Garam Langka Perlu Peran Negara





Wilujeng Sri Lestari, S. Pd. I


Pemerintah berencana kembali membuka impor garam di tahun 2021 ini, melanjutkan kebiasaan impor dari tahun-tahun sebelumnya. Tak tanggung-tanggung, tahun ini pemerintah akan mengimpor garam sebanyak tiga ton.

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengungkapkan alasan pemerintah membuka kembali impor garam sebanyak 3 juta ton pada tahun ini. Hal itu berkaitan dengan kuantitas dan kualitas garam lokal.

Ia menjelaskan, pada dasarnya garam impor tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri. Menurutnya, kualitas garam lokal belum sesuai dengan yang dibutuhkan industri.
(www.kompas.com, 19/03/2021)

Meskipun Pak Jokowi pernah menjanjikan swasembada garam pada 2015, namun kenyataannya setiap tahun impor garam semakin naik.

Pada 2015, jumlah impor 1,864 juta ton atau senilai 79,8 juta dolar AS. Pada 2016, pemerintahan Jokowi mengimpor 2,143 juta ton garam atau setara 86,0 juta dolar AS. Tahun berikutnya, 2017 angka impor garam naik lagi menjadi 2,552 juta ton. Meski mengalami kenaikan jumlah garam yang diimpor, nilai impor di 2017 tergolong lebih murah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni dengan nominal setara 83,5 juta dolar AS.

Kemudian di tahun 2018, catatan impor garam Indonesia mecapai titik tertinggi yakni sebanyak 2,839 juta ton, senilai 90,6 juta dolar AS.

Pada tahun 2019, impor garam sedikit menurun menjadi 2,595 juta ton. Meski begitu, jumlah tersebut setara dengan harga 95,5 juta dolar AS. Artinya lebih mahal dibandingkan tahun 2018 meski jumlah impornya lebih sedikit.
(www.kompas.com,15/03/2021)

Kemudian pemerintah membuka keran impor garam sebanyak 3,07 juta ton di tahun 2021. Jika terealisasi seluruhnya, impor 2021 ini juga akan menjadi yang terbesar sepanjang sejarah Indonesia. Menurut data UN Comtrade, impor garam terbesar RI pernah dicapai pada 2018 sebanyak 2,839 juta ton dan 2011 2,835 juta ton. (www.tirto.id, 17/03/2021).

*Ada Potensi Minim Pengelolaan*

Indonesia memiliki garis pantai kedua terpanjang di dunia (54.716 km), aneh jika Indonesia tidak bisa memanfaatkan potensi tersebut untuk membuat garam yang bisa memenuhi pasokan kebutuhan masyarakat.

Belum lagi musim kemarau yang termasuk panjang memungkinkan petani bisa memproduksi garam yang berlimpah.

Namun pertanyaannya kenapa negara kita masih saja menerapkan impor?

Alasan yang pasti adalah karena negara kita menganut sistem kapitalisme. Dimana pola pikir yang digunakan adalah liberal. Bagaimana negara hanya berperan sebagai regulator saja. meskipun nantinya berdampak pada semakin sengsaranya rakyat.

Dalam kelangkaan garam ini, seharusnya negara berperan penuh untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam nasional, diantaranya memetakan laut mana saja yang memiliki potensi serta peluang produksi garam kemudian menfasilitasi dan membekali para petani dan industri garam dengan teknologi mutakhir.

Selain itu negara harus menerapkan kebijakan impor serta pengawasan dalam distribusi barang ke pasar. Menindak tegas penimbunan dan petugas yang nakal.

Negara harus mengurusi segala kebutuhan rakyat sebagai tanggungjawabnya kepada Allah SWT bukan kepada pengusaha. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw,

“Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR Ibnu Asakir, Abu Nu’aim).

Maka diperlukan pemimpin yang tegas yang bisa menerapkan aturan yang tegas pula. Dan tidak ada aturan selain syariat Allah yang mampu mengatasi berbagai permasalahan umat.

Untuk itu penting menerapkan syariah Islam dalam bingkai sebuah negara yang mana negara bisa menindak tegas segala kecurangan yang ada. Selain itu juga diperlukan pemimpin yang amanah yang mampu menerapkan seluruh aturan Allah.

Wallahu'alam bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak