Guru, dalam Sistem Islam dan Sekuler





Oleh Aning Ummu Salma
(Muslimah Peduli Umat)

Mayoritas honorer tenaga pendidik dan kependidikan di Kabupaten Bandung selama tiga bulan terakhir belum menerima upah honor mereka.
Selama tiga bulan ini, mereka sama sekali tidak menerima honorarium baik dari Bantuan Operasional Siswa (BOS) Kabupaten ataupun BOS Pusat dengan alasan pergantian tahun.

Hampir setahun pandemi Covid-19 melanda Indonesia, sehingga, banyak sektor yang terpengaruh oleh pandemi ini, salah satunya adalah para pekerja di dunia pendidikan, dari mulai guru hingga para pengajar ekstrakulikuler.
Guru honorer dianggap berbagai pihak tak mendapatkan perhatian dari penguasa negeri ini, di antaranya mantan menteri Sudirman Said. Dia menegaskan, kondisi guru honorer saat ini sungguh memprihatinkan. Mereka sudah bekerja selama bertahun-tahun tapi belum ada kejelasan statusnya. Padahal jasa guru terhadap pembangunan bidang pendidikan sangat besar.

Guru merupakan tombak terdepan dalam memajukan pendidikan dan pembinaan generasi di lingkungan sekolah. Tanpa guru, apalah jadinya dunia pendidikan sehingga peran guru tak dapat dipisahkan dari aktivitas pembalajaran.
Untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia, maka perlu penempaan di dunia pendidikan. Profesi yang tepat untuk melakukan hal tersebut adalah guru.

Tentunya dibalik kewajiban dalam menjalankan amanah tersebut, harus diiringi dengan pemenuhan hak yang setara dengan tanggung jawab besar.
"Selama ini kacamata pendidikan dalam sistem kapitalisme-demokrasi hanya memandang sebelah mata peran guru honorer. Dengan gaji yang mereka peroleh tidak sebanding dengan jasa mereka yang tanpa pamrih, untuk meningkatkan intelektualitas dan membentuk akhlak mulia pada peserta didik. Khalifah Umar bin Khatthab memberikan gaji pada mereka masing-masing sebesar 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas).
Jika dikalkulasikan, itu artinya gaji guru sekitar Rp 30.000.000.

Tentunya ini tidak memandang status guru tersebut PNS atau pun honorer. Apalagi bersertifikasi atau tidak, yang pasti profesinya guru.
Tidak heran di masa Khilafah dijumpai banyak generasi cerdas dan shaleh. Selain itu, berbagai fasilitas pendukung pendidikan dapat dinikmati tanpa beban biaya yang besar.

Dalam Islam guru adalah sosok yang dikaruniai ilmu oleh Allah SWT yang dengan ilmunya itu dia menjadi perantara manusia yang lain untuk mendapatkan, memperoleh, serta menuju kebaikan di dunia maupun di akhirat. Selain itu guru tidak hanya bertugas mendidik muridnya agar cerdas secara akademik, tetapi juga guru mendidik muridnya agar cerdas secara spritual yakni memiliki kepribadian Islam.
Sejarah telah mencatat bahwa guru dalam naungan Islam mendapatkan penghargaan yang tinggi dari negara termaksu pemberian gaji yang melampaui kebutuhannya.
Sehingga selain mendapatkan gaji yang besar, mereka juga mendapatkan kemudahan untuk mengakses sarana dan prasarana untuk meningkatkan kualitas mengajarnya. Hal ini tentu akan membuat guru bisa fokus untuk menjalankan tugasnya sebagai pendidik dan pencetak SDM berkualitas yang dibutuhkan negara untuk membangun peradaban yang agung dan mulia.
Kepemimpinan Islam dalam mencetak guru berkualitas tanpa ketergantungan pada asing yang justru merusak kemandirian bangsa telah tercatat dalam sejarah peradaban Islam.

Suatu ketika Sulaiman bin Abdul Malik bersama pengawal dan anak-anaknya mendatangi Atha’ bin Abi Rabah untuk bertanya dan belajar sesuatu yang belum diketahui jawabannya. Walau ulama dan guru ini fisiknya tak menarik dan miskin, tapi dia menjadi tinggi derajatnya karena ilmu yang dimiliki dan diajarkannya. Di hadapan anak-anaknya ia memberi nasihat, “Wahai anak-anakku! Bertawalah kepada Allah, dalamilah ilmu agama, demi Allah belum pernah aku mengalami posisi serendah ini, melainkan di hadapan hamba ini.

Hal tersebut menunjukkan betapa terhormatnya guru atau orang yang berilmu. Sampai-sampai sekelas khalifah atau kepala negara masa itu harus mendatanginya untuk mendapatkan ilmu serta menasihati anak-anaknya untuk belajar dan menghormati guru.
Dalam pemahaman pragmatis, setiap yang bermutu pasti mahal. Tapi, tidak bagi sistem Khilafah yang menerapkan syariat islam secara kaffah (total).

Wallahu a’alam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak