Elis Sulistiyani
Komunitas Muslimah Perindu Syurga
Benci tapi cinta, nampaknya cocok
disematkan saat kita melihat kebijakan kontradiktif pemerintah terkait produk
asing. Di satu sisi pemerintah meminta
kita untuk mencintai produk lokal, hingga memerintahkan Kementrian Perdagangan untuk
membantu pengembangan pruduk lokal. Tak
lupa di sambung dengan retorika yang memikat hati rakyat guna membenci pruduk
asing. (Tempo.co.id, 04/03/2021)
Tak ada yang salah memang dengan ucapan
orang nomor satu negeri ini. Ajakan untuk mencintai produk lokal mestinya memang
harus terus digaungkan. Jika memang negeri kita mampu untuk memproduksi berbagi
macam sarana pemenuhan kebutuhan hidup warganya, sudah seharusnya produk lokal
diserap guna memenuhi kebutuhan hajat negeri ini.
Namun ditengah ajakan ini ada hal yang tak
ayal membuat hati mengganjal sampai dongkol. Kata-kata manis untuk mencintai
produk lokal bagai hilang diterjang badai Impor beras satu juta hingga satu
stengah juta ton yang akan di bukan dalam waktu dekat. Menteri Koordinator
bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto mengatakan impor ini dilakukan guna
menjaga ketersediaan pangan sehingga harga beras di pasaran stabil. (Cnnindonesia.com, 04/03/2021)
Masyarakat yang kadung senang dengan janji
manis untuk mencintai produk lokal, kini harus menelan pil pahit kekecewaan. Impor
beras jutaan ton yang akan segera dilakukan menyayat hati rakyat. Nyatanya
gaung cintai produk lokal hanya pemanis dibibiir saja.. Petani lokal harus
kembali gigit jari jika hasil panennya tak dapat diserap pasar secara maksimal.
Kalaupun terserap harga jualnya tak kan sanggup bersaing dengan produk impor
yang menawarkan harga jauh lebih murah.
Malu kita diberi julukan negara maritim
tapi untuk sekedar "makan" Harus impor dari negeri orang. Indonesia
telah Allah anugerahkan tanah yang subur, hingga ada bait lagu yang tuliskan
jika tongkat batu saja jika ditanam akan menghasilkan. Lirik ini menunjukkan
betapa suburnya negeri kita.
Namun sayangnya saat ini Indonesia telah masuk
pusara pasar global yang menuntut untuk ikut aturan global dalam hal perdagangan.
Hal ini jjuga membuat negara kita mesti siap membuka diri untuk kebanjiran berbagai produk Impor
yang mestinya masih mampu untuk
dihasilkan sendiri. Selain itu keterlibatan Indonesia dalam berbagai organisasi
Internasional juga membuatnya rawan mendapat intervensi asing dalam kebijakan
uang diterapkan.
Indonesia memang dipandang menjadi sasaran
empuk para importir mengingat jumlah penduduknya yang besar.
Gaung cinta produk lokal mestinya juga diimbangi
tindakan nyata guna memaksilmalkannya. Jika tidak ini hanya akan jadi retorika politik.
Tindakan nyata sebuah negara adalah dengan membuat kebijakan-kebijakan yang mampu
mendorong produk lokal khususnya sektor pangan untuk mampu menghasilkan produk yang maksimal dan
berkualitas.Hal ini akan sulit dilakukan jika negeri ini belum benar-benar
berdaulat dan berdiri dengan kaki sendiri.
Kedaulatan sebuah negara mestinya tak mudah
tergadai, terlebih jika di dalamnya beruberuruaan denga kepentingan rakyat. Hal
demikian telah ditunjukkan Islam berabad silam. Islam adalah pondasi bagi
sebuah negara dalam menjalankan aktivitasnya. Hingga akhir nya setiap kebijakkannya
tidak terlepas dari syari'at Islam.
Daulah Khilafah sebagai representasi dari penerapan
syariat Islam telah menetapkan bahwa negara memiliki fungsi untuk mengurusi
urusan umat. Menjadikan kesejahteraan dannkemaslahatan dunia akhirat menjadi prioritasnya.
Dalam urusan pemenuhan kebutuhan viral negara, misal dalam hal pangan negara memaksimalkan
potensi dalam negeri daulah.
Salah satu kebijakan yang dilakukan adalah
dengan memaksimalkan produktivitas lahan subur untuk bisa di manfaatkan. Negara
sebagai pemegang kendali memaksimalkan segala upaya untuk mampu menjadikan negaranya
mandiri. Dalam hal pangan negara mengharuskan tanah yang produktif untuk di
kelola, bahkan jika ada tanah produktif yang tidak dikelola selama tiga tahun
tanah itu bisa menjadi hak orang lain.
Umar bin Khaththab pernah berkata,”Orang
yang membuat batas pada tanah (muhtajir) tak berhak lagi atas tanah itu setelah
tiga tahun ditelantarkan.” Umar pun melaksanakan ketentuan ini dengan menarik
tanah pertanian milik Bilal bin Al-Harits Al-Muzni yang ditelantarkan tiga
tahun. Para sahabat menyetujuinya sehingga menjadi Ijma’ Sahabat (kesepakatan
para sahabat Nabi SAW) dalam masalah ini. (Al-Nabhani, An-Nizham Al-Iqtishadi
fi Al-Islam, Juz II hal. 241).
Selain itu negara tidak akan mudah
menerapkan kebijakan yang memudahkan impor terlebih untu produk viral yang
masih dapat diproduksi dalam negeri. Inilah bedanya bedanya antara kapitalis
yang orientasinaya hanya menguntungkan kapitalis. Sedangkan Islam membuat suatu
kebijakan dengan pertimbangan hukum syarat yang akan mendatangkan
kemashlahatan.