Benarkah Cinta Produk Dalam Negeri



Oleh: Sri Yana

Moto Cinta Produk Indonesia sudah sering didengar dari jaman nenek moyang kita. Dengan membeli produk indonesia berarti kita mencintai produk lokal sendiri. 

"Ajakan untuk cinta produk-produk Indonesia harus terus digaungkan. Gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri. Bukan hanya cinta tapi juga benci. Cinta barang produk kita. Benci barang luar negeri," ujar Jokowi dalam acara Pembukaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan 2021 di Istana Negara, Jakarta pada Kamis, 4 Maret 2021.(nasional.tempo.co)

Namun seruan benci produk luar negeri nampaknya hanya retorika politik untuk memikat rakyat. Faktanya, impor terus berlangsung dalam jumlah besar dan disektor vital strategis.

Buktinya Indonesia -- Pemerintah akan impor 1 juta-1,5 juta ton beras dalam waktu dekat ini.  Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan itu dilakukan demi menjaga ketersediaannya di dalam negeri supaya harganya tetap terkendali.(cnnindonesia,4/3/2020)

Begitulah di sistem kapitalisme ini, semua penuh kebohongan belaka. Faktanya pemilik modal yang menguasai perpolitikan, semua bisa dibeli dengan uang. Walaupun harus mengorbankan rakyat kecil. Pejabat hanya tak ubahnya pesuruh saja, bukan meri'ayah rakyatnya dengan takut dosa dengan azab Allah. Naudzubillah min dzalik.

Sebagaimana firman Allah SWT:
''Sesungguhnya, dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.''(QS Asysyura [42]: 42).

Rasulullah SAW mengatakan, setiap orang adalah pemimpin dan mereka akan bertanggung jawab atas kepemimpinannya itu. Dalam hadis lain, disebutkan, "Barang siapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum Muslim, lalu ia menutupi dirinya tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka, dan kemiskinan mereka. Allah akan menutupi (diri-Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya, dan kemiskinannya." (Diriwayatkan dari Abu Dawud dan Tirmidzi dari Abu Maryam).

Sejatinya seorang pemimpin adalah pemimpin yang amanah dalam menjalankan kepemimpinannya. Sebagaimana Khalifah  Umar bin khattab yang berkeliling tengah malam untuk mengontrol rakyatnya. Dan ternyata ada seorang janda dan anak-anaknya yang kelaparan. Dengan penuh tanggung jawablah khalifah Umar rela mengangkat bahan makanan sendiri untuk mengantarkan kepada seorang janda yang memasak batu untuk mengelabui anaknya yang lapar agar tertidur karena menunggu terlalu lama. Sungguh besar pengorbanan pemimpin Islam yang sungguh-sungguh meri'ayah masyarakatnya. Pemimpin yang takut mendapat azab dari Allah karena ketidaktahuannya atau kelalaiannya.

Sungguh mulianya kah, ketika hidup di masa Islam, seorang pemimpin akan takut siksa Allah ketika menyengsarakan rakyatnya. Oleh karenanya, marilah kita beralih ke sistem buatan Allah yang akan mensejahterakan umat ini, hingga berakhirnya kehidupan yang fana.
Wa Allahu a'lam bish shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak