By : Messy Ikhsan
(Founder Diksi Hati dan Aktivis Mahasiswa)
Bukan menjadi rahasia umum lagi. Setiap tanggal 14 Februari diperingati dunia sebagai hari Valentine Day. Atau lebih dikenal sebagai hari kasih sayang. Pada bulan itu, tempat-tempat umum didominasi cokelat, bunga, dan warna pink. Sebagai bentuk ekspresi cinta dan kasih sayang.
Selain itu, hotel-hotel membuka diskon, alat-alat kontrasepsi dibungkus dengan cokelat. Lelaki bebas berbuat apa saja pada yang bukan mahram. Apakah itu yang dikatakan hari kasih sayang?
Maka Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur Ainul Yaqin mengingatkan umat Islam, terutama pemuda, tentang Fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2017 yang mengharamkan perayaan Valentine Day setiap 14 Februari. Merujuk hal itu, MUI mengimbau umat Islam agar tidak latah merayakan momentum lazim disebut Hari Kasih Sayang itu.
/Cinta Atau Nafsu Semata/
Sejatinya lelaki yang baik, tak akan menyakiti perempuan yang disayangi. Dengan cara yang diharamkan oleh Allah. Dan perempuan yang baik, tak sudi mengadaikan izzah dan iffahnya pada yang bukan mahram. Mereka akan saling menjaga sampai kata sah terucap. Tak ada interaksi sebelum akad di depan wali.
Lelaki yang mengandalkan janji dan sebatang cokelat. Akan kalah dengan lelaki yang mengandalkan bukti dan segera melaksanakan akad.
Lelaki yang mengandalkan bunga mawar. Akan kalah dengan lelaki yang mengandalkan mahar. Sebab, lelaki baik dan wanita baik. Tidak mungkin melakukan maksiat pada Allah.
/Say No To V-Day/
Valentine adalah budaya remaja modern yang tidak Islami bersumber dari kaum Nasrani. Valentine yang selalu diperingati setiap tanggal 14 Februari itu merupakan salah satu jebakan dari musuh-musuh Islam untuk menghancurkan generasi muda Islam.
Anehnya, yang sibuk mempersiapkan acara berlabel menghalalkan zina itu justru mayoritas diikuti oleh remaja ber-KTP Islam. Mereka tidak sadar, nilai-nilai yang terkandung dalam valentine day sebenarnya ‘akidah’ Kristen. Bahkan ketika dinasehati, para remaja itu berkata, “Aku ngerayain Valentine kan buat fun-fun aja….”
Inilah efek dari penerapan sistem sekuler dalam kehidupan. Sistem yang memisahkan peran agama dalam mengatur aktivitas manusia kecuali ibadah ritual belaka. Sehingga lahirlah generasi muda yang krisis identitas agama, dekadensi moral dan latah terhadap budaya kaum kafir.
Bukankah 14 abad lalu Rasulullah sudah melarang kita untuk mengikuti budaya kaum kafir? Lantas kenapa kita masih latah mengikuti budaya musuh Islam? Yang Allah dan Rasulullah haramkan.
Rasulullah Salallahualaihi Wassalam bersabda :
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud dan dishahihkan Ibnu Hibban).
Allah SWT berfirman :
وَلَنْ تَرْضَىٰ عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَىٰ حَتَّىٰ تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ ۗ قُلْ إِنَّ هُدَى اللَّهِ هُوَ الْهُدَىٰ ۗ وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ ۙ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.”(QS. Al-Baqarah: 120).