Angan-angan Pelarangan Minol di Era Kapitalisasi



Oleh : Tri Silvia*
.
Penerbitan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal sontak menghebohkan masyarakat. Pasalnya Perpres tersebut melampirkan aturan tentang investasi minuman keras di empat provinsi di negeri ini, yakni Bali, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Papua. Tokoh-tokoh dari berbagai elemen masyarakat pun bereaksi keras dan menuntut pemerintah untuk segera mencabut aturan tersebut.

Tak lama setelahnya lampiran yang berisi aturan tentang investasi minuman keras itupun dicabut. Pro kontra tentang pencabutan itupun terus menggema hingga saat ini. Banyak yang mengapresiasi sikap Presiden dan Pemerintahan yang dianggap sigap dalam merespon masyarakat dengan langsung mencabut aturan tersebut, namun banyak pula yang merasa kecewa dan dirugikan dengan pembatalan yang dilakukan.

Pasalnya legalisasi tersebut diindikasi akan mendatangkan keuntungan yang besar bagi para pelaku usaha yang ada di dalam negeri. Memberikan kesempatan anak negeri untuk bersaing dengan produk-produk luar negeri yang memiliki kualitas tidak jauh berbeda. Lalupun tentang aspek kesehatan, legalisasi ini dianggap dapat mengurangi produksi minuman keras oplosan yang sering dicari masyarakat dan telah merenggut banyak korban jiwa.

Itulah beberapa alasan kekecewaan yang disampaikan oleh pihak-pihak yang terkait dengan aturan tersebut. Mereka sangat menyayangkan dihapuskan nya lampiran yang berisi aturan tentang investasi miras dan menganggap bahwa Presiden tengah mengalami tekanan publik saat mencabut aturan tersebut.

Adapun usaha untuk melakukan legalisasi miras ini bukanlah yang pertama kali dilakukan. Pasalnya, BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) Indonesia hingga saat ini mencatat bahwa sudah ada 109 izin investasi miras yang dikeluarkan. Adapun terkait peredaran miras di negeri ini, hal tersebut terjadi bahkan sebelum Indonesia merdeka, yakni dari tahun 1931. (Okezone, 7 Maret 2021)

Semua fakta diatas menunjukkan besarnya tekanan publik atas usaha legalisasi miras. mereka berusaha keras untuk menggolkan usaha tersebut dengan berbagai cara. Inilah nyatanya kehidupan di era kapitalisasi, semuanya harus dikejar meskipun harus melindas berbagai norma yang ada termasuk agama. Indonesia sebagai negeri dengan mayoritas penduduk beragama Islam dan predikat sebagai negeri dengan muslim terbesar di dunia dipaksa untuk melegalisasi investasi miras.

Meskipun disebutkan secara fakta legalisasi tersebut telah terjadi bahkan dari tahun 1931 dan telah ada 109 izin investasi atas miras, namun legalisasi yang berusaha untuk digolkan kali ini akan semakin menyuburkan investasi miras melebihi apa yang dibayangkan sebelumnya. Selain itu, aturan inipun akan menjadi gerbang utama dalam membebaskan peredaran miras di Indonesia. Yang mana aturan kebebasan investasi tersebut akan membuka lebar tuntutan aturan yang lebih dari pemerintah terkait hilangnya pembatasan dan lain-lain.

Alhasil, pengrusakan atas masyarakat dan tatanannya pun akan semakin bertambah nyata, terutama para pemuda penerus generasi. Ini tentu bukanlah hal yang dikehendaki oleh semuanya. Namun para kapitalis begitu menghendaki nya sehingga akan menjadi sulit bagi Pemerintah untuk menghindar. Padahal Indonesia dengan mayoritas penduduk beragama Islam dan predikat sebagai negara muslim terbesar di dunia, memiliki kekuatan tersendiri untuk menolak legalisasi tersebut.

Islam memiliki aturan yang melarang secara tegas umatnya untuk mengkonsumsi minuman keras (khamr). Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat dibawah ini,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّمَا ٱلْخَمْرُ وَٱلْمَيْسِرُ وَٱلْأَنصَابُ وَٱلْأَزْلَٰمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ ٱلشَّيْطَٰنِ فَٱجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ 

"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (QS. Al-Maidah : 90)

Ayat diatas menjelaskan dengan sangat tegas tentang pengharaman miras dan beberapa aktivitas lainnya. Dengan pengharaman tersebut, umat Islam terhalang untuk mengkonsumsinya, meskipun sedikit. Dan pembuatan aturan legalisasi atas miras akan menghancurkan semua aturan yang ada, dan membuka peluang sebesar-besarnya atas pelanggaran hukum Syara' tersebut disamping aktivitas maksiat lainnya.

Inilah yang terjadi dan akan terus terjadi ketika sistem kapitalisme masih menguasai. Keinginan dan semangat umat dalam menjalankan hukum Syara' harus selalu dipatahkan dengan hitungan manfaat dan keuntungan yang bisa didapat. Disamping itu rasa kebencian dan kekhawatiran mereka akan kebangkitan Islam terus saja berputar di hati dan fikiran mereka.

Maka dari itu, meruntuhkan sistem kapitalisme saat ini dan segera menegakkan hukum-hukum syari'at dalam bentuk negara adalah sebuah kondisi darurat bagi seluruh kaum muslimin. Pasalnya, menginginkan penerapan Islam dalam sistem kapitalisme saat ini sungguh bagaikan angan-angan tak bertepi. Ia ada namun keberadaannya mustahil untuk diwujudkan.
.
Wallahu A'lam bis Shawwab


*Pengamat Kebijakan Publik



Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak