Oleh : Rosmita
Pemerhati Kebijakan Publik
Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Penggalan lirik lagu Koesplus, menggambarkan betapa suburnya tanah Indonesia. Maka pantaslah jika negeri ini dijuluki negeri agraris. Namun sayang, nasib petani di negeri agraris ini justru sangat miris.
Seperti saat ini, ketika para petani akan melakukan panen raya, pemerintah malah mengambil kebijakan impor beras dengan alasan menjaga stok beras. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto mengatakan bahwa pemerintah akan impor 1 juta sampai 1,5 juta ton beras dalam dekat. Selain beras, pemerintah juga akan mengimpor daging dan gula dengan alasan menjaga ketersediaannya di dalam negeri supaya harga tetap terkendali.
(CnnIndonesia, 4/3/2021)
Padahal jelas-jelas Presiden Jokowi menggaungkan seruan benci produk luar negeri, tetapi mengapa kebijakan impor tetap berjalan? Presiden Jokowi menggaungkan seruan benci produk luar negeri dan mengajak masyarakat untuk mencintai produk Indonesia. Hal ini disampaikan dalam acara Pembukaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan 2021 di Istana Negara. (Tempo, 4/3/2021)
Seruan membenci produk luar negeri dan mencintai produk dalam negeri ternyata hanya sekedar retorika politik untuk memikat hati rakyat. Faktanya impor terus berjalan dalam jumlah besar, bahkan di sektor-sektor vital dan strategis.
Bahkan yang lebih miris, Indonesia yang dikenal sebagai negeri agraris tak lepas dari mengimpor sejumlah komoditas pertanian. Mulai dari gandum, beras, kopi, cabai, kedelai, hingga kopi. Tentu hal ini menjadi pukulan keras bagi para petani.
Seharusnya pemerintah berupaya mendukung para petani untuk meningkatkan kualitas sekaligus kuantitas hasil panen agar ketersediaan pangan dalam negeri stabil. Sehingga negara menjadi mandiri, tanpa bergantung kepada produk impor. Karena sejatinya, impor hanya akan mengancam ketahanan pangan suatu negara.
Impor adalah penjajahan gaya baru dalam jeratan ketergantungan pangan yang bertujuan melumpuhkan wibawa negara. Selain impor, investasi menjadi cara para kapitalis mengeruk kekayaan negeri ini hingga tak tersisa. Jika imperialisme ini terus dibiarkan, maka bisa dipastikan negeri ini akan hancur.
Semua ini adalah akibat dari sistem kapitalisme yang dianut oleh negeri ini. Dalam sistem ini kepentingan para kapitalis yang diutamakan, sedangkan kesejahteraan rakyat diabaikan. Maka tidak heran bila di negeri yang kaya raya, tetapi rakyatnya hidup sengsara.
Tentu berbeda, apabila sistem Islam yang diterapkan secara kafah dalam naungan daulah. Sistem Islam yang berpijak kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah mampu menjaga wibawa negara, sehingga negara tidak mudah dijajah.
Sistem Islam menjamin sehatnya persaingan usaha dengan cara memantau para pengusaha agar tidak melakukan tipu daya. Sanksi pun diberikan bagi para pengusaha yang berbuat curang, maka bisa dipastikan tidak akan ada penimbunan barang. Hal ini membuat ketersediaan pangan tetap stabil, sehingga meminimalisir kenaikan harga pangan.
Sistem Islam juga memberi dukungan segala bentuk terhadap pengembangan produk dalam negeri sebagai upaya meningkatkan kemandirian negara. Negara Islam akan menolak tekanan global perdagangan bebas dan menetapkan regulasi impor agar tidak menjadi jalan menguasai umat Islam.
Karena itu Islam mengatur kepada siapa saja umat Islam boleh melakukan aktivitas jual beli termasuk dalam hal ekspor impor. Dari beberapa hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, bahwa Rasulullah saw. pernah bermu'ammalah dengan orang Yahudi.
Imam An-Nawawi berkata:
"Sesungguhnya kaum muslimin (para ulama) telah bersepakat tentang bolehnya bermu'ammalah dengan kafir dzimmi dan selain mereka dari kalangan orang-orang kafir selagi tidak mengandung hal-hal yang diharamkan bersama urusan mu'ammalah tersebut. Akan tetapi tidak dibolehkan bagi umat Islam menjual senjata dan peralatan perang kepada orang kafir harbi. Dan tidak dibolehkan menjual sesuatu yang membantu penegakkan agama mereka, menjual mushaf, dan hamba muslim kepada orang kafir secara mutlak. (Syarh shahih Muslim, 11/40)
Demikianlah, Islam mengatur secara rinci bagaimana aktivitas jual beli yang dibolehkan di dalam Islam. Islam juga mengatur bagaimana negara mengelola sumber daya alam yang ada dan melarang menyerahkan pengelolaannya kepada pihak swasta baik lokal maupun asing. Sumber daya manusia pun diberdayakan secara maksimal. Hal ini yang membuat ekonomi dalam negara Islam meningkat pesat dan bebas krisis. Kesejahteraan rakyat menjadi prioritas utama di dalam negara Islam. Maka sudah sepatutnya kita kembali kepada aturan Islam yang akan membawa rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu a'lam bishshawwab.
Tags
Opini