REVISI UU ITE, UNTUK KEPENTINGAN SIAPA?



Oleh : Alinea Khair

 

Ketua Bidang Hukum dan HAM Pengurus Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas menilai ada kesamaan antara situasi Indonesia saat ini dibandingkan dengan situasi era Orde Baru. Busyro pun menilai situasi saat ini sudah bergerak ke arah neo otoritarianisme.

"Ada kesamaan situasi Orde Baru itu dengan saat ini, ada kesamaaan. Sekarang orang menilai, termasuk saya, sudah mulai bergerak kepada neo otoritarianisme," kata Busyro dalam acara Mimbar Bebas Represi yang disiarkan akun YouTube Amnesty International Indonesia, Sabtu (20/2/2021) (Sumber : https://nasional.kompas.com/soroti-buzzer-dan-uu-ite-busyro-sebut-situasi-bergerak-ke-neo otoritarianisme).

 

Pengamat menilai saat ini negara  mengarah ke otoritarianisme, dengan beberapa indikasi:

Pertama, masifnya buzzer. Orang yang kritis  diserang dengan buzzer, dengan berbagai macam cara.

Kedua, teror dengan meretas alat komunikasi, termasuk teror kepada aktivis kampus.

ketiga, terdapat UU ITE yang memiliki karakter pelembagaan buzzer, dan sudah banyak korbannya.

Pemerintah membentuk tim yang akan merevisi beberapa pasal dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi (UU ITE). Hal tersebut menyusul banyaknya laporan dari masyarakat dan kasus kriminalisasi.

Menurut kajian lembaga reformasi hukum, hampir 700 orang dipenjara karena pasal karet dalam Undang-undang informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sepanjang 2016-2020 (Sumber : https://nasional.kompas.com/melihat-lagi-revisi-uu-ite-pada-2016-yang-tak-cabut-pasal-pasal-karet).

 

 

Akan tetapi disinyalir dilakukannya revisi UU ITE tersebut bukan untuk semakin memberi ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya tetapi semakin membungkam sikap kritis mereka.

Negara sebagai pembuat kebijakan atau aturan yang akan dilaksanakan untuk masyarakat itu sendiri. Negara seharusnya menunjukkan atensi lebih ketika terdapat warga masyarakatnya yang memberikan kritik ataupun masukkan terhadap kebijakan tersebut. Untuk kemudian dikaji apakah memang terdapat kekeliruan ataupun ketidakadilan dari kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.

Karena sebagai warga negara yang baik seharusnya menginginkan yang terbaik untuk negaranya. Maka perlu untuk sebuah negara memiliki kontrol dari masyarakat tersebut. Diharapkan nantinya terdapat solusi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

 

Islam menempatkan kritik masyarakat

 

Negara ideal yang bisa menerapkan aturan tersebut adalah negara yang landasan utama dalam membuat aturan adalah Islam (Khilafah), berdasar atas Al-Qur’an dan As-Sunnah. Menjadikan Sang Pencipta sekaliagus Sang Pengatur segala bidang kehidupan.

Dalam QS. Al-Hasyr : 7, Allah SWT berfirman :

“Apa saja yang dibawa Rasul untuk kalian, maka ambilah. Dan apa saja yang dilarangnya untuk kalian, maka tinggalkanlah.”

Islam menempatkan kritik masyarakat sebagai bentuk koreksi terhadap kebijakan yang dibuat oleh negara. Misalnya kritik masyarakat menyangkut pelanggaran yang menyangkut hak-hak masyarakat secara umum ataupun kedzoliman yang dilakukan oleh penguasa maupun pejabat-pejabat lain, termasuk yang dilakukan oleh para pegawai, maka perkara tersebut harus diusut kebenarannya dan diberikan solusi yang menyeluruh.

Wallohu A'lam Bishowab 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak