Oleh : Ummu Aqeela
Direktur Reserse Narkoba Polda
Jateng Kombes Pol Ignatius Agung Prasetyoko diwakili oleh Wadir Resnarkoba AKBP
Rizki Ferdiansyah mengungkapkan, tindak pidana narkoba selama 2020 mengalami
peningkatan 3% dibanding 2019. Yakni dari 1.709 kasus dengan 2.132 tersangka
menjadi 1.765 kasus dengan 2.173 tersangka.
“Adapun barang bukti yang
berhasil disita sabu 14.929,86 gram, ganja 9.400 gram, ekstasi 1.860 gram,
ganja sintetis 3.461,55 gram, psikotropika 9.221 butir. Termasuk pula obat
tradisional 1.006.183 butir, serta 450 gram serbuk jamu. Sedangkan ungkap kasus
terbesar di tahun 2020 adalah 9.100 gr sabu dan 5.708 butir ekstasi pada 25
Agustus 2020,” ujarnya didampingi Kabidhumas Polda Jateng Kombes Pol. Iskandar
Fitriana Sutisna diwakili Kasubbid Penmas AKBP Maulud, Selasa (2/2/2021).
Selain itu, pada Januari 2021
Ditresnarkoba Polda Jateng dan Satresnarkoba jajaran juga telah mengungkap 185
kasus dengan 243 tersangka. Atau menurun 6% dibandingkan periode yang sama
tahun 2020 yaitu 196 kasus dengan 231 tersangka. Adapun
kasus menonjol yang diungkap Ditresnarkoba sebanyak tiga kasus. Sedangkan
Satresnarkoba jajaran yakni Polrestabes Semarang, Polres Kendal dan Polres
Grobogan sebanyak empat kasus, dengan varang bukti sabu di atas 100 gram. Para
pengedar gelap narkoba disebutkan didominasi oleh pria sebanyak 93% (226
orang), berusia produktif 19-29 tahun 48% (117 orang), berpendidikan akhir SLTA
66% (160 orang) dengan pekerjaan swasta 58% (142 orang). ( https://jatengdaily.com/2021/januari-2021-polda-jateng-ungkap-185-kasus-narkoba-dan-243-tersangka/ )
Dari data satu kota diatas saja
sebagai orang tua saya merasa miris dan teriris, bagaimana tidak yang terbayang
adalah begitu beratnya beban orang tua dijaman sekarang dengan kondisi luar
yang tidak kondunsif, seolah-olah kitalah benteng satu-satunya saat ini yang
bertahan dari gempuran hal yang merusak generasi. Narkoba hanyalah satu momok
yang menyeramkan, belum momok lain yang mungkin jika disebutkan akan membuat
para orang tua putus asa bahkan menyerah untuk berjuang. Namun tentu saja hal
itu tidak dapat kita lakukan sebagai orang tua, karena kita adalah satuan
keluarga, sebuah pilar dasar, pondasi utama untuk menjaga generasi dari ambisi yang
menjerumuskan. Ambisi segelintir manusia yang mengambil keuntungan tanpa
perduli keuntungan yang mereka peroleh adalah membuntungkan orang lain,
Naudzubillah. Jika bukan kita yang berperan siapa lagi? Karena saat ini kita
berjuang sendiri.
Masyarakat luaspun sebagai pilar
kedua tidak bisa kita harapkan total, karena kehidupan individualis begitu
kental disistem kapitalis. Mereka sebagian besar hanya berfokus bagaimana
kehidupan mereka sendiri, jangankan berfikir menjaga orang lain, keadaan mereka
sendiripun masih pontang panting dengan urusan pribadi masing-masing. Tidak
menyalahkan 100% dengan semua itu, karena mereka sendiripun adalah
kumpulan-kumpulan manusia yang kurang terriayah juga, akhirnya meriayah diri
sendiri memaximalkan sebegitu rupa dengan imbasnya kurang peka terhadap kondisi
sekelilingnya.
Bagaimana dengan benteng
terbesar? Yaitu sebuah Negara atau Pemerintah sebagai atapnya? Yang merupakan
tonggak bangunan melindungi pondasi bawah (keluarga) dan tembok-tembok didalam
rumah (masyarakat). Saat ini atap itupun rapuh, tergerus dengan hujan batu
sekulerisme dan angin kapitalisme yang memporak porandakan tatanan, sehingga
apapun gempuran dan hantaman dari luar langsung menyasar tembok (masyarakat)
dan pondasi dasar (keluarga). Atap sudah tidak berdaya melawan, karena atap
sendiri bukanlah atap yang mumpuni dan kokoh. Mungkin ada beberapa atap yang
masih utuh, namun apalah daya jika itu hanya beberapa karena untuk melindungi
bangunan rumah sepenuhnya dibutuhkan kumpulan atap utuh dan kuat, dan atap itu
hanya bisa kuat jika disandarkan pada syari’at secara mutlak.
Dengan semua gambaran tersebut
untuk itu, sebagai pondasi utama saat ini kita harus mengembalikan fitrah kita
sepenuhnya, berperan sesuai porsinya. Ayah sebagai kepala keluarga merangkap
Imam, haruslah pribadi yang tangguh dan patuh, karena hanya kepatuhan atau
keta’atan pada Allah lah yang mampu memberi batasan antara haram dan halal.
Ayah bukan hanya bertugas mencari nafkah namun ada peran yang lebih utama yaitu
memastikan seluruh anggota inti keluarganya berjalan dan bertindak sesuai
syari’atNYA, tentu saja dengan pantauan dan bimbingannya. Sedang Ibu, sebagai
madrasah utama dan pertama untuk anak-anaknya haruslah sosok yang sabar dan berwawasan
atau berilmu terutama Ilmu Agama. Karena hanya dengan agama berserta
seperangkat syaria’tNYA secara kaffah,
akan mampu menghalau berbagai gempuran dan momok yang akan menghantui anak,
ketika berada diluar jangkauan orangtua. Menanamkan dan mengenalkan akidah serta
menumbuhkan keta’atan dan ketakutan akut akan Allah semata adalah modal utama
atau senjata yang ampuh untuk berfikir bahkan tidak akan sempat berfikir
melakukan hal yang melanggar syari’at.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda,
«كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
"Masing-masing kalian
adalah pemimpin, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban tentang orang yang
dipimpinnya. Renguasa adalah pemimpin bagi manusia, dan dia akan diminta
pertanggungjawaban tentang mereka. Seorang laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya
dan dia akan diminta pertanggungjawaban tentang mereka. Wanita adalah pemimpin
bagi rumah suaminya dan anaknya, dan dia akan diminta pertanggungjawaban
tentang mereka. Seorang budak adalah pemimpin terhadap harta tuannya, dan dia
akan diminta pertanggungjawaban tentang harta yang diurusnya. Ingatlah,
masing-masing kalian adalah pemimpin dan masing-masing kalian akan diminta
pertanggungjawaban tentang kepemimpinannya." (HR. Bukhari dan Muslim dari
Abdullah bin Umar)
Andai saja semua bagian bangunan
tersebut berjibaku saling berdiri dan berfungsi sesuai fitrahnya, Insyaa Allah
bangunan akan berdiri dengan kokohnya melindungi setiap yang ada didalamnya.
Tentu saja itu tidak mudah jika semuanya masih berkiblat pada aturan manusia,
karena setiap aturan yang tercipta dari tangannya hanyalah berdasar hawa
nafsunya semata. Untuk itu satu-satunya jalan dan tidak ada jalan lain adalah
kembali ke aturan yang benar, bersumber pada kebenaran yaitu Al Quran dan As
Sunah, karena ini adalah perintah dari sang Pencipta Manusia, yaitu Allah SWT.
Wallahu’alam bishowab