REVISI UU ITE, UNTUK KEPENTINGAN SIAPA?




OLEH : UMMU FAHRI


Presiden Joko Widodo berencana untuk merevisi Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) . Keputusan Jokowi itu sempat mendapat sambutan baik dari masyarakat , khususnya mereka yang pernah menjadi korban di UU ITE.

Menurut Koalisi, laporan menunjukkan penghukuman mencapai 96, 8 persen (744 perkara) dengan tingkat pemenjaraan yang sangat tinggih mencapai 88 persen (676 perkara). Menurut data yang diterima orang yang paling banyak menggunakan Undang-Undang ITE tiga klaster yaitu pejabat pemerintah, pengusaha, dan polisi.Kata Koordinator PAKU ITE, Muhammad Arsyad dalam diskusi daring, pada 19 Februari 2021.Pasal multitafsir UU ITE memang kerap digunakan dalam hal lapor-melapor.Koalisi Masyarakat Sipil membeberkan dalam laporan kurun 2016 sampai dengan Februari 2020 terkait kasus-kasus yang berkaitan dengan pasal 27, 28 dan 29 UU ITE.

Pemerintah membentuk tim kajian dalam rangka mereformasi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Mentri 
Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD , mengatakan tim ini bekerja selama 2 bulan kedepan untuk mencari solusi atas sejumlah aturan didalamnya, yang selama ini disebut sebagai pasal karet.Selama tim kajian bekerja, Mahfud MD mengingatkan Kepolisian dan Kejaksaan untuk bekerja hati-hati dalam menangani kasus-kasus yang menggunakan UU ITE.

Tim Kajian UU ITE ini dibentuk berdasarkan Keputusan Menkopolhukam No.22 tahun 2021.Dalam payung hukum ini , tim akan bekerja sampai 22 Mei 2021.Dalam surat itu disebutkan tim terdiri atas pengarah dan tim pelaksana.
Pengarah bertugas memberikan rekomendasi melalui Koordinasi, Sinkronisasi, dan pengendalian Kementerian/Lembaga.

Adapun susunan Tim Revisi UU ITE ialah : 

Pengarah: 
- Menteri Koordinator Bidang Politik,Hukum dan Keamanan, Mahfud MD
-Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia,Yasonna Laoly
-Mentri Komunikasi dan Informatika,Johny G Plate
-Jaksa Agung Republik Indonesia,ST Burhanuddin
- Kepala Kepolisian Republik Indonesia,Listyo Sigit Prabowo.

Tim Pelaksana
Ketua : Sugeng Purnomo, Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Kemenkopolhukam

Sekretaris: Imam Marsudi,Staf Khusus Menkopolhukam

Ketua Sub Tim 1: Henri Subiakto,Staf Ahli bidang Hukum Kominfo

Ketua Sub Tim 2: Brigjen Pol Yan Fitri ,Ketua Biro Sundokinfokum Divisi Hukum Mabes Polri

Editor: M Sholahuddin Azhar.

Revisi UU ITE sebetulnya bukan pertama kali ini saja bergulir ,Pada tahun 2016, DPR telah merevisi UU tersebut dengan mengesahkan UU Nomor 19 Tahun 2016 sebagai perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE. Akan tetapi , Revisi saat itu tidak serta Merta mencabut pasal-pasal dalam UU ITE yang dianggap sebagai pasal karet. Pasal yang dianggap bermasalah antara lain Pasal 27 ayat (1) Soal kesusilaan,Pasal 27 Ayat (3) Soal penghinaan /pencemaran nama baik,dan Pasal 28 Ayat (2) Soal ujaran kebencian.

Sementara Menkopolhukam, Mahfud MD, mengatakan akan membentuk tim untuk membuat pedoman interpretasi dan Revisi UU NO.11 tahun 2008.Bukan revisi seperti yang diusulkan Jokowi,tapi interpretasi.Jika seperti ini, bagaimana rakyat mau percaya ? Sikap setengah hati pemerintah Jokowi untuk merevisi UU ITE makin menguatkan bahwa UU ITE sedikit banyak menguntungkan rezim.
Revisi UU ITE bisa saja menjadi cara penguasa melindungi para pendukungnya.Mengingat tak jarang para buzzer penguasa kerap dilaporkan menggunakan UU ini.Ibarat sekali tepuk, dua nyamuk kena,Jika UU ini benar-benar direvisi, para pendukung penguasa bisa bernafas lega dan bebas dari jeratan hukum.

Namun,beda urusan bila hal itu berkaitan dengan rakyat kritis.Saat Anda bicara kebebasan.Namun ,saat Anda dilaporkan, mereka bilang hukum harus ditegakkan melalui penerapan UU ITE.Kebebasan berpendapat memang dilindungi Undang-undang.Tapi pada saat Anda berpendapat,UU ITE siap menghadang.

Berbeda halnya dengan Islam.Menurut pandangan Islam kritik adalah fitrah bagi penguasa.Dengan kritik,penguasa bisa bermuhasabah dan memperbaiki kinerjanya.Dalam Islam ,kritik rakyat untuk penguasa adalah keniscayaan.Salah satu contoh Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah dikritik anaknya sendiri lantaran beristirahat sejenak dikala masih banyak rakyatnya yang terzalimi.

Di sistem Khilafah , kritik biasa terjadi.Kritik rakyat tersampaikan melalui Majelis Umat, yaitu bagian dari struktur pemerintahan Khilafah yang mewadahi aspirasi rakyat serta tempat meminta nasihat bagi Khalifah dalam berbagai urusan.Islam tidak anti kritik . Kritik dalam Islam terwujud dalam aktivitas dakwah amar makruf nahi mungkar.Yaitu menasihati dalam kebaikan, mengoreksi kebijakan penguasa, dan mencegah kezaliman dan kemungkaran.

Seperti salah satu hadis yang dikatakan," Siapa saja yang melihat suatu kemungkaran, maka hendaknya ia mengubah nya dengan tangannya.Jika ia tidak mampu,maka (ubahlah) dengan lisannya.Jika ia tidak mampu,maka (ubahlah) dengan hatinya,Dan yang demikian itu selemah-lemah iman."(HR. Muslim).

Dengan kritik dan pengaduan rakyatlah, penguasa akan terselamatkan dari sikap zalim dan mungkar.Sebab , Penguasa di sistem Khilafah menyadari besarnya pertanggung jawaban mereka kelak di akhirat.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak