Sekulerisme Melahirkan Anak-anak Durhaka






Penulis : Siti Fatimah (Pemerhati Sosial dan Generasi)



Pernah kita jumpai sebuah tayangan kartun anak yang sangat familiar dan fenomenal yakni Serial kartun Upin dan Ipin, tayangan yang sangat digemari oleh anak-anak di Indonesia. Tak hanya anak-anak, serial upin dan ipin pun banyak digemari oleh remaja dan juga para orang tua. Terkisah dalam satu episode, terdapat suatu percakapan di antara si kembar Upin Ipin dan teman-teman mereka yang mengatakan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu. Siapa yang tiada memiliki ibu maka tidak ada surga baginya. Upin dan ipin yang sudah tidak memiliki seorang ibu hatinya pun sangat terpukul oleh perkataan sang teman dan menangis tersedu-sedu.



Nah, apabila dalam serial kartun tersebut si kembar merasa teramat sedih dengan tidak adanya sang ibunda di sisi mereka, lain lagi dengan situasi para remaja jaman sekarang yang seakan tidak memerlukan lagi sosok seorang ibu dlm kehidupannya. Munculnya kasus-kasus anak yang melaporkan serta menuntut para ibu dengan tuduhan bermacam-macam merupakan indikasi bahwa kondisi generasi muda saat ini sedang mengalami masalah serius. Situasi yang tidak biasa ini menunjukkan bahwa telah terjadi kemerosotan moral dan terkikisnya jiwa religi dalam diri para generasi muda bangsa.Tak hanya sampai di sini, rasa hormat yang seharusnya dimiliki oleh setiap individu anak terhadap guru dan orang yang lebih tua pun mulai tergerus oleh arus perubahan.



Sebagaimana kasus yang terjadi di Demak, seorang anak melaporkan ibu kandungnya ke polisi dikarenakan masalah baju. Kini sang ibu yang berusia 36 tahun tersebut harus menjadi penghuni sel tahanan Polsek Demak Kota dengan tuduhan pasal KDRT (detik.com, 9/1/2021)



Bahkan baru-baru ini di Subang Jawa Barat ada anak menggugat ayahandanya yang sudah renta dengan tuntutan sebesar 3 Milyar atas sengketa harta warisan.



Kasus-kasus tersebut hanyalah secuil contoh problematika dalam lingkup keluarga dari sekian banyak kasus yang ada di Indonesia. Masih banyak lagi kasus-kasus serupa yang bahkan tidak terangkat ke ke permukaan oleh pemberitaan media massa. Lalu apa sebabnya begitu banyak muncul kisah-kisah anak yang tega terhadap kedua orang tuanya? Durhaka kepada mereka?


*Racun dalam Rumah Tangga*


Keluarga sakinah mawadah warohmah tentu saja menjadi dambaan bagi setiap pasangan dalam suatu ikatan pernikahan. Namun, impian itu jelas tidak mungkin terwujud selama keluarga itu sendiri menjadikan pemahaman kufur sekulerisme (pemahaman selain dari pada Islam) sebagai pedoman. Seharusnyalah setiap keluarga muslim memahami agamanya, bahwa misi suatu pernikahan merupakan wadah untuk melestarikan keturunan. Bahwa seharusnya mereka menjalankan fungsi sesuai dengan aturan-aturan dalam Islam.


Seorang ayah menjalankan perannya sebagai kepala keluarga, mencari nafkah, melindungi serta mendidik anak-anaknya dan istrinya tentang pendidikan agama, sehingga mereka tidak terjerumus ke dalam dosa dan neraka.



Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

يٰۤاَ يُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْۤا اَنْفُسَكُمْ وَاَ هْلِيْكُمْ نَا رًا وَّقُوْدُهَا النَّا سُ وَا لْحِجَا رَةُ عَلَيْهَا مَلٰٓئِكَةٌ غِلَا ظٌ شِدَا دٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَاۤ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
(QS. At-Tahrim 66: Ayat 6)



Seorang istri senantiasa melayani suami dengan baik dan ikhlas, menjaga dan memelihara rumah tangga serta memberikan kasih sayang penuh kepada anak-anaknya. Seorang anak patuh dan taat kepada orang tua serta membantu meringankan pekerjaan ibunda dalam keluarga. Dengan demikian akan tercipta keluarga yang harmonis dan insyaallah akan mendapatkan berkah dunia akhirat.



Namun, fakta yang terjadi sekarang adalah hilangnya fungsi dan peran masing-masing anggota keluarga tersebut akibat paham sekulerisme yang mencengkeram negeri ini. Sekulerisme telah memisahkan agama dari kehidupan baik individu, keluarga, sosial, dan dalam lingkup pemerintahan.
Banyak sekali orang yang tidak menjalankan ibadah sholat, puasa, dan zakat. Bahkan mereka tidak mengerti, enggan menerapkan aturan (syariat) Islam, dan tidak ada sanksi atas kelalaian mereka karena negara penganut sekulerisme menganggap ibadah hanyalah merupakan hubungan pribadi antara individu dengan Tuhannya. Padahal dalam syariat Islam seharusnya segala sesuatu yang wajib negara harus tegas menetapkan regulasi serta memberikan sanksi.



Seorang ayah tidak mau bekerja atau tidak bisa mendapatkan pekerjaan sehingga ibu yang seharusnya mendidik anak-anak keluar rumah mencari nafkah. Anak yang kurang didikan dari orang tua hanya mengerti masalah uang jajan, game online, dan nongkrong di warung-warung kopi. Anak yang luput dari perhatian ibu menjadi salah urus, bisa jadi hilang kendali terpengaruh pergaulan bebas sehingga berpotensi terlibat dalam tindak kriminalitas dan jeratan narkoba. Tak ayal lagi pengaruh buruk dari lingkungan yang kental dengan kekerasan membuat anak menjadi temperamental, bersikap buruk meski kepada keluarga sendiri.



Berbeda apabila sistem Islam yang diterapkan, pondasi yang dibangun atas dasar akidah yang lurus mengharuskan manusia bersikap sesuai dengan kedudukannya, apakah ia seorang pemimpin keluarga ataukah pemimpin pemerintahan, apakah ia seorang ibu yang dituntut tahu dan taat terhadap tugas-tugasnya, apakah ia seorang anak yang wajib hormat dan taat terhadap orang tuanya, Yang masing-masing mereka akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat .



Dalam pemerintahan pun juga setali tiga uang, para pejabat sama sekali tidak menetapkan kebijakan berdasarka halal haram melainkan atas asas manfaat dan keuntungan semata. Padahal apabila pemerintahan diatur dengan menggunakan sistem Islam berdasarkan syariat maka tatanan keluarga yang porak poranda ini akan kembali sesuai dengan fungsinya. Pemerintah pun juga akan kembali kepada tugasnya sebagai periayah umat bukan sebagai regulator dalam menjalankan fungsi pemerintahan.



Hanya Islamlah yang mampu mengatur kehidupan manusia sesuai dengan fitrahnya, karena sejatinya hanya aturan Allah SWT yang terbaik untuk kehidupan manusia dan alam semesta.

Wallahu a'lam bish shawab [].

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak