Oleh : Esti
Benci produk luar negri tapi masih tetap impor?
Dalam acara Pembukaan Rapat Kerja Nasional Kementerian Perdagangan 2021 di Istana Negara, Jakarta pada Kamis, 4 Maret 2021 Jokowi melakukan ajakan untuk terus menggaungkan semboyan cinta produk-produk Indonesia. "Gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri. Bukan hanya cinta tapi juga benci. Cinta barang produk kita. Benci barang luar negeri," ujar Jokowi.
Namun seruan presiden tersebut sepertinya hanyalah retorika semata. Pasalnya Pemerintah akan impor 1 juta-1,5 juta ton beras dalam waktu dekat ini. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan itu dilakukan demi menjaga ketersediaannya di dalam negeri supaya harganya tetap terkendali. "Salah satu yang penting adalah penyediaan beras dengan stok 1 juta -1,5 juta ton," ujarnya dalam Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2021, Kamis (4/3).
Dan yang lebih menyakitkan lagi impor beras yang akan dilakukan pemerintah terjadi ketika petani sedang panen raya. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan adanya potensi peningkatan produksi padi periode "subround" pada Januari hingga April 2021 sebesar 25,37 juta ton Gabah Kering Giling (GKG), sebanyak 5,37 juta ton atau 26,88 persen dibandingkan "subround" yang sama tahun 2020 sebesar 19,99 juta ton GKG.
Menurut Guru Besar Institut Pertanian Bogor, Profesor Dwi Andreas Santosa, mengatakan keputusan impor beras sebagai kebijakan 'tak masuk akal'. Menurutnya, stok beras saat ini masih melimpah terlihat dari harga kering panen yang justru menurun di akhir tahun 2020.
Carut marut pengaturan ketahanan pangan negara
Bila kita mengamati betapa carut marutnya kebijakan yang dibuat di negri ini. Seruan yang digaungkan oleh pemimpin negara hanyalah sebatas seruan tanpa adanya peta jalan yang sungguh-sungguh dalam mendirikan kemampuan kemandirian dalam negri. Selain itu para pembuat kebijakan juga masih berkutat terhadap keuntungan pribadi yang akan diperoleh tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat dan kemandirian negrinya.
Sehingga sangat wajar kebijakan yang diputuskan berlawanan dengan seruan yang digalakkan. Begitu seterusnya tanpa ada perbaikan kedepannya. Walaupun negri ini subur dan membentang dengan 3 wilayah waktunya, anugrah ini tidak bisa membuatnya mandiri dalam hal ketahanan pangan. Kebijakan perdagangan bebas oleh elit global telah benar-benar menyeret negri ini bergantung sepenuhnya terhadap asing. Produk-produk dalam negri dipaksa untuk bersaing tidak sehat dengan produk unggulan luar negri tanpa adanya perlindungan dari pemerintah. Akibatnya produktivitas dalam negri menurun karena kalah bersaing dan ketergantungan terhadap produk asing terus meningkat tanpa adanya langkah-langkah strategis pembuat kebijakan untuk mengatasinya.
Regulasi Islam dalam menciptakan ketahanan pangan negara
Dalam sistem Islam, kebijakan impor bukanlah solusi bagi pangan. Sistem negara Islam, yaitu Khilafah, memiliki sejumlah mekanisme bagaimana mewujudkan kemandirian pangan tanpa bergantung pada negara lain.
Pertama, mengoptimalkan kualitas produksi pangan. Hal ini bisa dilakukan dengan melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi pertanian. Ekstensifikasi bisa dilakukan dengan menghidupkan tanah mati. Intensifikasi dilakukan dengan peningkatan kualitas bibit, pupuk, dan alat-alat produksi dengan teknologi terkini.
Kedua, mekanisme pasar yang sehat. Negara melarang penimbunan, penipuan, praktik riba, dan monopoli. Kebijakan pengendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar dengan mengendalikan supply and demand bukan dengan kebijakan pematokan harga.
Ketiga, manajemen logistik. Negara akan memasok cadangan lebih saat panen raya. Negara akan mendistribusikan secara selektif bila ketersediaan pangan berkurang.
Keempat, mengatur kebijakan ekspor impor antar negara. Kegiatan ekspor impor merupakan bentuk perdagangan luar negeri. Ekspor boleh dilakukan jika seluruh rakyat terpenuhi kebutuhan pokoknya.
Adapun impor, hal ini berkaitan dengan kegiatan perdagangan luar negeri. Aspek yang dilihat dalam perdagangan luar negeri adalah pelaku perdagangan, bukan barang yang diperdagangkan.
Kelima, prediksi cuaca. Yaitu, kajian mendalam tentang terjadinya perubahan cuaca. Hal ini didukung fasilitas dan teknologi mutakhir. Sebagai bentuk antisipasi perubahan cuaca ekstrem dalam mempengaruhi produksi pangan negeri.
Keenam, mitigasi kerawanan pangan. Negara menetapkan kebijakan antisipasi jika bencana kekeringan atau bencana alam lainnya.
Itulah beberapa langkah strategis negara Khilafah dalam mengatasi persoalan ketahanan pangan. Langkah-langkah tersebut akan memaksimalkan produksi dalam negri sehingga akan terbebas ketergantungan negara terhadap negri asing. Dan hal ini tentulah sangat penting karena kemandirian pangan sebuah negri merupakan salah satu faktor yang bisa menjadi jalan penguasaan negri asing terhadap negri tersebut.