Pendidikan Vokasi Untuk Kemajuan Bangsa, Jauh Harapan Dari Realita



Oleh : Ummu Hanif, Anggota Lingkar Penulis Ideologis

Dalam rangka Dies Natalis ke-1, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi mengadakan webinar bertajuk “Anak Vokasi Zaman Now - Mengenal Vokasi Lebih Dekat”, pada hari Minggu 24 Januari 2021 mulai pukul 16.00 WIB. Kegiatan ini terbuka untuk para peserta didik mulai dari SMP, SMK, SMA, orang tua murid, dan juga guru untuk mengenal vokasi lebih mendalam. Webinar ini mengupas tuntas mengenai pendidikan vokasi secara lebih dalam dan menepis anggapan bahwa lulusan vokasi masih dipandang miring dalam dunia industri dan dunia kerja.

Dalam sambutannya, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim menyampaikan bahwa sepanjang 2021 ini,  peningkatan kualitas sekolah dan pendidikan tinggi vokasi akan diperkuat. Untuk jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), akan direvitalisasi sebanyak 900 sekolah menjadi SMK berbasis industri 4.0. Untuk jenjang pendidikan tinggi, sebanyak 47 PTN Vokasi akan ditingkatkan kinerjanya, termasuk didalamnya sertifikasi kompetensi untuk 300 dosen.
“Ini adalah target besar yang perlu kita dukung bersama. Karena filosofi pendidikan itu tak sekadar mengisi pikiran siswa dengan teori, tetapi juga menuntun mereka dengan keterampilan yang mumpuni,”ujar Mendikbud Nadiem Anwar Makarim dalam webinar bertajuk “Anak Vokasi Zaman Now-Mengenal Vokasi Lebih Dekat” yang disiarkan lewat CNBC Indonesia TV, Minggu (24/1) petang.

Seperti yang kita ketahui, pendidikan vokasional akhir – akhir ini terus digencarkan untuk menjawab tantangan krisis multidimensi yang menghantam negeri. Pendidikan ini dianggap sebagai langkah tepat untuk memperkuat daya saing SDM Indonesia yang dipandang masih lemah di tengah terjangan pasar bebas.
Terlebih saat ini UU Cipta Kerja sudah disahkan, denga nisi yang jelas-jelas memberi karpet merah bagi tenaga kerja asing untuk melenggang masuk ke pasar kerja Indonesia. Padahal, rata-rata kompetensi mereka jauh di atas rata-rata tenaga kerja lokal.
Jika kita amati, akan tampak jelas tanpa kesamaran sama sekali, target utama pendidikan vokasi adalah menyiapkan siswa masuk dunia kerja dan dunia industri. Sekilas memang tampak akan bisa menjadi solusi untuk mengurangi angka pengangguran di dalam negeri. 

Namun benarkah demikian?
Pertama, berkaitan dengan mengurangi angka pengangguran, faktanya ternyata pengangguran yang disumbangkan oleh lulusan SMK menempati peringkat utama. Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan (Kabarenbang) Kemnaker Tri Retno Isnaningsih menyebutkan, tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sebesar 8,49%. TPT-nya paling tinggi adalah pada level SMK (8,49%). (Webinar YouTube Kementerian Ketenagakerjaan, detikfinance, 14 Juli 2020)

Kedua, kualitas lulusan Pendidikan vokasi. Bukan tanpa alasan ketika ada sebagian pihak menilai bahwa lulusan Pendidikan vokasi diorientasikan menjadi tenaga buruh, karena target lulusannya adalah memenuhi kepentingan dunia usaha dan industri. Kurikulum pendidikan vokasi yang disusun juga mengikuti kepentingan pasar tenaga kerja, dunia usaha, dan industri yang lebih banyak dimainkan korporasi. Alhasil, standardisasi pun mengikuti sudut pandang pelaku usaha dan industri dalam sistem sekuler.
Tentu sangat disayangkan, kurikulum pesanan para korporasi akhirnya mengebiri potensi generasi kita. 

Generasi muda yang seharusnya dibentuk menjadi generasi yang berkepribadian mulia dan ahli di berbagai bidang kehidupan, akhirnya hanya diarahkan untuk menjadi tenaga terampil yang siap kerja. 
Jika memang ingin menjadi negara maju dengan mengembangkan potensi generasi, seharusnya kurikulum Pendidikan kita disusun sedemikan hingga bisa menciptakan generasi yang berkepribadian mulia dan ahli/pakar di berbagai bidang kehidupan. Dimana outpun Pendidikan yang demikian, bisa membawa bangsa ini menjadi bangsa yang maju dan terdepan, bukan sekadar generasi yang siap memenuhi kepentingan dunia usaha dan industri milik korporasi sebagaimana pesanan.

Islam sebagai sistem hidup yang sempurna, memiliki sistem pendidikan vokasi yang sangat andal. Paradigma pendidikan disusun mengikuti asas Islam, bahwa pendidikan apa pun (termasuk vokasi) ditujukan bagi kemaslahatan manusia umumnya, bukan sekelompok orang (korporasi).

Dalam sistem Pendidikan vokasi islam, peserta didik tidak hanya diberi skill, namun juga dibekali karakter sebagai pemimpin. Memimpin negeri ini dengan mengelola sumber daya alam secara mandiri. Dengan visi Pendidikan seperti ini, maka terbentuklah karakter lulusan Pendidikan sebagai pelopor peradaban. 
Selain itu, kurikulum pendidikan vokasi dalam Islam disusun untuk membekali lulusannya dengan keterampilan dan teknik yang dibutuhkan masyarakat. Perkembangan teknologi akan disikapi sebagai sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, bukan sekadar kemajuan yang bernilai materi. Oleh karenanya, kurikulum akan menyesuaikan terhadap kebutuhan manusia, bukan keinginan dan kehendak pihak korporasi yang selama ini menciptakan pasar bagi produksi-produksinya.

Namun semua itu tentu sangat sulit dicapai jika kita masih memegang kuat dan menerapkan sistem kapitalis. Karena sifat dasar kapitalis adalah memihak para pemilik modal, bukan kemajuan generasi atau bangsa. Jadi, berharap bahwa Pendidikan vokasi bisa mendorong kemajuan bangsa, hanyalah mimpi yang tidak mungkin terjadi jika kita masih menggunakan kerangka berpikir ala kapitalis. Akan sangat jauh jarak antara harapan dan kenyataan. 

Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak