Solusi Total Atasi Kemiskinan Massal



Oleh : Naufa

 

Kemiskinan selalu menjadi masalah di negeri ini dari tahun ke tahun jumlahnya semakin bertambah. Terbukti hampir di setiap tempat baik di ibu kota atau pun daerah sangat mudah ditemukan, Lantas apa penyebab utama dari kemiskinan ini?

Di Kalimantan selatan tepatnya di kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) menempati urutan ke-3 tingkat kemiskinan dari 13 kabupaten.

Dari data publikasi Badan Pusat Statistik Kabupaten HST, tahun 2020, dari jumlah penduduk 272.149 jiwa, ada sekitar 16.090 jiwa atau sekitar 5,93 persen penduduk HST masih berada di garis kemiskinan. Upaya menekan angka kemiskinan hanya bergerak sekitar 0.08 persen dari tahun sebelumnya berkisaran antara 6,01. Walaupun menurun, namun relative kecil

Kepala Bappellitbangda Kabupaten HST, Ir H Ahmad Syahriani Effendi saat presentasi paparan rancangan RPJMD 2022-2026, rabu (6/1/2021) di Barabai menyebutkan, terkait kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di HST ada beberapa masalah pokok yang perlu menjadi perhatian bersama. (kalsel.antaranews.com, 8/1/2020)

Kualitas Sumber daya manusia (SDM) yang belum optimal menjadi masalah utama kemiskinan di HST ini. Ditambah lemahnya peran dan fungsi keluarga dalam pembangunan keluarga dan ketahanan ekonomi keluarga.

Banyaknya orang yang menjadi pengangguran di sebabkan karena kurangnya kompetensi dan pendidikan bagi masyarakat dan kesempatan kerja yang diberikan.

Terbukti, setiap harinya di jembatan sulaha di jalan perintis kemerdekaan, kecamatan barabai. Banyak berjejer para lansia, ibu bahkan anak-anak turut dibawa juga oleh para orang tuanya untuk mengemis. Bahkan, dihari jumat jumlah mereka bisa bertambah tiga kali lipat dari hari biasanya.

Tentu fenomena seperti ini meresahkan warga sekitar, apalagi jembatan tempat pengemis mangkal adalah fasilitas umum.

Dari pemerintah daerah Kasat Pol PP Hulu Sungai Tengah, Abdul Razak menjelaskan bahwa pihaknya selalu mendata pengemis yang ada dijembatan dan orangnya itu-itu saja dan pihaknya tidak bisa melakukan tindakan tegas karena belum ada tempat binaan untuk para pengemis. (kalsel.prokal.co 12/12/2020)

Tidak adanya solusi yang pasti dari pemerintah membuat masalah ini terus ada tiap tahunnya.

Standar Kemiskinan

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) penduduk miskin adalah orang yang pengeluarannya kurang dari garis kemiskina. Garis itu dibuat BPS dengan menggunakan pendekatan pemenuhan dasar yang dinyatakan dalam nilai pengeluaran dalam rupiah. Garis kemiskinan pada maret 2020 sebesar Rp 454.652 per kapita per bulan. (merdeka.com 15/7/2020)

Jadi menurut standar BPS, individu dikatakan miskin bila pendapatannya di bawah Rp 454.652 per kapita per bulan. Jika masih di kisaran angka itu, maka belum terkategori miskin.

Namun, fakta berkata bukan demikian. Memiliki pendapatan diatas Rp 500.000 belum tentu masyarakat mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ditambah, dengan biaya sehari-hari yang melambung tinggi dan beban hidup semakin terjepit.

Standar kemiskinan yang dihitung dengan angka tanpa memperhatikan faktanya ibarat gunung es. Yang tak tampak di atas kertas bisa jadi lebih banyak. Apalagi bisa berpeluang diubah sesuai kepentingan yang berkuasa saat ini.

Kemiskinan massal

Kemiskinan yang menimpa rakyat bukanlah tanpa sebab, mereka hidup miskin bukan karena nasib ataupun keterbatasan keahlian. Tapi, mereka dimiskinkan oleh sistem yang serba kapitalistik. Sudah terstruktur oleh penguasa yang menganut sistem demokrasi kapitalis.

Semua diliat dari materi. Mau sekolah tinggi harus mengeluarkan biaya mahal. Mau mendapatkan pelayanan kesehatan terbaik maka biaya yang dikeluarkan pun tidak sedikit, Walaupun gratis harus siap-siap dihadapkan dengan aturan adminstrasi yang berbelit, bahkan kebutuhan pokok sehari-hari juga naik. Bayar listrik, air tidak ada yang gratis

kebijakan untuk rakyat selalu dipersulit, regulasi untuk pemodal justru dimudahkan belum lagi rakyat selalu dihadapkan dengan para korupsi di negeri ini yang tidak ada habisnya dari tahun ke tahun.

Bagaimana bisa kemiskinan mau dihilangkan bila akar masalah kemiskinan itu sendiri belum dituntaskan, yaitu sistem demokrasi kapitalistik. Lalu dengan cara apa kita bisa mengatasi kemiskinan ini ?

 

Dalam islam, kepala negara adalah orang yang bertanggung jawab atas urusan rakyatnya, sebagimana sabda Rasul Saw ”Imam (khalifah) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya” (HR Bukhari)

Masalah kemiskinan dalam Islam adalah tidak terpenuhinya kebutuhan primer rakyat berupa sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan.

Negara menjamin kebutuhan primer, bukan bearti negara membagikan secara gratis setiap saat. Tapi, jaminan tersebut diwujudkan dengan pengaturan yang dapat menyelesaikan kemiskinan.

Ada tiga aspek kepemilikan dalam Islam yaitu, kepemilikan individu, umum, dan negara. Kepemilikan individu memungkinkan siapa pun mencari harta untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang dibolehkan Islam. Adapun kepemilikan umum dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, yaitu bisa berupa harga murah bahkan gratis.

Harta milik umum ini berupa barang tambang, minyak, sungai, danau, hutan, jalan umum, listrik, dll. Harta ini wajib dikelola negara dan tidak boleh diswastanisasi dan diprivatisasi sebagaimana praktik dalam kapitalisme.

Negara wajib menyediakan lapangan kerja yang menyerap banyak tenaga kerja terutama untuk laki-laki. Karena merekalah pencari nafkah bagi keluarganya. Negara membolehkan perempuan berperan dalam ranah publik, seperti dokter, perawat, guru, dll. Namun, tugas perempuan sebagai ibu dan pengurus rumah suaminya tetap menjadi kewajiban utama yang harus ditunaikan dengan sempurna.

Masalah kemiskinan biasanya juga disebabkan tingkat pendidikan rendah yang berpengaruh pada kualitas SDM. Di sinilah negara Khilafah akan menyelenggarakan pendidikan gratis kepada rakyat. Demikian pula dengan layanan kesehatan yang diberikan secara cuma-cuma. Sebab, pendidikan dan kesehatan adalah kebutuhan primer yang wajib dipenuhi negara.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak