TES COVID : MENANTI TANGGUNG JAWAB PENUH NEGARA




Oleh : Eva Sanjaya, Apt. (Komunitas Tinta Pelopor)

Memasuki tahun 2021, mencoba membuka lembaran baru dan berharap lebih baik dari tahun lalu. Ya, pandemi covid-19 sudah setahun berlalu, harapan dan kepastian akan berakhirnya belum jua menentu. Banyak yang bertanya-tanya kapan pandemi akan berakhir. Karenanya, berbagai sektor lini kehidupan diserang silih berganti. Mulai dari sektor kesehatan, pendidikan, pariwisata, dan pastinya sektor ekonomi. PHK semakin meluas, pengangguran bertambah, anjloknya kunjungan wisatawan, dll. 

Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk menghadapai pandemi ini diantaranya, memberlakukan BDR (belajar dari rumah), WFH (work from home), menyalurkan bansos (bantuan sosial) kepada mereka yang terdampak, mensosialisasikan 3M (memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan dengan sabun) ditambah 2M lainnya yakni menghindari kerumunan dan mengurangi mobilitas, memberlakukan PSBB, PPKM, melakukan 3T (Testing, Traccing, Treatment) untuk memutus rantai penyebaran virus sarscov-2, melakukan vaksinasi yang resmi diluncurkan pertengahan Januari kemarin dan baru-baru ini pemerintah berencana akan memberlakukan deteksi covid-19 dengan alat temuan anak bangsa yaitu Genose.

GeNose C19 adalah alat pendeteksi virus corona yang dikembangkan para peneliti di Universitas Gajah Mada. Alat ini diklaim mampu mendeteksi dengan lebih cepat dengan akurasi di atas 90 persen. Adapun pengambilan sampel dari GeNose C19 berupa embusan napas dan hasil tes dapat langsung diketahui hanya dalam waktu 3 menit. Alat yang dikembangkan oleh Prof. Dr. Eng Kuwat Triyana bersama timnya menjalani uji diagnostik pada Oktober 2020. Pada 24 Desember 2020, GeNose mendapat izin edar dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dengan nomor AKD 20401022883 (merdeka.com/14 Jan 2021). 

Setelah izin edar diperoleh, tim akan melakukan penyerahan GeNose C19 hasil produksi massal batch pertama yang didanai oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dan Kemenristek/BRIN untuk didistribusikan. Harapannya dengan jumlah GeNose C19 yang masih terbatas mampu memberikan dampak maksimal. 

GeNose rencananya akan digunakan di simpul-simpul transportasi umum seperti di stasiun kereta api, bandara, pelabuhan dan terminal. Pada Sabtu (23/1/2021), Menhub Budi Karya Sumadi bersama Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyaksikan langsung penggunaan alat deteksi Covid-19 GeNose di Stasiun KA Pasar Senen. Luhut memastikan, tarif yang akan dipatok untuk menggunakan alat ini hanya berkisar Rp 20.000. Bahkan ke depannya GeNose akan digunakan di fasilitas umum lain, seperti hotel, pusat perbelanjaan, bahkan sampai di tingkat Rukun Tetangga (RT) dikutip dari laman  (kompas.com/25 Jan 2021).  

Publik mengharapkan pemerintah bisa memberikan secara gratis dan dilakukan berbagai cara untuk memproduksi dan mendistribuskannya ke semua tempat dengan cuma-cuma. Sayangnya, dalam sistem kapitalis-sekuler pemerintah hanya berperan menjanjikan harga tes yg lebih murah dan kekurangan supply dihadapi dengan alasan kendala produksi sebagaimana yang diungkap oleh Menkes Budi Gunadi dalam laman (merdeka.com/ 14 Jan 2021) "Saya juga bilang teman-teman di Bio Farma masalahnya adalah pada saat sudah diapprove mau produksi karena ini proyek perguruan tinggi tidak ada kapasitas produksinya," kata Budi. 

Namun kenyataannya, ada kepentingan ekonomi yang tidak bisa dilepaskan saat negara bertransaksi dengan rakyat. Bukan perspekstif riayah yang menjadi tujuan, melainkan dorongan materi semata. Nampaknya, kondisi pandemi saat ini justru menjadi tumpuan komersialisasi kesehatan rakyat. Sebut saja dalam praktik tes swab PCR, bagi yang bersedia membayar tinggi, maka hasil PCR yang didapatkan akan keluar cepat, sedangkan bagi rakyat kecil sering kali harus menunggu 3-10 hari, hasil PCR baru keluar. 

Program vaksinasi, pengadaan vaksin yang gratis dan merata agaknya masih jauh dari mata. Seperti biasa, pertimbangan ekonomi selalu jadi biang permasalahan. Wacana “vaksin gratis untuk semua” masih seperti utopia, karena harus ada transaksi terlebih dulu untuk mendapatkan vaksin tersebut. Erick Thohir selaku Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) mengatakan bahwa nantinya vaksin ini diharapkan dapat menjangkau seluruh warga Indonesia. Untuk itu, ia mengusulkan pemberian vaksin dalam dua program (Kompas, 12/09/2020).

 Program yang pertama adalah vaksin bantuan pemerintah, yaitu vaksin gratis bagi yang tidak mampu sesuai data penerima bantuan iuran (PBI) BPJS yaitu sebanyak kurang lebih 93 juta jiwa. Lalu bagi masyarakat di luar PBI, maka mengambil program vaksin mandiri yang sifatnya tidak gratis. Inilah gambaran pelayanan masyarakat yang bersifat transaksional. Sangat khas berbau kapitalistik.

Negara berasas demokrasi (dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat) realitasnya hanya omong kosong belaka. Demokrasi terlahir dari sekularisme membuat aturannya berasal dari akal manusia yang lemah. Aturan yang tercipta pastilah sesuai kepentingan para penguasanya. Bukan keinginan rakyat, walau mereka didaulat sebagai wakil rakyat. Politik transaksional menjadi darahnya. Adanya korporasi yang terlibat besar dalam kebijakan, bukanlah semata ulah rezim, tapi sistem inilah yang menjadikan korporasi sebagai penguasa yang sesungguhnya. 

Seharusnya dengan adanya pandemi ini, membuat kita semua sadar dan berpikir bahwa memang tidak ada yang bisa diharapkan dari sistem kapitalis sekuler demokrasi ini dan bersegera mengambil sistem terbaik yakni sistem kehidupan yang bersumber dari al-qur’an dan as-sunnah Sistem Islam. Sistem islam akan melakukan upaya terbaik sesuai syariat Islam untuk mengurus kebutuhan rakyatnya. Islam telah memiliki mekanisme baku dalam tata kelola negaranya. Kekuasaan dalam Islam adalah institusi yang menerapkan syariat Islam secara praktis, sehingga akan terwujud dengannya rahmat ke seluruh alam.

Adapun upaya terbaik yang akan dilakukan oleh pemimpin dalam meriayah rakyatnya adalah : Pertama memisahkan yang sakit dan yang sehat. Memberlakukan tes massal, baik rapid test maupun swab test secara gratis bagi warganya. Bagi mereka yang terinfeksi, negara akan menjamin pengobatannya hingga sembuh. Kedua, berupaya optimal menutup wilayah sumber penyakit. Sehingga penyakit tidak menyebar dan wilayah tidak terinfeksi dapat melakukan rutinitas sosial ekonomi seperti biasanya. Upaya ini akan membuat penguasa fokus kepada daerah terdampak wabah.


Ketiga, masyarakat di daerah wabah yang tidak terinfeksi, dijamin seluruh kebutuhan pokok mereka. Menjamin protokol kesehatan dapat dilakukan oleh semua rakyatnya. Upaya ini tentu akan menambah jalur pemutus rantai penularan penyakit. Keempat, menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan yang cukup dan memadai bagi rakyatnya tanpa menzalimi tenaga media maupun instansi kesehatan. Kelima, memberi dukungan penuh dengan menyediakan dana yang cukup untuk melakukan riset sehingga vaksin dapat segera ditemukan.
Semua jaminan ini akan ditopang dengan sistem keuangan negara Islam yang berbasis Baitul Mal. Dengan demikian, rakyat akan mematuhi protokol karena percaya kepada penguasa. Dan rakyat juga tidak ragu pada kebenaran informasi yang disampaikan penguasanya. Bahkan, rakyat taat dengan penuh kesadaran berkat dorongan iman. Mereka akan patuh dan bersungguh-sungguh menjalankan protokol karena ingin memperoleh pahala dengan menaati pemimpin yang menjalankan amanah kekuasaan sesuai perintah Allah Swt

Itulah jaminan teratasinya pandemi oleh sistem Islam, negara yang berlandaskan syariat Islam. Tentunya kita semua menantikan terwujudnya aturan dari Sang Maha Pencipta ini. Semoga tidak lama lagi dapat terealisasi. 
Aamiin allahuma aamiin.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak