Oleh : Elfia Prihastuti, S.Pd
Praktisi Pendidikan dan Member AMK
Dunia pendidikan kembali gaduh. Pelaksanaan pendidikan di masa pandemi masih menyisakan banyak persoalan yang tidak tertangani. Kini kebijakan pendidikan yang digelontorkan Mendikbud Nadiem Makarim kembali mendapat sorotan.
Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 mendapat kritik dari sejumlah ormas keagamaan secara kompak. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim, memaparkan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 pada rapat kerja (raker) dengan Komisi X DPR RI. Mendikbud menyampaikan gagasan untuk meningkatkan hubungan mahasiswa dengan dunia kerja melalui program Kampus Merdeka. Program tersebut memberi peluang sebesar-besarnya kepada mahasiswa untuk belajar di luar program studi selama tiga semester, salah satunya dengan berwirausaha.
Untuk itu dibutuhkan kolaborasi antara dunia pendidikan dan dunia usaha dan industri (dudi), (ITJEN KEMENDIKBUD, 20/7/2020).
Program tersebut menjelaskan, orientasi pendidikan akan bermuara pada terbentuknya lulusan pendidikan yang tenaganya mampu terserap dalam dunia kerja. Oleh karena itu Nadiem menginginkan pembelajaran berbasis proyek digalakkan. Hal ini agar para peserta didik terlatih untuk membangun kolaborasi antar pelajar melalui pembelajaran tersebut, (Medkom.id, 16/1/2021).
Sebenarnya pendidikan vokasi atau link and match bukanlah konsep baru. Tahun 1994 program link and match pernah dikampanyekan oleh Prof. Dr Wardiman Djojonegoro selaku Mendikbud pada era itu. Program ini merupakan kesiapan persepsi yang antisipatif dari dunia pendidikan dalam membaca dan memanfaatkan era industrialisasi.
Namun, faktanya dari waktu ke waktu tidak mampu mengubah wajah pendidikan dan melahirkan tenaga kerja yang berkualitas. Kesenjangan antara pendidikan dan dunia kerja masih tetap ada. Padahal, setidaknya kurikulum telah berubah sembilan kali untuk menuju pada muara yang sama.
Di sisi lain orientasi pendidikan tersebut di atas, membuat pendidikan kehilangan banyak porsi peran utama sebagai pembentuk kepribadian peserta didik. Apatah lagi agama menjadi materi yang terpinggirkan dalam kegiatan pembelajaran. Maka wajar karakteristik yang terbentuk sebagai hasil dari proses pendidikan meresahkan masyarakat. Anak-anak menjadi tidak punya adab. Tawuran, seks bebas, narkoba, tidak hormat terhadap orang tua adalah fakta yang banyak terjadi. Saat memangku suatu jabatan, tak jarang kita temukan pejabat korup dan menghalalkan segala cara.
Pendidikan Vokasi Lahir dari Sistem Ekonomi Bercorak Kapitalistik
Pendidikan vokasi (link and match) yang menjadi andalan pemerintah dalam menyelesaikan masalah pendidikan saat ini tidak bisa dilepaskan dari sistem ekonomi bercorak kapitalistik yang diterapkan di negeri ini.
Dunia pendidikan ditujukan untuk memenuhi tenaga kerja yang dibutuhkan dunia usaha dan industri. Oleh karena itu, kompetensi lulusan harus disesuaikan dengan permintaan para korporasi yaitu tenaga terampil dengan upah murah. Wajar jika Program SMK dianggap membawa kesejahteraan, padahal upah yang mereka peroleh hanya sebatas UMR.
Begitu pula dengan perguruan tinggi yang seharusnya menjadi pencetak para pemikir dan para ahli. Ternyata perlakuan kepada mereka juga sama, hanya berkutat pada faktor produksi. Tak heran jika program merdeka belajar memunculkan gagasan. Yaitu berupa kesempatan bagi mahasiswa untuk magang di luar studinya selama tiga semester.
Sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di negeri ini, menjadi negara hanya bertindak sebagai regulator. Negara bukan sebagai pelayan bagi kepentingan rakyatnya. Sehingga, negara cenderung berlepas tangan terhadap kepentingan rakyat. Maka, sangat wajar jika desain pendidikan hanya untuk memenuhi kepentingan korporasi.
Sejatinya, perubahan kurikulum apa pun berkali-kali, tak akan mampu membawa kualitas yang lebih baik. Kecuali, jika beralih kepada sistem Islam. Karena Islam adalah sistem paling mujarab yang terbukti selama 13 abad lamanya dalam bingkai khilafah.
Program Pendidikan dalam Sistem Islam
Islam adalah ideologi yang memancarkan aturan yang terperinci. Abdurrahman Al Baghdadi dalam bukunya Sistem Pendidikan di Masa Khilafah Islam menggambarkan secara umum tentang program yang berkaitan dengan pendidikan.
Pertama, akidah Islam sebagai dasar dari ilmu pengetahuan. Artinya, apa pun yang bertentangan dengan akidah Islam tidak boleh diambil atau diyakini. Sedangkan yang tidak bertentangan dengan akidah Islam boleh diambil.
Rasulullah bersabda :
"Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah memudahkan jalan baginya menuju surga." (HR. Muslim dan Tirmidzi dari Abu Hurairah Ra)
Lafaz "Ilman" dalam hadist di atas adalah Najirah yang bersifat umum. Jadi mencakup segala macam ilmu. Oleh karena itu, tidak ada larangan di dalam Islam untuk mempelajari ilmu pengetahuan apapun, selama tidak bertentangan dengan akidah Islam.
Kedua, tujuan pendidikan Islam adalah membekali akal, dengan pemikiran dan ide-ide yang sehat, baik itu mengenai aqaid (cabang-cabang akidah), maupun hukum. Sehingga, terbentuklah kepribadian Islam dalam diri seseorang.
Allah berfirman :
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى ٱلَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَٱلَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ ۗ
إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُو۟لُوا۟ ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya:
Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
(QS. Az-Zumar [39]: 9)
Ketiga, negara menyediakan sarana pendidikan secara gratis atau murah.
Keempat, Tsaqofah Islam wajib diajarkan di seluruh tingkatan pendidikan.
Kelima, dalam pelaksanaan pendidikan, harus terpisah jelas antara ilmu-ilmu sains (semacam tehnik dan ilmu fisika) dengan ilmu-ilmu kebudayaan. Ilmu tehnik dan sejenisnya dipelajari sekadarnya saja, tidak terikat jenjang pendidikan. Sedangkan, ilmu-ilmu kebudayaan dan pengetahuan umum dipelajari di tingkat dasar sesuai dengan teori pendidikan yang tidak bertentangan dengan konsep dan hukum Islam.
Keenam, waktu pelajaran untuk ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab setiap minggunya harus disesuaikan dengan waktu pelajaran untuk ilmu-ilmu umum lainnya, baik dari segi jumlah maupun waktu.
Ketujuh, ilmu-ilmu terapan seperti tehnik dan sejenisnya, hendaknya diajarkan dalam bentuk yang mampu mewujudkan tenaga-tenaga ahli di kalangan umat yang dapat menemukan dan menciptakan sesuatu. Sehingga dalam waktu yang relatif singkat akan tampak kemajuan dalam bidang industri dan aspek lainnya.
Program-program semacam ini akan mampu melahirkan pribadi-pribadi muslim yang berilmu dan ahli ibadah. Bahkan, akan lahir pula di tengah-tengah umat para pemimpin yang cakap dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan dan mekanika teknologi dan produksi.
Sebaliknya, Peta Jalan Pendidikan 2020-2035 hanya akan menghasilkan pribadi-pribadi yang mengabdi pada kepentingan materi. Maka, tidak mengherankan jika perilaku serakah, menghalalkan segala cara adalah pribadi yang melekat pada hasil pendidikan hari ini. Sudah saatnya kita tinggalkan sistem rusak ini, beralih pada sistem yang jauh lebih baik, yaitu sistem Islam.
Wallahu a'lam bishsawab.
Tags
Opini