Oleh : Tri Silvia*
.
.
Rabu (3/2/2021), SKB 3 Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan Sekolah Negeri telah diterbitkan. Berbuntut dari video viral percakapan antara wali murid dan salah satu pihak sekolah yang diindikasi sebagai sebuah pemaksaan kepada siswi non muslim untuk mengenakan jilbab/ hijab. Hal itu terjadi di salah satu sekolah negeri wilayah Padang.
Klarifikasi sudah dilakukan pihak kepala sekolah, namun nyatanya Pemerintah yang diwakili Menteri Pendidikan begitu responsif dalam menanggapinya. Tidak hanya kebijakan Menteri Pendidikan yang keluar, melainkan tiga Kementerian sekaligus.
SKB ini menjadi sangat penting menurut para pemangku kebijakan, sebab kasus yang terjadi di salah satu sekolah negeri wilayah Padang tersebut diindikasikan sebagai tindak intoleransi yang sangat tidak diperbolehkan dalam sistem pendidikan saat ini. Hal tersebut juga merupakan bagian dari tindak pelanggaran hak asasi manusia (HAM) atas peserta didik.
Sikap responsif Pemerintah dalam menghadapi sebuah kasus bukannya tidak boleh, justru akan menjadi sangat bagus ketika kasus tersebut merupakan kasus yang urgen dan sangat merugikan negara. Ditanggapi secara adil tanpa menyudutkan pihak manapun. Menghindari subjektivitas dan mengedepankan objektivitas.
Jika melihat segi urgensitas, kasus pemaksaan jilbab ini jelas bukanlah kasus yang urgen. Ada banyak kasus lain yang lebih penting untuk diselesaikan. Semisal tentang penanganan virus covid-19 yang terus meningkat setiap harinya, atau tentang perbaikan kurikulum di era pandemi, kasus korupsi yang semakin menjadi-jadi, ataupun tentang banyaknya bencana yang menimpa negeri. Apalagi jika melihat bahwa SKB ini terbit di masa pandemi yang mengharuskan sistem pembelajaran daring dari rumah.
Selain itu jika dilihat dari segi intisari dari SKB tersebut yang justru tidak menyinggung tentang pemaksaan hijab bagi siswi non muslim ataupun larangan pemakaian hijab bagi siswi muslim di wilayah mayoritas non muslim. Isinya justru ancaman pemberian sanksi untuk pihak-pihak yang mencantumkan aturan pemakaian atribut keagamaan (hijab) pada anak didiknya, baik yang beragama Islam ataupun non muslim. Hal ini jelas-jelas merubah tatanan yang sudah menjadi keumuman di tengah masyarakat, dan tidak pernah ada masalah sebelumnya.
Pemakaian hijab atau kerudung di hari tertentu adalah bagian dari proses pendidikan. Pasalnya, seorang wanita muslimah ketika masuk usia baligh memiliki kewajiban untuk menutup aurat dengan menggunakan jilbab dan kerudung. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Alqur'an, yang artinya :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰٓ أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istri, anak-anak perempuan dan istri-istri orang Mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka mudah dikenali, oleh sebab itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al Ahzab : 59)
...وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ...
"... Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,..." (QS. An-Nur : 31)
Adanya peraturan untuk pemakaian hijab di waktu tertentu adalah sebuah pendidikan pembiasaan kepada siswi muslim untuk menutup aurat dan mengenakan hijab. Selain pembiasaan, para siswi pun akan cenderung berperilaku baik dan mereka pun akan lebih terjaga kehormatannya.
Hanya Kedepankan Kebebasan
Dalih utama diterbitkannya SKB 3 Menteri ini adalah dugaan adanya intoleransi terhadap siswi non muslim yang diminta untuk memakai hijab. Hal itu disebut sebagai sesuatu yang tidak diperbolehkan dalam dunia pendidikan saat ini sebab termasuk salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Dengan kata lain pelanggaran atas kebebasan berperilaku, ini merupakan salah satu yang dijamin dalam sistem demokrasi.
Inilah sebenarnya yang mereka kehendaki. Bukan untuk membela para pelajar atau insan pendidikan yang dianggap mendapat diskriminasi dan intoleransi, melainkan justru mengganggu tatanan umum yang sudah berlaku sejak lama untuk membiarkan para pelajar dan insan pendidikan merasakan kebebasan dari segala aturan dan ikatan termasuk aturan agama, berhijab salah satunya.
Bagaimana caranya mencipta pendidikan berkualitas, jika insan pendidikannya dibiarkan bebas tanpa ikatan dan aturan agama. Mungkin secara akademis mereka bisa melaluinya dengan baik. Namun secara psikis dan moral perilaku, kebanyakan diantara mereka akan hancur dan berbuat kerusakan -baik pada diri pribadi, orang-orang sekitarnya atau masyarakat secara umum-, hingga istilah insan terdidik pun akan terlucuti dan hilang dengan sendirinya.
Kasus yang terkait dengan pemakaian hijab atau kerudung di sekolah sebenarnya sudah beberapa kali terjadi, dan mayoritas justru berupa larangan pemakaiannya bagi siswa muslim di beberapa wilayah yang mayoritas non muslim, seperti wilayah Bali. Namun kenapa kasus yang terakhir ini justru yang diangkat dan diciptakan untuk menyudutkan Islam, bahwa Islam bersifat intoleran dan terkesan memaksakan syari'at nya untuk dilaksanakan.
Padahal Islam tidak mengenal adanya pemaksaan. Islam justru mendidik umatnya agar mampu taat atas berbagai syari'at yang telah Allah tetapkan dengan penuh kesadaran.
Sebagaimana dijelaskan dalam ayat di bawah ini,
لَا إكْرَاه فِي الدِّين قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْد مِنْ الْغَيّ
“Tidak ada paksaan dalam memeluk agama. Sungguh telah jelas antara kebenaran dan kesesatan” (QS. Al Baqarah: 256)
Tampak jelas permusuhan mereka terhadap Islam. Mereka ingin menghapuskan aturan-aturan Islam, baik berupa pemikiran ataupun penerapannya yang masih kita jumpai saat ini. Semua itu dilakukan dalam rangka melepaskan ingatan umat atas Islam dan segala aturannya secara keseluruhan. Sungguh, sebaik apapun rancangan tipu daya musuh-musuh Islam, rancangan Allah jauh lebih baik.
وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ ۖ وَاللَّهُ خَيْرُ الْمَاكِرِينَ
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya” (QS. Al-Imran: 54)
Wallahu A'lam bis Shawwab
*(Pemerhati Kebijakan Publik)
Tags
Opini