuhkan dari negara lain dengan memberi cukai yang kecil atau bahkan membebaskannya agar barang yang dibutuhkan bisa segera masuk dan digunakan oleh masyarakat.
Beginilah gambaran negara pada sistem Islam dalam menangani kebutuhan pangan rakyat dan bertanggungjawab pada setiap kebutuhan rakyatnya. Hanya sistem Islam yang mampu memenuhi setiap kebutuhan rakyatnya mulai dari bahan pangan, infrastruktur, pendidikan dan lain sebagianya. Wallahu a'lam bis showab.
Tags
Opini