Narkotika di Kalangan Artis, Potret Gaya Hidup Hedonis



Oleh Fithry Assyahidah
(Muslimah Peduli Umat)

Kasus narkotika senantiasa menghiasi layar kaca negeri ini. Peredarannya kian menjadi, begitu juga mereka yang mengkomsumsinya. Tidak mengenal usia muda maupun tua. Masyarakat biasa maupun selebrita.

Seperti yang terjadi baru-baru ini, artis sekaligus pedangdut hits Ridho Roma harus kembali ke jeruji besi. Padahal belum lama keluar dari Rutan Salemba, Jakarta, menghirup segarnya udara bebas. Ridho Rhoma mendapatkan cuti bersyarat sehingga bisa bebas lebih cepat dua bulan dari delapan bulan masa tahanan yang harus dijalani dalam kasus penyalahgunaan narkoba. Namun pada Minggu (7/2/2021) kemarin, Ridho Rhoma kembali ditangkap polisi gara-gara narkoba. Kabag Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus membenarkan penangkapan Ridho Rhoma. Ya, dia kembali tersandung kasus narkoba untuk yang kedua kali. ( Sindonews.com, 07/02/20)
Bahkan sebelumnya sudah ada 18 artis yang juga terjerat narkoba sepanjang tahun 2020 lalu.( Kompas.com, 5/12/2020 ). Jadi Ridho Roma bukanlah satu-satunya, melainkan hanyalah salah satunya.


Maraknya Penyebaran Narkoba Buah Busuk Sekularisme-Kapitalisme

Sekalipun penangkapan pelaku dan pengedar sudah sering diberitakan dan ditangkap, termasuk juga sejumlah selebriti tanah air, namun kasus yang sama terus bermunculan. Ibarat peribahasa “mati satu tumbuh seribu”.

Mengapa? Karena negeri yang menerapkan sistem kapitalis akan sulit meninggalkan apa pun yang berbau uang. Bisnis narkoba diakui sangat menggiurkan dan berpeluang mendatangkan banyak keuntunganb. Karenanya, keberadaannya seolah harus dipertahankan dan sayang untuk dibuang begitu saja.

Penangkapan terhadap bandarnya pun terkesan dilakukan setengah hati. Pelaku amatir kelas teri terus dikejar sampai mati, serta para pecandunya diberitakan sana sini. Sementara gembong pemilik bisnisnya tidak pernah terungkap sehingga luput dari sentuhan hukum. Padahal narkoba tidak mungkin sampai ke masyarakat jika tidak ada orang yang menyebarkannya. Maka wajar jika penyebaran narkoba terus merajalela dan sulit diberantas. Mereka yang terjebak karena kecanduan juga terus bermunculan, seolah menjadi bagian hidup yang tak bisa dihilangkan.

Kerakusan kapitalisme juga diperparah dengan watak sekuler, sistem yang tidak mengakui aturan agama dalam kehidupan. Dalam sistem busuk ini tidak mengenal yang namanya halal-haram. Semua berjalan atas dasar kebebasan. Terlebih, tidak ada ketakutan pada sanksi berat yang akan didatangkan pada para pelaku kemaksiatan. Sebab hukuman yang diberikan tidak mampu memberikan efek jera. Keluar jeruji pelaku kembali mengulanginya lagi. Sehingga jadilah agama ini sebatas keyakinan, namun kosong dari pengamalan berupa keterikatan pada hukum Allah sebagai bukti keimanan.

Apalagi narkoba dianggap sebagai pelarian ketika masalah datang menghadang. Terlebih dikalangan artis yang penuh dengan banyak tuntutan pekerjaan. Peneliti dr Hari Nugroho peneliti dari Institute of Mental Health Addiction and Neurosience (IMAN) menjelaskan, ada 2 kondisi psikologis yang menyebabkan seseorang terjerat narkoba. Dr. Hari mengatakan bahwa, seseorang cenderung menggunakan narkoba untuk merasa feel good dan feel better. Feel good harus tetap terjaga dan fokus dengan kinerja 24 jam. Sedangkan feel better terjadi pada mereka yang punya masalah sebelumnya. Jadi narkoba dianggap sebagai cara instan agar mereka tetap bahagia, ceria dan tetap fokus.

Belum lagi gaya hidup artis yang terlanjur mewah sehingga frustasi datang jika tak mampu memenuhi keinginannya. Hal ini selaras dengan apa yang dikatakan oleh Psikiater dr Nova Riyanti Yusuf SpKJ dari RS Jiwa Dr Soeharto Heerdjan Jakarta, bahwa gaya hidup mewah mengakibatkan kehidupan artis rawan terjerat narkoba. Artis yang kebablasan pada akhirnya benar-benar jadi korban barang haram tersebut. Sebab mereka tidak kuat mengahadapi kegagalan jika tidak memenuhinya. ( health.detik.com )

Semua ini tentu terjadi karena penerapan sistem sekuler kapitalis di negeri ini yang memuja materi. Rela menghilangkan hak tubuh untuk beristirahat, hanya untuk mengejar materi dan popularitas. Apalagi kedekatan kepada sang pencipta tidak ada, akhirnya godaan untuk mengkomsumsi zat haram menjadi pilihan.


Islam Solusi Tuntas Berantas Narkoba

Islam adalah agama komprehensif. Memiliki seperangkat aturan untuk menyelesaikan problematika kehidupan manusia. Islam tidak hanya datang sebagai agama ritual saja, melainkan juga sebagai sistem yang mengatur seluruh urusan manusia, baik muslim maupun non muslim. Dalam perkara narkoba, persoalan ini masuk dalam perbuatan-perbuatan yang membahayakan akal. Dan Islam melarang hal tersebut. Allah SWT berfirman dalam Q.S Al Baqarah ayat 195 yang artinya : “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” Ketika aturan-aturan Islam diterapkan secara sempurna, maka ayat ini akan menjadi panduan bagi individu, masyarakat dan negara.

Individu dengan bekal taqwa akan senantiasa menghindarkan diri dari segala perbuatan yang akan merusak akal dan zat-zat yang haram. Saat dilanda masalah, maka semua dikembalikan kepada Allah SWT. Ia juga tidak akan mendzalimi dirinya dengan terus bekerja tanpa beristirahat demi uang, karena memahami bahwa tubuh butuh istirahat adalah sunnatullah yang jika dilalaikan maka akan membuat tubuh tidak stabil menjalankan fungsinya.

Masyarakat pun demikian. Tingginya keterikatan masyarakat terhadap syariat akan menjadi benteng untuk mencegah penggunaan dan penyalahgunaan narkoba. Karena masyarakat berfungsi sebagai kontrol yang senantiasa beramar ma'ruf nahi mungkar.

Terlebih bagi negara. Peranannya yang paling utama melakukan upaya pencegahan dan memberikan sanksi yang membuat efek jera dan tidak tebang pilih. Dikutip dari kitab Niddzam al Uqubat yang ditulis oleh Abdurrahman al Maliki, dalam penanganan kasus narkoba maka akan dikelompokkan kategorinya. Orang yang memperdagangkan, yang membeli, menjual, meracik, mengedarkan, menyimpan, dan membuka tempat tersembunyi atau terang-terangan untuk memperdagangkankan narkotika. Masing-masing kategori akan berbeda sanksi sesuai kadaranya. Contohnya, sanksi (uqubat) bagi mereka yang menggunakan narkoba adalah ta’zir, yaitu sanksi yang jenis dan kadarnya ditentukan Qadhi, misalnya dipenjara, dicambuk, dan sebagainya. Sanksi ta’zir dapat berbeda-beda sesuai tingkat kesalahannya. (Saud Al Utaibi, Al Mausu’ah Al Jina`iyah Al Islamiyah, 1/708-709; Abdurrahman Maliki, Nizhamul Uqubat, 1990, hlm. 81 & 98).

Di sisi lain, negara juga akan optimal dalam menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dengan aturan Islam, serta berupaya untuk memenuhi seluruh kebutuhannya. Sebab menjadi pemimpin adalah amanah dari Allah, yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Sehingga tidak ada lagi anggota masyarakat yang menempuh cara-cara haram untuk keluar dari kesulitan hidup seperti menjadi pengedar narkoba, dan lain-lain. Masyarakat juga tidak akan menghabiskan waktunya fokus cari materi, sebab negara sudah memenuhi kebutuhan primernya. Gaya hidup glamour juga akan jauh dari tujuan kehidupan. Justru semua berlomba dalam ketaatan karena harta dan jabatan hanyalah fatamorgana dunia yang fana.


Namun semua ini tentu sulit terwujud jika yang diterapkan masih sistem sekuler kapitalis yang bukan berasal dari sang Pencipta. Sehingga masalah narkoba tidak mungkin selesai tuntas selama sistem yang melahirkannya tetap diterapkan. Karenanya, sampai kapan pun ancamannya terhadap nasib generasi bangsa akan senantiasa ada. Barang haram itu akan tetap mewarnai kehidupan masyarakat, baik artis maupun masyarakat biasa.

Satu-satunya solusi menyelamatkan generasi dari bahaya narkoba adalah mengenyahkan sekularisme-kapitalisme dan menggantinya dengan sistem Islam.
Penerapan syariat Islam secara kaffah akan mengembalikan posisi kaum muslim sebagai pribadi bertaqwa yang takut akan siksa Rabb-Nya. Wallahu a’lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak