Oleh : Putri Efhira Farhatunnisa
Video yang berisi adu argumen antara orang tua siswi dengan pihak sekolah SMKN 2 Padang mengenai aturan mengenakan kerudung di sekolah viral di media sosial, orang tua siswi (Elianu Hia) mengungkapkan keberatannya atas aturan kewajiban memakai kerudung karena anaknya (Jeni Hia) adalah seorang non-muslim. Pihak sekolah menyayangkan hal ini karena orang tua siswi buru-buru membawa persoalan ini ke media sosial sehingga menjadi melebar, bahkan tak sedikit orang menuntut pencabutan aturan yang sudah belasan tahun diterapkan tersebut.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim ikut angkat bicara soal kasus ini, ia mengatakan bahwa setiap siswa memiliki kebebasan beribadah, berpikir dan berekspresi sesuai agamanya masing-masing. Dan ia menilai bahwa tindakan dari pihak sekolah yang menerapkan aturan Perda Syariat mengenai aturan berpakaian tersebut sangat intoleran.
“Sekolah sama sekali tidak boleh membuat peraturan atau himbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah, apalagi jika tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik,” terang Nadiem. Mendikbud berpendapat bahwa apa yang terjadi di SMKN 2 Padang tersebut sebagai bentuk intoleransi atas keberagaman, sehingga bukan saja melanggar peraturan UU, melainkan juga nilai Pancasila dan kebhinekaan.(antaranews.com 26/1/2021)
Kasus jilbab SMKN 2 Padang yang lahir dari keputusan Walikota setempat ditarik menjadi desakan untuk membatalkan berbagai peraturan yang bersandar pada aturan agama (Perda Syariat) karena dinilai banyak memunculkan masalah. Komhas HAM, Anggota DPR RI, KPAI, hingga LBH menuntut agar aturan tersebut dihapuskan karena kebijakan ini dinilai tidak sesuai dengan kebhinekaan Indonesia. Ketika sekulerisme dan liberalisme telah mendarah daging pada diri seseorang, maka aturan agama tak lagi ia hiraukan bahkan aturan yang bermaksud menjaga kehormatan perempuan malah dituduh sebagai aturan intoleran dan melanggar HAM.
Terlepas dari pro-kontra kasus tersebut, benarkah aturan menutup aurat adalah aturan yang intoleran dan melanggar HAM? Kehormatan perempuan sangat dijaga oleh Islam, Islam telah menetapkan pakaian kehormatan dan kewibawaan untuk perempuan saat mereka hendak keluar rumah, yaitu saat mereka berada dalam kehidupan publik. Pakaian perempuan dalam kehidupan umum ada 2 (dua), yaitu baju bawah (libaas asfal) yang disebut dengan jilbab, dan baju atas (libas a’la) yaitu khimar (kerudung).
Allah berfirman,
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ
“…dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya.” (QS an-Nuur: 31).
Juga dalam QS al-Ahzab: 59,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ ٱلْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَٰبِيبِهِنَّ ۚ
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’.”
Pakaian tersebut—sekali lagi—untuk menjaga kehormatan perempuan. Libaas Haasyim, pakaian kewibawaan. Sewaktu ayat ini turun, tujuannya untuk menjaga perempuan merdeka dari gangguan orang munafik.
Sesuai firman Allah,
ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ﴾
“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (QS al-Ahzab: 59).
Dan dalam Daulah Islam baik muslim maupun non-muslim yang berada di wilayah Islam, mereka memiliki hak yang sama termasuk perlindungan dan kehormatan perempuan. Perempuan muslim dan non-muslim memiliki kewajiban yang sama yaitu menutup auratnya dengan bertujuan untuk melindungi mereka dari laki-laki jalang. Dengan begitu aturan ini meminimalisir kasus pelecehan seksual yang sekarang marak terjadi, maraknya kasus pelecehan seksual ini bukan semata kesalahan perempuan yang tak menutup aurat atau laki-laki yang tak mampu menjaga nafsunya namun juga tidak adanya aturan yang mengatur tentang cara berpakaian dan pergaulan antara laki-laki dan perempuan.
Desakan untuk mencabut aturan jilbab hingga segala aturan yang bersandar pada Perda Syariah merupakan upaya untuk mengerdilkan Islam menjadi agama ritual sebagaimana agama lain. Maka kita membutuhkan sebuah institusi negara yang benar-benar mengatur segala aspek kehidupan sesuai Al-Qur'an dan As-Sunnah yaitu Khilafah, karena sejatinya demokrasi tidak akan pernah memberi ruang untuk diterapkannya syariat Islam secara kaffah. Wallahu a'lam bishawab.
Tags
Opini