Cabut perpres miras, solusi atau alibi



Penulis : Naufa Adiba

 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya membatalkan untuk membuka keran investasi pada bidang usaha minuman beralkohol alias minuman keras (miras) pada selasa 2 maret 2021. Aturan mengenai investasi miras dimuat dalam Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal.

Setelah didesak sejumlah pihak terutama organisasi masyarakat (ormas) keagamaan seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Jokowi langsung mencabut lampiran Perpres yang mengatur pembukaan investasi miras. Padahal aturan itu baru diteken di lampiran III, tepatnya pada butir 31, 32, dan 33.

Secara terpisah, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan Perpres 10/2021 baru akan berlaku per 4 Maret 2021. Meskipun lampiran mengenai investasi miras dicabut Jokowi, Perpres tersebut akan tetap berlaku.

"Perpres ini akan berlaku mulai tanggal 4, Jadi sekarang kalau kita melakukan pencabutan terhadap lampiran 3 nomor 31, 32, 33 saya pikir belum terlalu berdampak sistemik yang luar biasa," kata Bahlil dalam konferensi pers virtual, Selasa (2/3/2021).

Dia kembali memastikan bahwa Perpres tersebut tidak dicabut atau dibatalkan. Pemerintah hanya menghilangkan miras dari golongan bidang usaha yang terbuka buat investasi. (detik.com 3/3/2021)

Pencabutan lampiran III terkait investasi miras yang diatur dalam Perpres 10/2021 dinilai sebagai wujud sikap demokratis Presiden. Presiden dianggap memperhatikan aspirasi publik. Padahal jika ditelisik lebih dalam, munculnya Perpres ini tidaklah ujug-ujug. Ia dilahirkan sebagai bentuk pengejawantahan UU Omnibus Law Cipta Kerja.

Pemerintah mengubah Daftar Negatif Investasi (DNI) dengan membuka 14 bidang usaha untuk investasi melalui UU Cipta Kerja. Di antara bidang usaha yang dibuka ialah minuman keras mengandung alkohol. Omnibus law tersebut mengubah UU 25/2007 tentang Penanaman Modal. Salah satu poin yang diubah ialah Pasal 12 mengenai bidang usaha yang terbuka dan tertutup untuk investasi. katadata.co.id (7/10/2020)

Pasal 12 ayat (1) UU Cipta Kerja menyebutkan, semua bidang usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal, kecuali bidang usaha yang dinyatakan tertutup untuk penanaman modal atau kegiatan yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah pusat.

Pasal 12 ayat (2) UU Cipta Kerja mengatur enam bidang yang tetap tertutup, yakni budi daya dan industri narkotika golongan I, segala bentuk kegiatan perjudian dan/atau kasino, dan penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES).

Jadi, biang keladi sesungguhnya dari kegaduhan terbitnya Perpres mengenai klausul investasi miras ada pada UU 11/2020 tentang Cipta Kerja. Hanya menghilangkan aturan cabang tapi tidak aturan induknya.

Bisa jadi, keputusan pencabutan lampiran miras hanya untuk meredam amarah publik saat ini. Harus diingat, yang dicabut lampirannya, bukan Perpresnya, yang mana dalam Perpres tersebut ada banyak aturan mengenai investasi bidang usaha lainnya. Lantas, akankah investasi miras berhenti dengan pencabutan lampirannya saja, sementara Omnibus Law UU Cipta Kerja yang mengatur investasi tersebut masih melenggang dengan bebas?

Dalam sistem pemerintahan demokrasi, aturan bisa berubah-ubah tergantung siapa yang berkuasa dan berkepentingan didalamnya. Satu hari diputuskan, lain waktu bisa direvisi lagi sesuai pesanan yang bersangkutan.

Itulah mengapa sangat wajar ketika ada aturan yang bertentangan dengan syariat Islam, seperti legalisasi atau investasi miras. Sebab, prinsip bernegara dalam sistem demokrasi sekuler adalah profit oriented. Apa pun yang mendatangkan nilai manfaat dan keuntungan, meski haram sekalipun, mereka halalkan dengan segala cara.

Meskipun kerusakan yang ditimbulkan telah nyata kebijakan yang didasarkan pada sistem sekuler kapitalis benar-benar mengabaikan dampak buruk minuman beralkohol. paradigma sekulerisme membuat manusia memisahkan agama dengan kehidupan mereka. Alhasil, penentuan baik dan buruk diserahkan pada hawa nafsu manusia. padahal ketika tolak ukur baik dan buruk diberikan kepada manusia dunia akan menjadi rusak.

Allah SWT berfirman “Andai kebenaran itu mengikuti hawa nafsu mereka, pasti rusaklah langit dan bumi serta siapa saja yang ada di dalamnya. Akan tetapi, Kami telah mendatangkan peringatan kepada mereka (al-Quran), lalu mereka berpaling dari peringatan itu.” (TQS al-Mu’minun [23]: 71)

Maka, tidak heran sekulerisme melahirkan kapitalisme, sebuah perspective yang menjadikan keuntungan materi sebagai orientasi utama. Alhasil, produksi dan distribusi minuman beralkohol tidak dilarang karena bisa mendatangkan manfaat berupa pendapatan negara, gerakan pariwisata, membuka lapangan kerja dan mendapatkan cukai. Kaum sekuler kapitalis hanya mengedepankan materi dan mengabaikan berbagai dampak buruk minuman beralkohol yang jelas-jelas merusak masyarakat.

Memproduksi, mengedarkan, menjual, dan mengonsumsi minuman keras (miras) atau minuman beralkohol (minol) jelas haram. Miras/minol terkategori buruk (syarr) serta pasti mendatangkan bahaya (dharar). Karena itu miras/minol harus dijauhi. Inilah yang Allah SWT tegaskan,

“Hai orang-orang yang beriman, sungguh (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala dan mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah semua itu agar kalian mendapat keberuntungan.” (TQS al-Maidah [5]: 90)

Dalam pandangan syariat, minum khamr (miras/minol) merupakan kemaksiatan besar. Sanksi bagi pelakunya adalah dicambuk 40 kali dan bisa lebih dari itu. Islam juga melarang total semua hal yang terkait dengan khamr mulai dari pabrik produsen minuman beralkohol, distributor, toko yang menjual hingga konsumen (peminumnya).

Rasulullah Saw. bersabda, “Allah melaknat khamr, peminumnya, penuangnya, penjualnya, pembelinya, pemerasnya, orang yang mengambil hasil (keuntungan) dari perasannya, pengantarnya dan orang yang meminta diantarkan.” (HR Ahmad, Abu Daud dan Ibnu Majah)

Dalam sistem islam, pemerintah dan seluruh rakyat wajib mengacu pada syariat dalam menetapkan baik dan buruk serta dalam menentukan boleh tidaknya sesuatu beredar di tengah masyarakat. Bila sesuatu telah dinyatakan haram menurut syariat islam, pasti ia akan menimbulkan bahaya (dharar) di tengah masyarakat. Miras tentu termasuk di dalamnya.

Karena itu miras harus dilarang secara total. Menolak larangan miras secara total dengan alasan apapun, termasuk alasan bisnis atau investasi adalah tercela dan pasti mendatangkan azab Allah SWT. Dan hanya sistem Islam Khilafah yang mampu menjaga manusia dari segala keharaman dan membantu mengamalkan kebaikan. Khalifah tidak akan memberi ruang sedikit pun bagi perbuatan haram untuk dilakukan.

Tidak akan ada industri minuman keras yang berani berdiri, tidak akan ada investasi haram yang menjadikan rakyat serta generasi rusak. Khalifah dan seluruh jajarannya akan menjadikan negeri berkah penuh rahmat jauh dari maksiat. WalLahu a’lam bi ash-shawwab.

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak