Saat Aturan Islam di Gugat!



Oleh Mardina, S.Pd

Islam merupakan agama yang sangat memuliakan dan menghargai wanita. Bukti Islam sangat menjaga wanita adalah turunnya perintah agar muslimah menutup auratnya. Hal ini sebagaimana telah Allah jelaskan di dalam Alquran Surah Al-Ahzab ayat 59, "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin. Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Baru-baru ini kita cukup dihebohkan oleh sebuah pemberitaan yang menyasar kepada kewajiban wanita dalam menutup aurat. Kasus pemaksaan mengenakan jilbab (kerudung dalam artian kebanyakan masyarakat) terhadap siswi non-muslim di SMK Negeri 2 Padang menjadi sebuah tranding dipemberitaan baik media elektronik, media cetak maupun media sosial. Yang akhirnya mengacu kepada kasus intoleransi di sekolah, seperti yang diberitakan sebuah artikel dari Antaranews.com.

“Jakarta (ANTARA)- video siaran langusng pada akun media social Elianu Hua yang berisi percakapan anatara wali murid dengan perwakilan SMK Negeri 2 Padang mendadak viral. Pihak sekolah memanggil Elianu ke sekolah karena Jeni Cahyani Hia, anaknya menolak mengenakan jilbab karena non-muslim. Jeni yang duduk dikelas XI jurusan otomatisasi dan tata kelola perkantoran tersebut merasa tidak memiliki kewajiban karena menganut agama yang berbeda. Dalam video tersebut, Eliana engatakan anaknya cukup terganggu dengan kewajiban menggunakan jilbab. “Bagaimana rasanya jika anak bapak dipaksa ikut aturan yayasan. Kalau yayasan tidak apa-apa, inikan sekolah negeri,” kata Eliana. Dalam video itu pula, pihak sekolah menjawab bahwa janggal bagi guru dan pihak sekolah, jika ada siswi yang mengikuti peraturan sekolah, karena sudah disepakati sejak awal. Hal tersebut membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim angkat bicara dan mengatkan bahwa setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir dan berekpresi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya dibawah bimbingan orangtua. Hal itu berpedoman pada pasal 55 UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Selajutnya pada Pasal 4 Ayat 1 UU 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif, dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia nilai keamanan nilai kultural dan kemajemukan bangsa.” (26/01/2021)

Dari kejadian tersebut muncullah statement bahwa pemberlakuan perda syariah memunculkan banyak masalah bahkan dikatakan diskriminatif. Kasus jilbab SMKN Padang yang lahir dari keputusan Walikota setempat ditarik menjadi desakan untuk membatalkan berbagai peraturan yang bersandar pada aturan agama (Perda Syariat). Tentu saja hal ini membuat pihak yang tidak senang dengan aturan islam diberlakukan membuat mereka bisa menggugat peraturan tersebut dengan dalih melanggar Hak Asasi Manusia bahkan banyak problem diklaim lahir dari pemberlakuan Perda Syariat.

Kejadian di SMK Negeri 2 Padang Bukti bahwa sistem demokrasi tidak memberi ruang bagi pemberlakuan syariat sebagai aturan publik. Islam dikerdilkan menjadi ajaran ritual sebagaimana agama lainnya. Hal seperti ini bukanlah kali pertama islam dikerdilkan bahkan dianggap sebagai pembawa masalah intoleransi. Sejatinya sistem demokrasi memang takkan pernah bisa bahkan mustahil sebagai jalan untuk memberlakukan syariat islam. Karena keberadaannya sejak awal memang untuk mengahalangi syariat islam tegak.

Syariat islam akan dengan sangat mudah diterima ketika aturan negara berlandaskan kepada islam, dalam hal ini tentu saja bukanlah sistem demokrasi melainkan sistem khilafah. Yang didalamnya tidak hanya melindungi hak-hak kaum muslimin melainkan juga melindungi hak-hak non-muslim bahkan menjaga keamananan mereka. Wallahu’alam bishshowab.

 

 

 

 

 

 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak