Oleh: Yusriani Rini Lapeo, S.Pd
(Pemerhati Remaja)
Masa muda adalah masa mencari jati diri, masa membuktikan eksistensi, masa mencari perhatian dan masa penuh semangat dan bergairah, akan tetapi di balik semangat ini perlu kontrol dan perlu pembinaan agar tidak berlebihan dan keluar dari bimbingan syariat.
Dengar-dengar setiap tanggal 14 Februari, adalah merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh muda-mudi yang berlangsung sekali dalam setahun. Fenomena ini akhirnya menjamur di Indonesia, bahkan telah menjadi semacam ritual yang diagung-agungkan para generasi micin .
Adalah hari Valentine atau disebut juga Hari Kasih Sayang, pada tanggal 14 Februari adalah sebuah hari saat para kekasih dan mereka yang sedang jatuh cinta menyatakan cintanya di Dunia Barat. Hari raya ini identik dengan para pecinta yang saling bertukaran hadiah dalam bentuk "valentines".
Sebagian sejarah mengatakan bahwa hari valentine berasal dari Festival Lupercalia, yakni sebuah tradisi Romawi Kuno yang berhubungan dengan seks, tradisi tersebut dinilai tidak bermoral dan tidak melambangkan kasih sayang. Namun, seiring berjalannya waktu, tradisi ini berubah menjadi penghormatan kepada Dewa Kesuburan.
Pun dalam ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius Saya menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Hari Santo Valentine untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada tanggal 14 Februari (The World Book Encyclopedia 1998).
Jebakan Setan Atas Nama Kasih Sayang
Karena sejak zaman Romawi Kuno tradisi valentine ini dikenal, maka bukan suatu hal yang tabu lagi dikalangan muda mudi saat ini. Bahkan, hampir seluruh negara menjalankan tradisi ini, termasuk di negri-negri yang penduduknya mayoritas muslim.
Pernak-pernik yang berhubungan dengan perayaan ini pun marak digemari seperti cokelat, bunga, atau serupanya yang melambangkan kasih sayang.
Bukan hanya itu, ternyata tisu dan kondom juga laris manis di hampir setiap perayaan tradisi tak bermoral ini, hotel-hotel menjadi destinasi dan sasaran utama untuk menjalankan aksi seksual berkedok kasih sayang. Yang paling parah mereka bukanlah pasangan yang halal, dan yang paling dirugikan dalam tradisi ini adalah kaum hawa.
Padahal, kemaksiatan yang dilakukan merupakan salah satu jebakan setan kontemporer, sebagaimana janji setan kepada Allah untuk terus menggoda manusia hingga jatuh kedalam dosa besar, sayangnya tidak banyak yang menyadari.
Belum lagi ide-ide sekuler yang mendukung sistem kebebasan atas nama hak asasi semakin membabi buta. Sayangnya negara seakan membiarkan hal tersebut, justru mendukung penuh bahkan memfasilitasi tradisi tersebut. Salah satu buktinya adalah tayangan film atau acara di media tertentu, yang bertemakan "Valentine's Day".
Islam Memandang
Cinta merupakan rahmat dari Allah. Dengan cinta kita mampu berkasih sayang terhadap anak kita, orang tua kita bahkan saudara seiman kita, termasuk cinta kepada Allah, Nabi Muhammad dan para sahabatnya.
Mencintai terhadap lawan jenis pun adalah perkara yang diperbolehkan, namun tentunya harus sesuai dengan ketentuan Islam, yaitu melalui jalur pernikahan yang halal dalam kaca mata syariat.
Dalam pandangan Islam, ada beberapa yang menjadikan tradisi valentine day haram mutlak di mata syariat. Pertama, seorang muslim dilarang keras merayakan tradisi yang menjadi keyakinan agama lain. Hal ini berkaitan dengan sabda Rosululla SAW: "Barang siapa yang menyerupakan diri pada suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka." (HR. Abu Dawud)
Kedua, valentine's day merupakan ajang perzinaan massal yang dilakukan secara terang-terangan maupun tersembunyi. Allah melarang keras ummat-Nya mendekati zina, Allah tegaskan dalam Al-Quran yang artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra: 32).
Ayat diatas menjelaskan kepada kita bahwa, jangankan berzina mendekatinya pun kita dilarang, dan mengikuti tradisi tersebut merupakan syirik akbar yang dipertontonkan secara berjamaah.
Ajal tidak mengenal usia, bila ruh telah terpisah dengan jazad, kita pasti akan dimintai pertanggung jawaban setiap perbuatan kita di dunia, termasuk masa muda kita gunakan untuk apa.
Untuk itu perlu ada kontrol negara dalam menyaring budaya yang bertentangan dengan ajaran Islam. Negara juga perlu mendukung penuh kegiatan spiritual dan intelektual, yang akan mencerdaskan dan melahirkan generasi cinta dakwah dan Al-Qur'an.
Bukan hanya itu, negara wajib mengadakan dan menjadi fasilitator setiap kegiatan yang akan mendorong muda-mudi menjadi pribadi yang bertaqwa hanya kepada Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya: …Dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah …”
Rasulullah tidak luput memanjatkan doa bagi para penguasa yang mengurusi rakyatnya dengan baik, termasuk dalam hal memenuhi pendidikan gratis bagi muda-mudi untuk mencapai ketaatan kepada Allah.
"Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia; dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia." (HR Muslim dan Ahmad)
Sebaliknya, jika sebuah negara dan penguasa lalai dalam urusan rakyatnya, termasuk dzolim terhadap rakyatnya maka tunggu lah azab Allah yang akan ditimpahkan kepada orang-orang yang lalai. Wallahu 'alam
Tags
Opini