Oleh: Faizah Khoirunnisa' Azzahro
Tak cukup dengan menarik uang rakyat melalui pajak, kini Menkeu melirik potensi dana umat dari wakaf yang mencapai 217 triliun rupiah atau setara 3,4 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia . Demi memuluskan agenda tersebut, Menkeu telah menggodok aturan dan menggandeng wapres dengan mengeluarkan program Gerakan Nasional Wakaf Tunai (GNWT) untuk memperluas partisipasi masyarakat. Untuk menarik minat masyarakat, program wakaf ala Menkeu diutak-atik agar bisa menjadi alat investasi. Prosedurnya, aset yang diwakafkan tidak diserahkan ke pemerintah selamanya, melainkan dalam jangka waktu 2-6 tahun. Setelah lewat jangka waktu tersebut, dana wakaf bisa cair lagi, dan hasil dari investasinya-lah yang diwakafkan. (www.republika.co.id, 24-10-2020)
Merapat Untuk Menghisap
Tak cukup dengan hutang sana-sini, rezim terus melakukan berbagai upaya untuk menambal lubang anggaran. Lagi-lagi umat dan rakyat yang jadi bumper kegagalan penguasa. Umat Islam didorong mengeluarkan dananya untuk menutup borok kelemahan sistem kapitalisme yang sampai kapanpun akan selalu menimbulkan problem ekonomi.
Totalitas sudah, rezim hari ini menampakkan watak kapitalisnya. Seolah lupa dengan perlakuan buruk mereka kepada ulama dan aktivis Islam yang menginginkan penerapan syariat Islam kaffah. Berulang kali umat Islam dibuat sakit hati dengan kriminalisasi dan monsterisasi ajaran Islam seperti cadar hingga khilafah.
Lantas apakah umat akan dengan mudah percaya untuk menyerahkan dananya kepada pemerintah, mengingat track record pejabat yang gemar menjadikan uang pajak dan dana lainnya sebagai bahan korupsi? Dana bansos saja dikorupsi dan tak ada jaminan pos anggaran lainnya aman dari sasaran tikus berdasi.
Di sisi lain, kinerja pemerintah dalam mendistribusikan dana sosial kepada rakyat yang membutuhkan, masih dinilai buruk. Seringkali distribusi berpusat pada golongan tertentu, bahkan salah sasaran dan jauh dari pemerataan. Jadi, hal yang wajar jika umat Islam ragu dan sangsi untuk menyerahkan dana wakafnya dikelola oleh pemerintah yang dikenal sangat korup dan dzalim tersebut.
Jangan Setengah-Setengah Memanfaatkan Islam
Jika rezim mau belajar dari kesalahan dan terbuka kepada Islam serta mengambil syariat Islam secara keseluruhan, niscaya tak hanya problem ekonomi yang dapat diatasi. Jangan hanya ajakan wakafnya saja yang dipakai, tapi bagaimana Islam mengatur sistem ekonomi yang bisa mensejahterakan, sudah seharusnya diadopsi negeri ini. Andai penguasa negeri ini tak setengah-setengah memakai ajaran Islam, justru potensi pemasukan negara akan lebih besar lagi.
Belum lagi jika konsep kepemilikan diatur oleh Islam, seratus persen sumber daya alam yang negeri ini miliki, bisa masuk kas APBN dan menghasilkan surplus. Jauh berbeda jka kapitalisme yang dipakai, sumber daya alam justru dikuasai swasta dan rakyat tak bisa merasakan manfaatnya.
Pilih-pilih ajaran Islam tak akan berujung solusi, karena aturan Islam bekerja secara sistemik, maka harus totalitas dalan penerapannya. Syariat Islam kaffah bisa sempurna diterapkan jika diadopsi di level individu hingga level negara. Wallahu a'lam bishowwab.